Crispy

Perjalanan Nasi Goreng Menembus Abad

WWW.JERNIH.CO  – Ada dua jenis masakan sedap dengan sajian cepat paling memasyarakat. Tak terkecuali di kelas menengah bawah atau di kelompok menengah atas, bahkan kaum jetset sekalipun. Pertama, pasti setiap rumah punya persediaan mi instan. Soal merk, preferensinya bisa beragam. Tapi di pasar, ada dua brand besar yang sulit digulingkan. Mi instan beragam rasa adalah hidangan masak cepat, paling lama lima menit diolah jadi versi goreng atau rebus.

Kedua, nasi goreng. Nasi digoreng dengan campuran bumbu dasar bawang, kecap, ditambah garam dan sedikit gula. Bahkan ada pula yang versi nasi digoreng dengan saus tomat plus sedikit kecap. Lalu, jadilah kuliner pagi, siang atau malam.

Nasi goreng sudah mendunia. Fried rice mudah ditemui di berbagai belahan dunia manapun sepanjang beras atau nasi tersedia. Tetapi umumnya tersebar di kawasan Pecinan atau Asia. Di resto-resto Asia di Amsterdam, London, Paris dan lainnya, di mana warga Asia telah membaur, menu nasi goreng selalu ada dalam daftar.

Nasi goreng menjadi menu idola ketika musim dingin tiba. Harap maklum, dalam satu porsi nasi goreng sudah cukup untuk memberi tenaga dan memberikan kalori untuk memanaskan tubuh. Di samping cukup mengganjal perut melawan lapar.

Sepiring nasi goreng porsi normal biasanya memiliki kandungan 300 kalori. Atau bila dirinci ada sekitar  6 gram protein, 15 gram lemak, 53 mg kolesterol, 36 gram karbohidrat, 3 gram serat, 10 gram lemak tidak jenuh, 3 gram lemak jenuh, 498 mg sodium atau natrium. Kandungan nutrisi ini bisa bertambah seiring dengan variasi lauk “teman” nasi goreng.

Dengan jumlah kalori seperti ini, sebenarnya nasi goreng sudah cukup untuk mengganti energi yang berkurang setelah Anda bekerja dengan intensitas tinggi. Sebagai gambaran bila Anda berlari selama 20 menit akan terbuang kalori sekitar 200 hingga 250 kalori. Bila Anda tukar dengan nasi goreng untuk mengganti energi yang hilang, maka satu porsi pun cukup. Maka sesungguhnya nasi goreng adalah menu berat, yang lebih pas dikonsumsi siang hari.

Ihwal nasi goreng dalam berbagai literatur berasal dari Yangzhou, kota di sisi timur provinsi Jiangsu. Pertama kali dikenalkan di zaman dinasti Sui (589-618 SM). Menu nasi goreng di era ini terbilang lumayan mewah, yaitu nasi yang dilengkapi potongan daging babi panggang, udang, beserta kacang polong dan irisan daun bawang. Komposisi inilah yang dianggap standar orisinal nasi goreng di seluruh dunia.

Nasi goreng orisinal di dunia versi Yangzhou China

Namun ketika nasi goreng melakukan perjalanan menjelajahi dunia, standar tersebut sudah berubah. Terlebih ketika memasuki wilayah negara dengan mayoritas muslim. Di Brunei misalnya, nasi goreng berasimilasi dengan bumbu lokal. Salah satunya adalah belutak. Belutak terbuat dari daging sapi cincang asin yang dimasukkan ke dalam selubung usus kecil sapi atau kerbau. Kelak kemudian dikenal dengan nama nasi goreng belutak. Di negeri kecil ini juga dikenal nasi goreng ikan asin yang justru paling digemari.

Di Indonesia, ditengarai nasi goreng masuk lewat kerajaan Sriwijaya di abad 10 oleh para pedagang Tiongkok. Masuk ke Jawa ketika Majapahit menguasai nusantara di abad 15. Sebelum itu, nasi yang sudah menjadi makanan utama masyarakat hanya digunakan untuk makan sehari-hari. Jika tersisa lantas dijemur di bawah sinar matahari menjadi keras untuk kemudian dikonsumsi sebagai intip atau rengginang.

Masuknya kultur memasak dari Tiongkok itu, membuat nasi bisa dioleh kembali keesokan harinya tanpa dijemur. Ketika itu, nasi goreng belum dicampur dengan kecap. Kelak dari Tiongkok pula campuran nasi goreng dikembangkan dengan campuran kecap. Kecap sendiri ditemukan pada sekitar abad II.

Persinggahan pedagang Tiongkok khususnya yang ke arah selatan ikut menyumbangkan sebarannya. Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, hingga Indonesia. Maka masing-masing negara ini memiliki ciri khas yang kuat pada nasi goreng. Namun semuanya sudah bercampur-baur karena pengembangan dengan produk lokal. Nasi goreng nanas di Thailand, nasi goreng ikan asin di Malaysia, nasi goreng khas Singapura yang mengandalkan udang.

