Crispy

Live Streaming Pemakaman Muslim Korban Covid-19 di New York

  • Tidak ada data berapa Muslim New York menjadi korban Covid-19, tapi Komunitas Muslim Bengali paling terpukul.
  • Setiap keluarga ingin menghadiri pemakaman orang tercinta, tapi mereka dipaksa menyaksikan lewat live streaming.
  • Kini, Muslim New York menghadapi tantangan lain; beribadah selama Ramadahan.

New York –– Mayat menumpuk di rumah sakit, kamar mayat, dan rumah duka. Pemakaman terbatas, biaya pemakaman dan tanah naik 500 persen.

Di rumah-rumah, keluarga yang kehilangan kerabat akibat Covid-19 hanya bisa menangis, berdoa, tanpa bisa menemani orang yang mereka cintai ke perjalanan terakhir. Namun, teknologi memungkinkan setiap keluarga mengikuti ritual pemakaman dari rumah, yaitu lewat live streaming pemakaman .

Penduduk Muslim, tiga persen dari populasi New York, mungkin yang paling terpukul. Setiap keluarga ingin memakamkan kerabat dengan upacara sesuai syariat Islam, tapi itu tidak mungkin.

Baca Juga:
— Di New York, Pasien Sekarat Dibiarkan, Pasien Baru Coba Diselamatkan
— Kota New York Kesulitan Memakamkan Jenazah Korban Covid-19
— Nadia Sang Harimau New York Terjangkit Covid-19

Imam Khalid Latief, direktur Islamic Center di New York University (NYU), mengatakan sejak awal pihaknya sudah memperkirakan masalah pemakaman, dan hal-hal pada akhir kehidupan, sangat sulit bagi banyak orang di komunitas Islam.

“Keluarga-keluarga Muslim juga telah mengajukan keprihatinan lain, yaitu meningkatnya biaya pemakaman,” kata Latief.

Biasanya, biaya pemakaman — termasuk sebidang tanah makam — 2.000 dolar AS, Rp 31 juta. Kini, beberapa anggota komunitas Muslim mengatakan mereka dikenakan biaya 10 ribu dolar AS, atau Rp 156 juta.

“Dalam Islam, upacara pemakaman adalah kewajiban bersama,” kata Latief kepada Al Jazeera. “Di sini, kami memiliki tanggung jawab untuk memastikan orang tidak mampu dimakamkan dengan layak.”

Latief menggalang dana secara online, dan mengumpulkan 195 ribu dolar AS, atau Rp 3,05 miliar, bulan ini. Semua dana diserahkan ke Layanan Pemakaman Muslim di New York, yang berbasis di Brooklyn dan dikenal sebagai Proyek Jenasah.

Uang akan disalurkan ke rumah duka, pembelian kendaraan dan truk berpendingin, untuk mengangkut mayat, serta pakaian eplindung.

“Tekanan finansial harus tidak menjadi alasan setiap keluarga mendapat kesempatan memakamkan kerabatnya,” ujar Latief.

Tanpa Penghasilan

Kekhawatiran finansial menjadi sangat lazim di kalangan orang yang bekerja di industri publik; sopir taksi, staf restoran, hotel, pekerja konstruksi, dan lainnya.

Secara ekonomi, mereka orang paling terkena dampak wabah. Ahmed Mohamed, direktur litiagsi Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) New York, mayoritas Muslim bekerja di sektor ini.

“Mereka tidak mungkin work from home,” kata Mohamed. “Mengurung diri di rumah berarti tanpa penghasilan.”

Banyak praktek ritual pemakaman Islam dibatalkan untuk mencegah penularan. Rumah sakit menerapkan aturan berkunjung yang ketat, dengan pertemuan terjadi dari balik kaca.

Kini, tantangan lainnya berada di depan mata, yaitu Ramadhan.

Masjid telah ditutup. Halaqah ditiadakan. Shalat Jumat juga diganti dengan dzuhur di rumah-rumah. Khotbah rutin disiarkan lewat online.

Ada pula pemakaman live streaming. “Sesuatu yang tidak akan dilakukan komunitas Muslim di saat normal,” kata Mohamed. “Kami biasanya bersatu, meringankan kesedihan orang-orang terdekat.”

Ketidak-pastian

Keprihatinan paling mendasar bagi keluarga Muslim korban Covid-19 adalah ketidak-pastian soal pemakaman.

Raja Abdulhaq, direktur eksekutif Dewan Kepemimpinan Islam Majlis Ash-Shura New York, mengatakan muncul rumor umat Islam dimakamkan di kuburan massal.

“Keluarga yang mendengar kabar ini menjadi sangat emosional,” kata Abdulhaq, yang memimpin 90 masjid di organisasi Muslim di New York.

Abdulhaq dan orang-orangnya menyelidiki rumor itu. Ternyata tidak benar.

Yang terjadi adalah rumah sakit membuat kamar mayat jarak jauh. Jenasah korban tewas, dalam jumlah yang banyak, dibawa menggunakan mobil ke kamar mayat yang baru dibangun.

“Namun hanya mayat-mayat yang tidak diklaim keluarga yang dibawa ke tempat itu,” kata Abdulhaq.

Walikota New York Bill de Blasio mengatakan; “Setiap jenasah akan diperlakukan secara khusus, dan rencana pemakaman dikoordinasikan kepada keluarga korbam.”

Rumor lain yang sempat memunculkan kemarahan adalah jenasah Muslim dikremasi. Dalam Islam, mayat tidak boleh dibakar.

“Sejauh ini kami tidak menemukan ada jenasah Muslim dibakar,” ujar Abdulhaq.

Tidak ada angka pasti berapa Muslim yang menjadi korban Covid-19. Yang pasti, menurut Abdulhaq, komunitas Muslim Bengali yang paling terpukul.

Bengali adalah sebutan untuk mereka yang berasal dari Bangladesh. Komunitas ini menguasi sektor pekerjaan tertentu; sopir taksi, pekerja konstruksi, dan lainnya.

Back to top button