Crispy

Mengapa Harus Provinsi Pulau Sumbawa

  • Oleh: Mada Gandhi
    Pemerhati Masalah Sosial Pulau Sumbawa

JERNIH — Saat ini, Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok menyatu dalam Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejak tahun 2.000, masyarakat Pulau Sumbawa memperjuangkan pembentukan Propinsi Pulau Sumbawa.

Perjuangan yang cukup panjang dan berliku itu akhirnya membuahkan hasil. Pulau Sumbawa memenuhi seluruh dari delapan rencana pemekaran, dibanding delapan daerah lain. Semua syarat itu telah terpenuhi sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tapi saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium pemekaran wilayah.

Apa urgensi membentuk provinsi sendiri? Mengapa musti memisahkan diri dengan Pulau Lombok?

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari dua Pulau: P Lombok dan P. Sumbawa. Ibukotanya ada di Mataram (P. Lombok). Membandingkan kedua pulau dalam banyak hal memang terjadi disvaritas pembangunan. Begitu pula kepadatan penduduk potensi wilayah, beban daerah, tingkat pertumbuhan masing-masing kota dan sederet syarat lain.

Perlu diketahui dari 5,1 juta jumlah penduduk NTB, hanya sekitar 20 % berada di P. Sumbawa, dari jumlah itu adalah pendatang. Sementara 80% bermukim di P Lombok. Ada pun luas P. Sumbawa hampir 4 x luas P. Lombok. Betapa jarang penduduk P. Sumbawa. Akibatnya lagi pemilik lahan pertanian di Pulau Sumbawa selalu kesulitan mendapatkan buruh tani yang hanya berharap dari Lombok dan Bima.

Jarangnya penduduk ini juga, berdampak langsung pada pungutan pajak-pajak restribusi yang menjadi andalan Pendapat Asli Daerah (PAD) Setempat. Berdampak pula bagi konsumsi rumahtangga yang merupakan indikator utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Dari yang sedikit itu pula banyak yang bekerja di luar negeri selaku Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Perlu dicatat kendati luas P. Sumbawa 4 kali P. Lombok namun lahan produktif pertanian justru tidak lebih luas dan juga tidak lebih produktif dibandingkan P. Lombok sekitar 151.281 ha, sisanya 120.912 ha ada di P. Sumbawa. Pengolahan pertanian, perkebunan, bahkan juga perikanan Sumbawa masih tertinggal jauh.

Angka statistik (update terakhir Oktober 2020) menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi NTB per Desember 2019, total Rp 132,7 triliun.

Dari jumlah tersebut bersumber dari sektor pertanian Rp 30,4 tiliun, (22,89 %). Di urutan kedua dari Perdagangan Besar dan Eceran senilai sekitar Rp 19,7 (14,92%). Urutan ketiga, dihasilkan oleh bidang pertambangan kurang lebih Rp 17,9 triliun (13,56 %.). Khusus pertambangan tahun2 sebelumnya berada di urutan kedua. Baru 2018/2019 sedikit turun di urutan 3.

Itulah riil 3 besar yang menjadi andalan NTB dan sebagian bidang itu berada di P. Sumbawa yang justru belum optimal pengembangannya. Sektor tambang misalnya di samping Newmont/AMNT tidak lama lagi akan dibuka lokasi baru skala Nasional, di Dompu dan ada dua di Sumbawa Selatan tambahan satu di Sumbawa Barat, keseluruhan dengan kapitalisasi beberapa kali lipat besar dari sebelumya. Sehingga kontribusi hasil tambang bagi provinsi NTB sebagai penyumbang PDRB tahun2 ke depan tidak bisa dianggap kecil.

PDRB adalah indikator kemajuan ekonomi suatu daerah. Semua transaksi ekonomi dan produksi barang – jasa, serta nilai tambah yang dihasilkan bersumber dari sejumlah bidang ekonomi. Seberapa pun besar PDRB yang dihasilkan suatu daerah maka ratio dibagikan berdasarkan kepadatan penduduk.

Begitu pula laju pertumbuhan ekonomi masing-masing kota tertinggi ada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) 7,14% tempat industri tambang. Di provinsi NTB hanya ada dua wilayah pertumbuhan ekonomi tertinggi Mataram (8.06%) dan KSB.

Mengutip pernyataan Wakil Gubernur NTB 2008/2013 Badrul Munir bahwa P. Sumbawa memliki sumber daya potensial dan berkontribusi besar bagi NTB dan nasional. Namun agihan anggaran pembangunan oleh negara terhadap P. Sumbawa, tidak proporsional jika dibandingkan P. Lombok. Baik anggaran transfer maunpun sektoral. Akibatnya terjadi ketimpangan pembangunan antar wilayah P. Sumbawa dan P. Lombok.

Mengapa ketidakadilan ini terjadi? Di antaranya karena sharing anggaran katanya didasarkan pada populasi penduduk. Walaupun ada pertimbangan luas wilayah, tetapi indeksnya sangat2 kecil. Hal ini tentu menguntungkan daerah yang jumlah penduduknya besar, walaupun kontribusi pendapatannya kecil terhadap negara.

“Karena itu PPS menjadi sebuah keniscayaan, jika kita ingin cepat lakukan pengembangan dan kemajuan.” Katanya dalam sebuah grup WA.

Bahwa semasa pemerintahan sebelumnya provinsi NTB pernah menggagas pengembangan daerah super pioritas SAMOTA (Saleh, Moyo, Tambora). Tetapi belum menunjukkan progress yang berarti. Padahal potensi ekonomi khususnya hasil laut selama ini di Teluk Saleh, mengutip data Tim Percepatan Pengembangan SAMOTA mencapai Rp 19 Triliun.

Begitu pula potensi dan obyek wisata jauh lebih banyak lebih indah dan lebih uniq Pulau Sumbawa. Apalagi obyek heritage, peninggalan sejarah, wisata budaya. Tetapi road map pengembangan yang menyeluruh belum pernah diluncurkan. Pemasukan dari obyek wisata belum menjadi andalan utama seperti Pulau Lombok. Juga belum Nampak sebagai perioritas PAD.

Dalam kepemimpinan Gubernur Zulkieflimansyah saat ini sedang dikembangkan pilot project Food Estate di Labangka. Diharapkan proyek Nasional ini akan memberikan inspirasi dan sumbangan besar bagi sektor pertanian, (yang terintegrasi, dengan peternakan, perkebunan dan industri turunannya). Tentu perlu pembuktian beberapa tahu ke depan.

Di bidang investasi beberapa tahun ke depan nampaknya belum bisa berharap banyak, karena kondisi ekonomi dunia dihantam covid-19 cukup berat. Gagasan pengembangan UMKM yang mandiri dan industrialisasi yang dikebut Gubernur Zul, guna mensupport sektor-sektor produksi barangkali hasilnya baru kelihatan tahun-tahun yang mendatang.

Betapa pun sejumlah kedala yang mungkin masih cukup besar di depan, namun PPS sebagai upaya meringankan beban masing-masing pulau adalah jawaban paling rasional yang bisa dijadikan lompatan besar kedua pulau. PDRB yang tadinya berbagi kepada penduduk dua pulau maka akan jauh lebih besar bersamaan dengan berproduksinya sektor pertambangan, pilot project food estate, dan jika pun pariwisata segera dikembangkan secara serius.

Back to top button