Di India, Jenasah Covid-19 Diperlakukan Seperti Bangkai Hewan
![](https://jernih.co/wp-content/uploads/india-3.jpg)
- Ada jenasah korban Covid-19 dibuang ke tempat sampah.
- Kremasi tanpa nyanyi suci Veda dan percik air Sungai Gangga.
- Jenasah dari keluarga Muslim tak dimandikan, dan dimakamkan seperti korban perang.
New Delhi — Mahkamah Agung (MA) India mengungkapkan kemarahan atas cara rumah sakit menangani jenasah korban Covid-19.
“Mereka memperlakukan jenasah korban Covid-19 lebih buruk dari bangkai hewan,” demikian pernyataan resmi Mahkamah Agung India kepada pemerintah federal dan negara bagian.
“Benar-benar kondisi menyedihkan,” lanjut pernyataan itu seperti dikutip sejumlah surat kabar India, Jumat.
MA mengatakan; “Ada mayat ditemukan di tempat sampah. Di rumah sakit, pasien dibiarkan sekarat tanpa perawatan.”
India, Jumat 12 Juni melaporkan lonjakan kasus Covid-19 dengan 10.965 kasus. Sebanyak 396 mati dalam 24 jam terakhir. Peningkatan ini yang tertinggi sejak wabah melanda India.
Kementerian Kesehatan India mengatakan total infeksi Covid-19 mencapai 297.535 kasus, dengan 8.498 kematian.
Skenario Terburuk
Seperti di negara lain, jumlah sesungguhnya korban Covid-19 jauh lebih tinggi dibanding angka yang dirilis pemerintah. Alasannya sederhana, pengujian yang terbatas dibanding populasi dan luas wilayah India.
Pusat Kesehatan New Delhi kini berada di bawah tekanan besar. Manish Sisodia, wakil menteri utama New Delhi, memproyeksikan skenario terburuk dengan jumlah infeksi di ibu kota akan mencapai 550 ribu pada akhir Juli.
Saat ini jumlah infeksi di New Delhi, ibu kota India, merangkak naik dan mencapai 35 ribu pada hari Jumat.
Petuga pemakaman dan krematorium mengatakan jumlah kematian bisa lebih tinggi dalam beberapa hari ke depan.
Rumah sakit di sekujur India kini kewalahan menamung pasien. Mereka juga kesulitan menyimpan mayat akibat suhu musim panas yang mencapai di atas 40 derajat Celcius.
Mayat harus disimpan di lempengan es tebal, sebelum dimakamkan atau dikremasi. Pasokan lempengan es harus rutin, jika tidak ingin mayat membusuk.
“Semula saya biasa membawa satu jenasah. Kini, saya menumpuk jenasah di ambulan,” kata Bhijendra Dhigya, pengemudi mobil ambulan di sebuah rumah sakit di New Delhi.
Pemakaman dan kremasi dilakukan terburu-buru, tanpa ritual menurut kepercayaan masing-masing, dan tidak ada pelayat boleh mendekat.
Tanpa Nyanyian Suci
Raj Singh hanya bisa menyaksikan jenasah sang ibu diletakan di tumpukan kayu dan dibakar. Tidak ada nyanyi suci Veda dan memercikan air suci dari Sunga Gangga, yang mengiringi kremasi.
“Saya tidak mengira akan menyaksikan jenasah ibuku pergi dengan cara seperti itu,” katanya.
Tidak hanya warga Hindu yang tidak bisa mengkremasi keluarga secara layak, warga Muslim tidak mungkin mengubur keluarga secara Islami.
Tidak ada proses memandikan mayat, pelayat yang melihat jenasah kali terakhir, dan upacara-upacara lain. Bahkan, anggota keluarga dilarang menurunkan mayat ke liang lahat.
“Seluruh proses duka terputus,” kata Pappu, yang menyalakan api pembakaran di sebuah krematorium terbesar di New Delhi.