Crispy

Seruan Boikot Olimpiade Beijing 2022

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Rabu (03/02) bahwa pihaknya “sangat terganggu” oleh laporan pemerkosaan sistematis dan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp “edukasi ulang” etnis Uighur di wilayah Xinjiang dan mendesak ada konsekuensi serius atas kekejaman tersebut.

JERNIH—Sekelompok aktivis anti-Cina di Jepang Kamis (04/02) menggelar konferensi pers dan mendesak boikot Olimpiade Beijing 2022.  Olimpiade Musim Dingin Beijing dijadwalkan akan dimulai pada 4 Februari 2022, hanya enam bulan setelah Olimpiade Musim Panas Tokyo, yang diundur satu tahun karena pandemi COVID-19.

Sebelum ajang olahraga itu terlaksana, Komite Olimpiade Internasional (IOC) telah mendapat banyak tekanan dari para pengritik catatan pelanggaran hak asasi manusia Cina.

“IOC dengan bodohnya memutuskan untuk mengadakan Olimpiade dan Paralimpiade musim dingin di Beijing (jadi) kami terpaksa angkat bicara,” kata Kalden Obara, Presiden Komunitas Tibet saat konferensi pers di Tokyo, Jepang.

“Jika Cina tidak menghentikan pelanggaran hak asasi manusia di Tibet dan wilayah tetangganya, Cina seharusnya tidak diizinkan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing,”kata dia, menambahkan.

Sebuah koalisi yang terdiri dari 180 kelompok hak asasi mendukung aksi boikot Olimpiade Beijing. Hidetoshi Ishii, Wakil Presiden Aliansi Indo-Pasifik Bebas, meminta negara-negara, termasuk Amerika Serikat (AS), untuk sama-sama bertindak.

“Ini bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan Jepang, jadi kami ingin komunitas internasional bertindak bersama,” kata Ishii. “Kami ingin pemerintahan Biden yang baru dilantik, bergabung dengan kami.”

Di antara para aktivis yang mengikuti konferensi pers tersebut, juga hadir seorang juru kampanye demokrasi dari Hong Kong dan perwakilan dari kelompok yang disebut Kongres Mongolia Selatan.

Isu Uighur dan ketidakpastian AS

Catatan pelanggaran hak asasi manusia Cina selama bertahun-tahun menjadi sumber perselisihan dengan pemerintah Barat. Cina secara rutin menolak kecaman Barat tentang catatan pelanggaran tersebut.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Rabu (03/02) bahwa pihaknya “sangat terganggu” oleh laporan pemerkosaan sistematis dan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp “edukasi ulang” etnis Uighur di wilayah Xinjiang dan mendesak ada konsekuensi serius atas kekejaman tersebut.

Sekelompok senator AS mengatakan Beijing harus dicabut haknya sebagai tuan rumah Olimpiade, meskipun Gedung Putih mengisyaratkan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melarang atletnya berpartisipasi dalam Olimpiade Beijing 2022.

“Kami saat ini tidak sedang membicarakan tentang mengubah postur atau rencana yang berkaitan dengan Olimpiade Beijing,” kata Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki, dalam jumpa pers pekan ini.

Cina telah menolak seruan semacam itu dan menggambarkannya sebagai sikap yang “sangat tidak bertanggung jawab” dan bermotif politik.

Optimisme Cina

Pada bulan lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan “Kami tidak hanya akan menjadi tuan rumah ekstravaganza Olimpiade Musim Dingin yang sukses, tetapi juga Olimpiade yang spektakuler dengan karakteristik unik.”

Cina berharap Olimpiade Beijing akan meningkatkan popularitas olahraga musim dingin di dalam negeri dan menunjukkan citra positif di luar negeri. Tetapi isu pelanggaran hak asasi manusia etnis Uighur menjadi sorotan dunia internasional.

Sophie Richardson, Direktur Human Rights Watch di Cina mengatakan lingkungan hak asasi yang sudah buruk, semakin memburuk “secara eksponensial” sejak Olimpiade Beijing 2008. “Minimal IOC harus jujur dalam konteks penyelenggaraan Olimpiade,” tuntutnya.

Namun peningkatan kasus infeksi corona termasuk di ibu kota Beijing telah membuat Partai Komunis yang berkuasa di Cina gelisah.

Panitia penyelenggara lokal tidak bersedia memberikan tanggapan tentang bagaimana pandemi yang sedang berlangsung dapat berdampak pada Olimpiade, termasuk kemungkinan pelarangan kehadiran penonton.

Dalam sebuah pernyataan kepada AFP, OIC menjelaskan pihaknya “mengidentifikasi skenario yang mungkin dihadapi di Beijing tahun depan.”

Sebuah “satuan tugas” termasuk pejabat IOC, Cina, dan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO “sedang memantau dengan cermat situasi kesehatan global, kemajuan dan distribusi vaksin, metode pengujian dan perkembangan kesehatan, serta kebersihan utama lainnya dalam kaitannya dengan COVID-19,” ujar pernyataan IOC itu. [Reuters/AFP/Deutsche Welle]

Back to top button