Menyedihkan, Ribuan Janda Baru Muncul Setiap Bulan
Purwakarta – Kasus penceraian di Indonesia masih tinggi. Penyebabnya beragam dari mulai faktor ekonomi ekonomi hingga kehadiran orang ketiga yang muncul gara-gara pertemanan di media sosial.
Di Purwakarta, misalnya, dari catatan Pengadilan Agama setempat, di 2016 lalu putusan cerai gugat sebanyak 975 perkara dan cerai talak 306 kasus. Dengan kata lain, total perkara yang sudah diputuskan sebanyak 1.281 kasus. Kemudian, di 2017 naik menjadi 1.408 putusan cerai dengan klasifikasi putusan cerai gugat 1.083 perkara dan cerai talak 325 perkara.
Sementara, di 2018 angka perceraian kembali naik menjadi 1.576 perkara dan sudah diputus oleh Pengadilan Agama Purwakarta. Klasifikasinya, putusan cerai gugat 1.205 dan cerai talak 371 perkara. Untuk tahun ini, memang angkanya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Yakni, klasifikasi putusan cerai talak sebanyak 323 perkara dan cerai gugat sebanyak 1.168 perkara. Dengan begitu, hingga November ini sudah ada 1.491 kasus perceraian yang ditangani PA Purwakarta.
Sekretaris Pengadilan Agama (PA) Purwakarta Abdul Ghaffar Muhtadi mengatakan, pasangan yang mengajukan perceraian ini mayoritas merupakan usia produktif di kisaran usia 30-40 tahun. “Dari gugatan yang masuk, salah satu penyebab tingginya angka perceraian ini akibat faktor ekonomi dan perselingkuhan,” jelasnya, Senin (18/11/2019). Bahkan, akhir-akhir ini banyak kasus gugat cerai yang dilatarbelakangi masalah pihak ketiga yang hadir melalui media sosial.
Di Sragen, Jawa Tengah, saat ini, 2.000 kasus perceraian masuk ke Pengadilan Agama Kelas 1A Sragen Kasus perceraian di Sragen tertinggi dibanding kota/kabupaten di eks Karesidenan Surakarta. Berdasarkan data dari PA Sragen, selama Januari-Oktober, terdapat 1.426 cerai gugat, atau permohonan atas permintaan dari pihak perempuan. Sedangkan cerai talak kurang dari setengahnya, yakni 639 permohonan. Jadi berkas perceraian selama 10 bulan terakhir 2.065 kasus.
Panitera PA Sragen Ahmad Fuad Agustani mengatakan, jika dirata-rata setiap hari selama 2019 ini, ada enam sampai tujuh pasangan warga Sragen bercerai. “Tahun ini dua ribuan sampai Oktober. Faktor tertinggi memang ekonomi. Kasus lain selingkuh cemburu itu. Penanganan sudah 70 persen, sedangkan 30 persen berjalan,” terang Agus.
Fakta lain kebanyakan pasangan yang mengajukan gugatan cerai yakni dari pedesaan. Sementara dari wilayah kota jauh lebih sedikit. Sedangkan faktor terbesar penyebab alasan perceraian adalah ekonomi. Menyumbang 36 persen perkara. Kemudian perselingkuhan mencapai 17 persen. Sedangkan lain-lain, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan faktor cemburu.
Sementara di Kabupaten Cirebon angkat perceraian juga tergolong cukup tinggi. Satu tahun bisa terjadi 8.000 kasus perceraian. Dalam satu bulan, permintaan perceraian mencapai tujuh hingga delapan ratus. Hal itu disebabkan faktor ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sebelumnya berencana menerapkan program kursus atau pembekalan pranikah mulai tahun depan. Muhadjir menjelaskan program pembekalan pranikah bukanlah sertifikasi. Melainkan program itu merupakan pembekalan bagi mereka yang hendak melangsungkan pernikahan, dan di akhir pembekalan mereka akan memperoleh sertifikat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sepakat diterapkannya kursus pranikah mulai tahun depan, 2020. Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis mengatakan dengan adanya pelatihan pra nikah menjadi bekal awal dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kata dia, saat ini angka perceraian jumlahnya semakin meningkat. Lantaran banyak pasangan muda yang belum paham tanggungjawab membina keluarga. [Zin]