“Percikan Agama Cinta”: Kenalilah Kebenaran, Ketahuilah Kebatilan
“Kebenaran dan kebatilan itu tidak dapat dikenali dengan kepribadian seseorang. Kenalilah kebenaran itu sebagaimana adanya, sehingga engkau dapat mengenali juga orang-orangnya. Kenali pula kebatilan sehingga engkau dapat mengenali orang-orangnya.”
JERNIH– Saudaraku,
Zaman halai-balai begini. Teramat banyak yang perlu kita cermati. Ya, mesti memeriksa ulang keimanan kita dalam beragama–khususnya berislam. Mari kita tilik sebuah pelajaran dari masa lalu, ketika Perang Jamal (656 M) melanda keyakinan umat Muslim kala itu.
Ada seorang sahabat Rasulullah Saw bernama Harits bin Hud, berkata: “Aku bingung, pada satu barisan berdiri Ummul Mukminin Aisyah radiyallahu anha (istri Rasulullah Saw); Zubair bin Awwam (pedang Islam, sahabat, anak paman Rasul Saw); dan Thalhah bin Ubaidillah al-Khair, seorang sahabat Rasulullah Saw yang dikenal sebagai pekerja keras. Sementara di barisan lain berdiri ‘Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu dan para putranya, serta Ammar bin Yasir. Lalu bagaimana kita dapat mengenali kebenaran?”
Demi mendengar itu, Sayyidina ‘Ali pun menjawab: “Wahai, Harits! Cara berfikirmu itu terbalik. Bila melihat Sahabat Nabi secara lahiriahnya, maka engkau bingung menentukan mana yang benar dan salah. Ketahuilah. Kebenaran dan kebatilan itu tidak dapat dikenali dengan kepribadian seseorang. Kenalilah kebenaran itu sebagaimana adanya, sehingga engkau dapat mengenali juga orang-orangnya. Kenali pula kebatilan sehingga engkau dapat mengenali orang-orangnya.”
Di tempat lain, Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib berkata kepada salah seorang sahabatnya: “Agama Allah tidak dapat dikenali dengan kepribadian atau status seseorang, melainkan dapat dikenali melalui tanda-tandanya. Jika engkau mengenali kebenaran, maka engkau akan mengenal ahlinya.”
Sadarlah. Pesan Sayyidina ‘Ali tersebut, senada belaka dengan apa yang diwahyukan Allah dalam al-Quran, dan terus bergema hingga hari ini: “Wahai orang-orang beriman! Jauhilah banyak berprasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapenerima tobat, lagi Mahapenyayang.” (QS. Al-Ḥujurāt [49]: 12). [Deden Ridwan]