CrispyVeritas

Tilly Norwood, Aktris AI Ini Bikin Guncang Hollywood

Ia tak bernapas, tak punya masa lalu, tapi wajahnya muncul di layar jutaan orang. Diciptakan oleh algoritma, disukai oleh publik, dibenci oleh aktor manusia.

JERNIH – Ketika lampu sorot Hollywood mulai bergeser dari wajah-wajah manusia menuju algoritma, muncullah satu nama yang mengguncang industri perfilman global — Tilly Norwood. Ia cantik, muda, berbakat, dan selalu tampil sempurna. Namun, di balik pesonanya, tak ada denyut nadi, tak ada napas, tak ada masa lalu — karena Tilly Norwood bukan manusia. Ia adalah aktor buatan kecerdasan artifisial (AI), ciptaan laboratorium digital bernama Xicoia, bagian dari perusahaan produksi Particle6, yang dipimpin oleh aktris sekaligus produser asal Belanda, Eline Van der Velden.

Tilly pertama kali diperkenalkan ke publik pada tahun 2025, lewat proyek sketsa komedi berjudul AI Commissioner. Dalam kisahnya, Tilly berperan sebagai calon aktris muda berbasis di London yang menyukai shopping dan iced coffee — gambaran ringan yang sengaja dirancang untuk mendekatkan karakter ini dengan generasi muda.

Namun di balik wajah manis dan suara yang terdengar alami, Tilly sepenuhnya diciptakan oleh rangkaian model AI multimodal. Setiap ekspresi, intonasi, hingga gestur tubuhnya adalah hasil penggabungan teknologi gambar, suara, dan animasi yang dirangkai secara algoritmik. Tidak ada manusia di balik penampilannya — hanya kode, data, dan visi tentang masa depan hiburan digital.

Menurut Van der Velden, Tilly bukanlah eksperimen untuk menggantikan aktor manusia, melainkan “karya kreatif baru” — media alternatif untuk bercerita di era teknologi tinggi. Ia bahkan menyebut bahwa Tilly bisa menghemat hingga 90 % biaya produksi, sebuah daya tarik besar di tengah industri film yang kian mahal dan kompetitif.

Inovasi Mengundang Kontroversi

Namun, kehadiran Tilly bukan tanpa badai. Sejak kemunculannya, para aktor, serikat pekerja, dan pengamat seni menyorotinya dengan nada waspada.

Banyak yang menuduh bahwa wajah Tilly dibangun dari gabungan ratusan wajah wanita nyata tanpa izin. Aktris Mara Wilson, misalnya, menuduh pencipta Tilly melakukan “pencurian wajah secara digital.” Kritik serupa datang dari SAG-AFTRA, serikat aktor terbesar di Amerika Serikat, yang menilai bahwa model seperti Tilly “dilatih menggunakan karya seniman dan aktor nyata tanpa kompensasi maupun izin.”

Lebih dalam lagi, banyak yang menilai bahwa meski Tilly bisa tersenyum dan menangis sesuai perintah, ia tak bisa merasakan alasan di balik emosi itu. Sutradara Reed Morano bahkan menegaskan, ““Aktor AI tidak memiliki pengalaman hidup — tidak ada petunjuk cerdas yang dapat meniru efek kemanusiaan dan jiwa sejati.”

Di dunia yang dibangun atas empati, luka, dan pengalaman manusia, Tilly adalah cermin kosong — refleksi sempurna tanpa jiwa.

Ancaman bagi Dunia Akting?

Kritikus industri menilai bahwa proyek ini bukan sekadar eksperimen teknologi, tetapi juga sinyal perubahan besar dalam ekosistem seni peran. Jika Tilly dapat dipasarkan, disewa, dan dimodifikasi sesuai kebutuhan produser, apa yang tersisa bagi aktor manusia?

Bayangkan: seorang produser bisa menciptakan bintang film yang tidak menua, tidak menuntut gaji, tidak terkena skandal, dan bisa bekerja 24 jam tanpa lelah. Keuntungan finansial dan efisiensi produksi terlihat menggoda. Namun, di balik semua itu, muncul pertanyaan etis:

Apakah seni masih bernilai ketika seluruh emosi yang tampil di layar adalah hasil simulasi komputer?

Di sisi lain, Eline Van der Velden menolak tuduhan bahwa Tilly adalah ancaman. Menurutnya, Tilly hanyalah alat bantu kreatif, bukan pengganti manusia. Ia menyebut bahwa banyak karya seni besar di masa depan justru akan lahir dari kolaborasi antara seniman dan AI, bukan kompetisi. “Kreativitas manusia tetap menjadi pusat,” ujarnya dalam wawancara dengan Vanity Fair.

Tilly Norwood telah membuka bab baru dalam sejarah perfilman — bab yang penuh pesona sekaligus ketakutan. Bagi sebagian orang, ia adalah simbol kemajuan teknologi; bagi yang lain, ia adalah pertanda berakhirnya keaslian manusia dalam seni.

Tak heran bintang-bintang papan atas seperti Emily Blunt, Natasha Lyonne, dan Whoopi Goldberg menentang habis-habisan. Aktris dan pembuat film Natasha Lyonne, yang dikenal karena peran utamanya dalam Poker Face, Orange Is the New Black, dan Russian Doll, mengatakan siapa pun yang bekerja dengan Norwood harus diboikot.

“Agensi bakat apa pun yang terlibat dalam hal ini harus diboikot oleh semua serikat,” kata Lyonne. (*)

BACA JUGA: Rory Sykes, Seleb Hollywood yang Jadi Korban Kebakaran Hutan Los Angeles

Back to top button