400 Ribu Penduduk Jepang akan Tewas Akibat Covid-19
- 650 ribu lansia berpotensi terjangkit virus dan berakibat fatal.
- 200 ribu lebih kelompok usia 15 sampai 64 akan terjangkit.
- Tanpa penerapan jarak sosial, Jepang akan memiliki 850 ribu kasus terjangkit.
Tokyo — Jepang terancam kehilangan 400 ribu jiwa akibat wabah virus korona, jika tidak ada pemberlakukan jarak sosial yang ketat.
“Kita dapat menghentikan transmisi jika semua mengubah aktivitas dan secara signifikan mengurangi interaksi,” kata Profesor Hiroshi Nishiura, dari Universtias Hokkaido, kepada Japan Today.
Jepang memiliki populasi orang tua tertinggi di dunia. Virus korona mudah menjangkit kelompok lansia, dan menyebabkan gejala fatal.
Muncul kekhawatiran jika pemerintah Jepang melakukan terlalu sedikit, dan lambat melakukan pencegahan, jumlah pasien sakit parah diperkirakan mencapai 850 ribu. Dari jumlah itu, setengahnya akan tewas.
Jepang telah menetapkan keadaan darurat nasional, tapi tidak memberi kompensasi kepada pekerja yang kehilangan penghasilan. Perusahaan-perushaan Jepang juga lambat beradaptasi dengan pekerjaan dari wumah.
Akibatnya, publik masih menggunakan angkutan umum untuk pergi ke kantor.
Profesor Nishiura memperingatakan sistem kesehatan akan berada di ambang kehancuran. Pasien yang membludak membuat rumah sakit kewalahan, dan hotel akan berubah jadi rumah sakit.
Tingginya jumlah kematian, menurut Profesorn Nishiura, disebabkan setiap perawatan pernafasan di ruang perawatan intensif membutuhkan ventilator. Jika tidak ada tindakan pencegahan, ventilator akan habis.
“Jika kai tdiak siap dan terkena pandemi, kami akan kehabisan respirator,” kata Nishiura kepada wartawan.
Kementerian Kesehatan Jepang memperkirakan 652 ribu orang berusia 65 tahun ke atas akan terserang virus dan sakit parah. Sebanyak 201 ribu orang usia 15 sampai 64 akan terjangkit dan terinfeksi jika tidak menerapkan jarak sosial.
Jepang saat ini memiliki 8.800 kasus terjagkit, dengan 231 kematian. Jumlah ini termasuk 700 kasus positif dari kapal pesiar.
Kementerian Kesehatan melaporkan 457 kasus baru, Rabu 15 April 2020. Seperempat kasus terdapat di Tokyo, dengan sebagian besar pasien dirawat di rumah sakit.
Pejabat Jepang berada dalam tekanan untuk memperbanyak ruang perawatan, dan memindahkan mereka yang sedikit dan tidak punya gejala ke hotel. Rumah sakit hanya merawat pasien sekarat.