Wagub Lampung, Saksi dari Dua Kasus Korupsi
JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Karena itu, Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim (Nunik) bakal diperiksa besok, Selasa (26/11/2019).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Nunik sebelumnya sempat dipanggil, namun karena surat tersebut tak sampai, maka lembaga antirasuah kembali menjadwalkan pemanggilannya.
Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA).
“Besok, Selasa (26/11) akan dijadwalkan ulang pemeriksaan untuk Wakil Gubernur Lampung. Chusnunia Chalim sebagai saksi untuk HA,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Febri menegaskan, agar Nunik bisa menghadiri panggilan penyidik. Sebab hal tersebut merupakan kewajiban hukum. “Kami ingatkan agar saksi memenuhi panggilan penyidik sebagai kewajiban hukum dan memberikan keterangan secara benar,” katanya.
Hong Arta merupakan tersangka ke-12 dalam kasus tersebut, setelah ditetapkan pada 2 Juli 2018. Ia diduga memberikan suap ke Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar dan kepada eks anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti berjumlah Rp1 miliar.
Pada perkara tersebut, hakim telah memvonis Amran Hi Mustary selama 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan.
Rupanya Nunik juga pernah dipanggil KPK sebagai saksi atas dugaan suap, terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Dengan tersangka eks Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Keterkaitan Nunik, yakni sebagai mantan Bupati Lampung Timur yang mulai menjabat sejak Februari 2016 hingga Juni 2019, sebelum dilantik sebagai Wakil Gubernur Lampung.
KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah periode 2016-2021, Mustafa (MUS) sebagai tersangka pada 30 Januari 2019. Diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2018. Bahkan dengan kisaran fee sebesar 10-20 persen dari nilai proyek di lingkungan Dinas Bina Marga.
Sejak menjabat, Mustafa diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp95 miliar. Juga tak pernah melaporkan penerimaan tersebut pada Direktorat Gratifikasi KPK.
Sebelumnya, Mustafa divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan pidana tiga tahun penjara, dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan atas perkara memberikan atau menerima hadiah atau janji kepada anggota DPRD Lampung Tengah terkait persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Lampung Tengah 2018.