Kamar Jenazah Penuh Mayat, RS Thailand Simpan Mayat COVID-19 di Kontainer Es
“Tidak ada cukup ruang, jadi kami membeli dua kontainer untuk penyimpanan mayat,” kata Pharuhat Tor-udom, direktur rumah sakit itu kepada Reuters. Menurut dia, biaya masing-masing kontainer sekitar 250.000 baht atau sekitar Rp109 juta.
JERNIH— Sejarah, sebagaimana pula diyakini orang-orang Prancis, sering berulang. Pada saat bencana tsunami 2004, Thailand yang kehabisan kamar mayat terpaksa menggunakan kontainer berpendingin untuk menyimpan jenazah. Di saat COVID-19 ini, hal itu kembali terulang di Negeri Gajah Putih tersebut.
Thailand pada Sabtu lalu melaporkan rekor harian 18.912 kasus baru dan rekor 178 kematian baru, sehingga total akumulasi kasus menjadi 597.287 dan 4.857 kematian.
Reuters melaporkan, pada Sabtu (31/7) lalu, Rumah Sakit Universitas Thammasat dekat ibu kota Bangkok, kamar mayat dengan 10 lemari es biasanya menangani hingga tujuh otopsi sehari. Namun, gelombang terbaru dari pandemi virus corona mendorongnya menangani lebih dari 10 mayat setiap hari.
“Tidak ada cukup ruang, jadi kami membeli dua kontainer untuk penyimpanan mayat,” kata Pharuhat Tor-udom, direktur rumah sakit itu kepada Reuters. Menurut dia, biaya masing-masing kontainer sekitar 250.000 baht atau sekitar Rp109 juta.
Hampir 20 persen mayat dengan penyebab kematian yang tidak diketahui kemudian dinyatakan positif COVID-19, membanjiri kamar mayat dan staf medis, katanya.
“Saat tsunami, kami menggunakan kontainer untuk menyimpan mayat yang menunggu untuk diotopsi untuk identifikasi. Tapi kami belum melakukannya (lagi) sampai sekarang,” kata Pharuhat.
Ada beberapa mayat yang disimpan dalam satu kontainer pada Sabtu, menunggu untuk diambil oleh kerabat mereka. “Yang membuat kami sangat sedih adalah kami tidak dapat membantu orang yang meninggal karena kurangnya akses ke perawatan medis,” kata dia.
Rumah sakit di Bangkok dan provinsi sekitarnya kehabisan kapasitas karena lonjakan infeksi COVID-19, wabah terbesar yang pernah dihadapi Thailand sejak pandemi dimulai.
Sebagai informasi, Thailand memang menjadi salah satu negara di Asia yang meningkat kasus COVID-19-nya, bersama dengan Malaysia, Jepang, juga Indonesia. Pemerintah setempat mengatakan, varian Delta menyumbang lebih dari 60 persen kasus di negara itu dan 80 persen kasus di Bangkok.
“Varian ini belum tentu lebih mematikan daripada varian lain, tetapi jauh lebih menular,” kata Supakit Sirilak, direktur jenderal Departemen Ilmu Kedokteran Thailand seperti dikutip Reuters, Minggu (1/8).
Karena itulah, Thailand memutuskan untuk memperpanjang pengetatan aturan pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayah Ibu Kota Bangkok dan provinsi lainnya, yang masuk zona merah, sampai akhir Agustus 2021. Kebijakan ini diambil demi memperlambat penyebaran COVID-19 di Thailand.
Thailand sekarang ini sedang terseok-seok menghadapi wabah virus corona yang meningkat. Dengan perpanjangan pengetatan aturan pencegahan wabah virus corona, maka perjalanan lintas wilayah akan dilarang. [Reuters]