Polandia Bongkar Monumen Perang Dunia II untuk Tentara Uni Soviet, Rusia Marah

- Masih ada 40 monumen Perang Dunia II untuk Tentara Merah yang harus dirobohkan.
- Alasan yang digunakan untuk membongkar monumen itu bikin telinga Kremlin merah.
JERNIH — Polandia membongkar empat monumen Perang Dunia II untuk tentara Uni Soviet yang gugur, dengan alasan Tentara Merah memperbudak Polandia tahun 1945. Kremlin marah dan menyebut Warsawa melakukan kebohongan mengerikan.
Pembongkaran terjadi Kamis 27 Oktober di kota Glubczyce, Byczyna, Staszow, dan Bobolice, di utara Polandia.
Karol Nawrocki, kepala Institut Peringatan Nasional (PN) Polandia, berdiri di salah satu monumen sebelum diruntuhkan dan mengatakan; “Ini adalah monumen kebohongan.”
Uni Soviet, masih menurut Nawrocki, tidak membawa kebebasan pada tahun 1945. “Mereka membawa perbudakan baru,” katanya.
Kremlin mengutuk tindakan Warsawa. Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, mengatakan alasan Polandia membongkar monumen-monumen itu adalah kebohongan mengerikan.
“Begitu banyak warga Uni Soviet tewas untuk membebaskan Polandia dari pendudukan Nazi Jerman,” katanya.
Peskov menuduh Polandia membodohi generasi muda, dengan menebar kebohongan dan memprovokasi kebencian terhadap Rusia.
Moskwa berkeras Tentara Merah membebaskan Polandia dari pendudukan Nazi. Pejabat Polandia percaya negara mereka adalah sasaran komunis, yang menindas selama beberapa dekade.
Tahun 2016 Polandia mengeluarkan undang undang yang mewajibkan otoritas lokal menghapus obyek dan nama yang berbau komunisme atau sistem totaliter.
Dorongan itu menemukan momentumnya setelah invasi Rusia ke Ukraina, Februari 2022.
Sejauh ini Polandia telah menghancurkan 20 monumen peringatan Uni Soviet. “Masih ada 40 mnumen lagi untuk diruntuhkan,” kata Nawrocki kepada surat kabar Gazeta Pomorska.
Latvia dan Estonia, dua dari tiga negara Baltik, melakukan hal serupa; menghapus semua peringatan era Uni Soviet. Moskwa secara konsisten mengutuk tindakan itu.