CrispyVeritas

Kerja Paksa di Xinjiang Ancam Gagalkan Kesepakatan Investasi Cina-Uni Eropa

Pekan lalu Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi mengutuk praktik Beijing di Xinjiang, dengan mengatakan bahwa perjanjian komprehensif apa pun dengan Cina “harus mencakup komitmen yang memadai untuk menghormati konvensi internasional melawan kerja paksa”.

JERNIH–Meskipun pemerintah Cina telah menawarkan banyak konsesi kepada Uni Eropa dalam sebuah perjanjian investasi penting, Cina dengan tegas menolak untuk mengalah pada masalah make-or-break: hak-hak buruh.

Para pejabat Uni Eropa sekarang mengatakan penolakan Beijing untuk meratifikasi standard Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang kerja paksa akan mempersulit Parlemen Eropa–yang dukungannya sangat penting untuk memvalidasi kesepakatan– untuk memberikan suara yang mendukungnya.

Minggu lalu Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi mengutuk praktik Beijing di Xinjiang, dengan mengatakan bahwa perjanjian komprehensif apa pun dengan Cina “harus mencakup komitmen yang memadai untuk menghormati konvensi internasional melawan kerja paksa”.

“Sinyal politiknya adalah bencana. Kesepakatan ini mengejek adanya kamp konsentrasi dan perbudakan manusia,” kata Raphael Glucksmann, anggota Parlemen Eropa dari partai kiri-tengah Place Publique, kepada Politico. “Saya akan aktif menentang kesepakatan ini.”

“Hak-hak buruh di Cina adalah masalah besar, terutama mengingat resolusi mendesak parlemen baru-baru ini tentang Xinjiang. Jika tidak ada komitmen yang tepat tentang ILO, maka itu akan sangat sulit,”kata sumber yang memiliki pengetahuan tentang pemikiran Parlemen UE dan Komisi Eropa–yang melakukan negosiasi dengan Cina.

Komisi, yang merupakan badan eksekutif Uni Eropa, minggu lalu mengatakan kepada 27 negara anggota, bahwa mereka telah membuat “keputusan politik” untuk meng-ambil kesepakatan, karena Beijing dianggap telah memberikan konsesi yang cukup pada akses pasar bagi perusahaan Eropa di daerah, seperti telekomunikasi, jasa keuangan dan mobil listrik.

Tetapi Komisi Uni Eropa segera menghadapi pertanyaan atas kegagalannya untuk mencapai kesepakatan yang juga akan mencakup komitmen dari Cina untuk menegakkan standard ILO.

Sekelompok pemikir tingkat tinggi di Eropa yang mengkhususkan diri pada Cina telah mengkritik pendekatan UE. “Salah satu masalah utama adalah masih belum jelasnya komitmen untuk meningkatkan hak-hak buruh. Tidak termasuk komitmen penting terkait kerja paksa, hak berserikat, dan masih terbuka untuk negosiasi lebih lanjut,” kata mereka.

“Begitu kesepakatan disetujui, akan lebih sulit untuk menekan Cina tentang masalah ini, terutama sekarang kerja paksa tampaknya telah menjadi bagian dari kebijakan kamp re-edukasi di Xinjiang,” bunyi pernyataan bersama yang dikeluarkan 15 spesialis masalah Cina dari di seluruh Eropa.

Cina telah dituduh menahan sekitar satu juta orang, yang sebagian besar Muslim Uygur, dan minoritas lainnya di kamp-kamp penahanan. Mereka juga digunakan sebagai tenaga kerja paksa di perkebunan kapas di wilayah itu. Cina—seperti biasa–menyangkal menggunakan kerja paksa dan menegaskan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan untuk memerangi ekstremisme.

Beberapa sumber diplomatik mengatakan mereka yakin kesepakatan dapat dicapai antara UE dan Cina pada akhir tahun ini–tenggat waktu yang diberlakukan sendiri– tetapi masih belum jelas apakah Beijing bermaksud untuk membuat konsesi dan mengadopsi standar perburuhan internasional.

Jumat lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel, pendukung paling setia untuk kesepakatan investasi dengan Cina, dihadapkan pada masalah ini di parlemen federal, Bundestag. “Menurut Anda, dapatkah UE, dapatkah Jerman menyetujui perjanjian investasi jika Cina tidak meratifikasi standar inti ILO ini?” tanya Margarete Bause, dari Partai Hijau.

Mengesampingkan permintaan akan jawaban pasti, Merkel menjawab: “Kami menanggapi standar ILO ini dengan sangat serius dan akan membuat keseimbangan yang baik. Saya sangat menyadari tuduhan tentang Uygur itu.”

Posisi Beijing dalam masalah ini menandai kontras dengan sesama negara Komunis Vietnam, yang perjanjian perdagangan bebasnya dengan UE mulai berlaku awal tahun ini.

Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Hanoi berkomitmen untuk memberlakukan beberapa konvensi fundamental ILO, termasuk konvensi tentang kebebasan berserikat, hak untuk berunding bersama, mengakhiri kerja paksa dan pekerja anak.

“Cina pasti akan mengatakan bahwa kami juga tidak menyukai kerja paksa, bahwa tidak ada kerja paksa di sini, dan ada serikat pekerja dengan karakteristik Cina, dan sebagainya,” kata sumber Eropa tersebut.

“Tapi saya tidak berpikir [Presiden Prancis Emmanuel] Macron akan menyetujui sesuatu yang tidak kuat di TSD,”kata dia menambahkan, mengacu pada “perdagangan dan pembangunan berkelanjutan”, kategori di mana standar ILO akan disebutkan dalam kesepakatan investasi.

Dengan Vietnam, sumber tersebut mengatakan UE “mengambil banyak dorongan” untuk mendapatkan rencana aksi dan jadwal, serta berbagai komitmen dari otoritas Hanoi dalam melaksanakan konvensi ILO tersebut. [South China Morning Post]

Back to top button