POTPOURRI

Ini Saran BMKG Hadapi Megathrust bagi Pelaku Wisata

BMKG juga menyebut tidak ada salahnya untuk melakukan antisipasi siaga hingga mitigasi bencana terutama para pelaku wisata pada momen liburan akhir tahun.

JERNIH-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gempa tidak dapat ditebak atau diprediksi waktunya maupun seberapa besar gempanya.

BMKG juga menyebut tidak ada salahnya untuk melakukan antisipasi siaga hingga mitigasi bencana terutama para pelaku wisata pada momen liburan akhir tahun.

Menjawab kegelisahan pelaku wisata di dalam negeri, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan saran bagi para pelaku wisata dalam menghadapi ancaman tersebut.

“Saya ingin membagi upaya-upaya mitigasi ini. Yang pertama, bagaimana menyiapkan assessment. Ini artinya adalah kawasan wisata dan para pengelola, dalam hal ini hotel, ataupun pengelola wisata lainnya itu mampu memahami potensi bahaya yang bisa saja melanda wilayahnya,” kata Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugerah, dalam The Weekly Brief With Sandi Uno, beberapa waktu lalu.

Masyarakat dan pengelola wisata harus memiliki rencana evakuasi serta melakukan pengecekan kembali jalur evakuasi beserta rambu-rambunya. Ia mengingatkan hotel untuk lebih memperjelas papan petunjuk evakuasi serta jalur evakuasi.

“Berapa kira-kira perkiraan jumlah wisatawan yang akan datang hingga bagaimana rencana evakuasinya. Dan lanjut ke aspek bagaimana membangun kesiapsiagaan. Hotel-hotel coba dicek lagi apakah rambu-rambu evakuasi, jalur evakuasi sudah disiapkan dengan baik?”.

BMKG juga mengingatkan para pemilik usaha hotel untuk mengetahui bagaimana kerja dari pintu darurat mereka, dan menyiapkan alarm evakuasi.

“Mitigasi selanjutnya adalah menyiapkan informasi kesiapsiagaan. Dibuat materi-materi edukasi, misalnya dibuat poster-poster lalu tempelkan pada papan informasi hotel,” kata Suci.

Suci menyebut pihaknya beberapa kali mendapati hotel yang sering menjadi tempat pertemuan, tidak memberikan safety briefing kepada para pengunjungnya. Padahal, safety briefing merupakan prosedur standar dalam keselamatan evakuasi.

“Hotel yang berada di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami ini harus melakukan safety briefing sebelum pertemuan, sehingga tamu memahami apabila dalam kondisi darurat mereka tahu harus melakukan apa. Juga upayakan pegawai hotel terlatih dan sering mengikuti sosialisasi dan simulasi rutin,” kata Suci menambahkan.

Diingatkan kembali jika gempa megathrust bukanlah sekadar isu, namun hal tersebut merupakan fakta dan sudah pernah terjadi di Indonesia.

“Tidak hanya berdasarkan kajian, tetapi faktanya memang itu pernah terjadi. Jangan lupa tsunami Aceh 2004 yang kekuatannya lebih dari 9 magnitudo, jangan lupa juga tsunami Mentawai yang kekuatannya 7,9 tetapi membangkitkan tsunami yang sangat besar. Tsunami Pangandaran 2006 ataupun tsunami Nias di 2005 itu adalah gempa tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi di wilayah megathrust. Jadi ini semua adalah fakta yang tidak bisa kita elakkan,”. (tvl)

Back to top button