Crispy

Seto Mulyadi: Perlu Desain Perlindungan Anak dari Virus Intoleransi dan Radikalisme

“Dengan menanamkan pada anak-anak bahwa setiap anak itu berbeda, unik, otentik dan tak terbandingkan. Sehingga anak-anak itu dari kecil belajar dan diajarkan untuk saling menghargai perbedaan”

JERNIH – Desain perlindungan terbaik bagi anak dari serangan virus radikal terorisme, adalah dengan menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman sejak dini kepada anak.

Demikian dikatakan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI),  Seto Mulyadi, di Jakarta, Kamis (21/7).

“Dengan menanamkan pada anak-anak bahwa setiap anak itu berbeda, unik, otentik dan tak terbandingkan. Sehingga anak-anak itu dari kecil belajar dan diajarkan untuk saling menghargai perbedaan,” ujarnya.

Dengan cara demikian, maka setelah dewasa anak tidak akan memaksakan kehendaknya atau keinginannya sendiri. Namun akan bisa menghargai pandangan dan perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi kelompok radikal terorisme kini menyasar anak-anak, sebab mudah dipengaruhi, dibohongi, dan diputarbalikkan sesuatu hal atas tindakan kelompok tersebut (radikal).

Baca Juga: Narasi Presiden Jokowi Tiga Periode, Pembiaran yang Anti-Etika

Ia mengkritisi fakta bahwa radikalisme pada anak justru datang dari dunia Pendidikan, baik informal maupun formal pada sekolah-sekolah yang didesain khusus untuk kaderisasi kelompok yang menginginkan ideologi selain Pancasila.

Karenanya, yang harus diwaspadai dalam memilih sekolah atau lembaga pendidikan agar para orang tua tidak salah pilih dalam menyekolahkan anaknya.

Disamping itu, harus menjadi tanggungjawab bersama, tidak hanya Keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak, namun juga lembaga pendidikan formal, para guru, dan masyarakat harus menyadari urgensi  menjaga anak dari pengaruh paham radikal.

“Ibaratnya dalam melindungi anak ini perlu orang sekampung. Pertama adalah keluarga, orang tua dalam hal ini. Kedua adalah sistem pendidikan di sekolah dan para guru. Kemudian yang ketiga adalah juga masyarakat luas untuk saling melindungi anak-anak kita. Dan kemudian berikutnya yang kelima adalah pemerintah,” katanya.

Untuk memaksimalkan perlindungan anak, lanjut Seto, perlu juga ditanamkan rasa percaya diri, bersyukur, dan menghargai diri sendiri serta orang lain, agar tidak mudah terbawa pengaruh virus radikalisme.

“Dalam keluarga mohon dibiasakan orang tua juga tidak memaksakan suatu prestasi tertentu,” kata dia.

Orang tua harus paham dan menghargai bahwa setiap anak cerdas pada bidangnya masing-masing. Semisal pintar matematika, menyanyi, pintar menari, menggambar, pintar dan sebagainya. 

“Potensi-potensi yang dimiliki masing masing anak seperti itu yang harusnya orang tua juga bisa menghargai,” katanya.

Untuk itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga melakukan upaya nyata guna melindungi anak dari paham tersebut, yakni dengan memberikan penyuluhan bagi para orang tua, guru, dan remaja mengenai pentingnya membangun karakter anak sejak dini, yaitu Karakter Profil Pelajar Pancasila.

“Pertama akhlak mulia, kemudian kebhinekaan global, dimana anak dituntut untuk dapat mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitas, namun tetap berpikiran terbuka ketika berinteraksi dengan budaya lain,” ujar dia.

Ketiga, gotong royong, mandiri, dan kritis, dimana anak-anak diharapkan dapat mengasah kreativitas dengan menerapkan pemikiran kritis yang kemudian diolah menjadi inovasi baru yang bermanfaat bagi banyak orang, dan kreatif.

“Selain itu kami juga aktif mengadakan seminar, webinar dan talk-show. Dimana hal itu kami lakukan dengan  bekerjasama beberapa Kementerian dan Lembaga Pemerintah,” kata dia.

Dalam memaksimalkan upaya LPAI dalam perlindungan anak dari virus radikalisme, pihaknya juga akan bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai stakeholder dalam penaggulangan paham radikal terorisme dan intoleransi di Indonesia.

“Karena bagaimanapun juga kita semua wajib untuk melindungi anak-anak kita dari paham berbahaya tersebut,” katanya.

Back to top button