Di Indonesia, sebaran nasi goreng lebih masif dan berbaur pula dengan budaya lokal. Sampai di sini, nasi goreng memasuki babak baru. Babak di mana nasi goreng sebenarnya adalah hidangan dasar yang fleksibel dan bisa diolah memakai beragam bumbu lokal.

Di Aceh, nasi goreng diolah dengan rempah-rempah yang sangat kuat. Salah satu sampingannya adalah acar bawang merah dan emping. Di Padang olahannya mirip dengan versi Aceh. Tetapi belakangan orang bereksperimen menggunakan sambal cabe hijau sebagai bumbu dasar. Cita rasanya berbeda lagi, tetapi tetap maknyus.

Di Betawi ada dua versi. Versi Tiongkok dan versi Arab. Keduanya masih dominan dengan rasa asin, tetapi berbeda bumbu. Versi Arab lebih kuat dengan kandungan bumbu kare dengan campuran daging kambing. Ditengarai, versi nasi goreng Arab datangnya dari barat. Nasi goreng ini menggunakan minyak samin yang membuktikan bahwa pengaruhnya berasal dari Timur Tengah.

Jika Anda ke Jawa Barat, nasi goreng dioleh dengan menggunakan kunyit. Rasanya masih dominan asin. Sedangkan di Jawa, nasi goreng memiliki cita rasa lokal. Kebanyakan terasa manis seiring dengan kecocokan lidah masyarakat khususnya di kawasan Magelang, Solo dan Yogya. Di Magelang, bahkan nasi goreng bisa pula dioleh bersama mi goreng, menjadi sebuah hidangan penuh karbo yaitu nasi mawut atau nasi goreng Magelangan.

Lantas, berpindah ke timur, sampai ke Malang, nasi goreng dengan cita rasa berbeda bisa Anda temukan. Di kota ini dikenal produk saus warna merah yang bukan berasal dari bahan cabe. Melainkan pepaya. Saus pepaya yang lebih merah dari saus cabai digunakan untuk menambah rasa manis asam pada hidangan bakso atau –orang Surabaya bilang- bakwan.

Nasi goreng umumnya di Jawa biasanya menggunakan bumbu siap saji yang dibuat oleh koki. Sedangkan nasi goreng ala Malang memakai bahan dasar saus pepaya, ditambah kecap manis, serta bumbu penyedap.

Perjalanan nasi goreng terus berlangsung mengikuti zaman. Harus diakui nasi goreng adalah jenis sajian yang paling fenomenal dan terus berkembang tiada kata akhir. Berbeda dengan sajian lain dari Eropa yang jarang mengenal fleksibilitas dan mengikuti era baru. Ini karena gaya Eropa selalu menjaga betul orisinalitasnya.

Sementara nasi goreng bukan lah kuliner kelas bangsawan. Maka, ia bisa menjadi apa saja. Nasi adalah bahan makanan yang bisa diolah dengan dan dalam bentuk apapun. Berbeda dengan gandum atau bahan makanan utama lainnya. Tidak pula harus berwarna merah sebagai akibat dari bumbu dasar bawang. Ada pula yang kuning, putih, bahkan hitam. Nasi goreng versi hitam adalah akibat percampuran dengan kawasan pantai. Ini adalah nasi goreng dengan menggunakan tinta cumi.

Adalah kreativitas yang mengantarkan nasi goreng sebagai salah satu hidangan paling variatif di dunia. Jika biasanya nasinya yang ditimpa telur dadar atau telur mata sapi, atas nama kreatif jadilah nasi goreng amplop. Ya, ini adalah julukan untuk nasi goreng yang disajikan di dalam telur dadar.

Nasi mawut, nasi goreng versi Magelang

Buat para vegie, nasi goreng disajikan dengan beragam sayur. Di hotel bahkan seperti nyaris seragam soal nasi goreng. Yaitu, nasi goreng dengan “rekanan” dua tusuk sate ayam, telur mata sapi yang kuningnya masih setengah matang, acar dari ketimun dan wortel, serta kerupuk udang. Di keretaapi, taruhan, menu yang paling dicari penumpang dan paling legendaris adalah nasi goreng.

Nasi goreng dalam konteks anak muda milenial, adalah menu yang dilengkapi dengan sejumlah hidangan lauk frozen kesukaan milenial. Apa itu? Sosis, baso, udang, daging ayam, dicampur jadi satu kemudian memiliki nama nasi goreng gila.

Bahkan yang lebih gila lagi, di Bali harga sepiring nasi goreng di sebuah hotel bintang lima bisa menembus Rp 1,7 juta. Ini sama saja, Anda mengundang 100 orang makan malam bersama dengan menu nasi goreng ati-ampela. (*)

Back to top button