- Bendungan Super itu akan mengalahkan Bendungan Tiga Ngarai yang maha besar.
- Bendungan akan menghasilkan listrik 300 miliar kilowatt setiap tahun.
- Aktivis lingkungan memperkirakan bendungan akan menghancurkan keanekargaman hayati, dan menciptakan bom air.
- Perang Air tidak terhindarkan, dan Cina berada dalam posisi mengontrol.
JERNIH — Cina berencana membangun bendungan raksasa di Tibet. India ketakutan, dan bukan tiak mungkin kedua negara akan terlibat dalam ‘perang air’.
Niat itu tertuang dalam Rencana Lima Tahun ke-14 yang diluncurkan Maret 2021 lalu dalam kongres tahunan pembuat undang-undang.
Proyek di Medog County Tibet diperkirakan menghasilkan listrik tiga kali lipat dari yang dihasilkan tiga ngarai, atau pembangkit listrik terbesar di dunia.
Struktur bendungan membentang di Sungai Brahmaputra, sebelum jalur air meninggalkan Himalaya dan mengalir ke India, melintasi ngari terpanjang dan terdalam di dunia pada ketinggian lebih dari 1.500 meter.
Proyek di Megadog diperkirakan mengerdilkan Bendungan Tiga Ngarai yang memecahkan rekor Sungai Yangtze di Cina tengah, dan mampu menghasilkan 300 miliar kilowatt listrik setiap tahun.
Namun rencana ini kekurangan detail, jangka waktu, dan anggaran. Sungai Brahmaputra, yang dikenal di Tibet sebagai Yarlung Tsangpo, merupakan rumah bagi dua proyek yang berada di hulu. Enam proyek lainnya sedang dalam proses pembangunan.
Bendungan super berada dalam liga tersendiri. Oktober lalu, Tibet menandatangani perjanjian kerjaasma strategis dengan PowerChina, perusahaan konstruksi publik yang mengkhususkan diri dalam poyek listrik tenaga air.
Sebulan kemudian Yan Zhiyong, kepala PowerChina, mengungapkan proyek itu ke Liga Pemuda Komunis — sayap partai berkuasa di Cina.
Keanekaragaman Hayati Terancam
Beijing membenarkan proyek ini sebagai alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar fosil. Namun, proyek ini memicu pertentangan kuat pecinta lingkungan, seperti yang terjadi saat pembangunan Bendungan Tiga Ngarai yang dibangun antara 1994-2012.
Bendungan Tiga Ngarai dibangun dengan menggusur 1,4 juta penduduk di hulu.
Brian Eyler, direktur program energi, air, dan keberlanjutan di Stimson Center, mengatakan membangun bendungan super merupakan ide buruk dengan berbagai alasan.
Selain dikenal dengan aktivitas seismik, kawasan sepanjang Sungai Brahmaputra dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang uni. Bendungan akan menghalangi migrasi ikan serta aliran sedimen yang memperkaya tanah selama banjir musiman di hilir.
“Ada risiko ekologi dan politik,” kata Tempa Gyaltsen Zamlha, spesialis kebijakan lingkungan di Institut Kebijakan Tibet, sebuah wadah pemikir yang terkait dengan pemerintah Tibet di pengasingan yang berbasis di Dharamshala, India.
Menurutnya, Tibet memiliki warisan budaya sangat kaya di daerah itu. Setiap pembangunan bendungan akan menyebabkan kerusakan ekologi, dan menenggelamkan sebagian wilayah.
“Banyak penduduk lokal terpaksa meninggalkan rumah leluhur mereka,” katanya. “Proyek itu juga akan mendorong migrasi pekerja Tionghoa Han, dan secara bertahap menjadi pemukim permanen.”
Perang Air
India juga khawatir dengan proyek itu. Analis mengatakan Cina secara efektif berada dalam posisi mengontrok asal-usul sebagian besar pasokan air di Asia Selatan.
“Perang air adalah komponen kunci dalam perang apa pun, yang memungkinkan Cina memanfaatkan kekuatan hulu, terpusat di Tibet, sebagai sumber daya alam penting,” tulis ilmuwan politik Brahma Chellaney di Times of India.
Risiko aktivitas seismeik juga akan menjadi risiko bom air bagi warga hilir.
Menanggapi gagasan bendungan raksasa Cina, India berencana membangun bendungan lain di Brahmaputra untuk menopang cadangan air dalam negeri.
“Masih banyak waktu untuk berunding dengan Cina tentang masa depan bendungan super dan dampaknya,” kata Eyler. “Hasil buruk akan membuat India membangun bendungan di hilir.”