Dum Sumus

Cerita Puan, KD, Nana Krit, Tuti, Rahmi, Kebaya Tak Menghambat Aktivitasnya

Sebagai busana, kebaya sebenarnya memang sama sekali tak membatasi gerak perempuan sepanjang dibuat dengan tekstil yang nyaman.

JERNIH-Peringatan Hari Ibu di DPR RI tahun ini diperingati secara berbeda. Sejak pagi terlihat puluhan perempuan mengenakan kebaya hadir di Senayan. Mereka dijadwalkan bertemu dengan Ketua DPR Ri, Puan Maharani dan anggota legislatif lainnya.

Para perempuan pecinta kebaya yang tergabung dalam Kebaya Foundation dipimpin Tuti Roosdiono, melaporkan jika sejak pertengahan tahun lalu mulai memperjuangkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia di UNESCO. Sejarah yang merentang panjang mengiringi perjalanan kebaya sebagai busana perempuan Indonesia, membuatnya layak diperjuangkan oleh perempuan Indonesia.

“Selain mengupayakan kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO, kami juga ingin pemerintah mendedikasikan satu hari sebagai Hari Kebaya yang masuk dalam agenda hari penting nasional seperti halnya hari batik yang dicanangkan pada 2009 silam,” kata Tuti Kamis (23/12) pekan lalu, saat merayakan Hari Ibu bersama

Lebih dari 20 orang perempuan mengenakan kebaya kutubaru bermotif bunga yang dipadankan dengan batik sogan hadir dalam acara yang adakan di lobby Nusantara di Gedung DPR RI. Penyanyi Krisdayanti atau biasa disapa KD yang kini menjadi anggota Komisi IX DPR RI bersama Tuti Roosdiono juga hadir dalam acara tersebut.

Gerakan berkebaya diluncurkan pada 9 Juli 2019 oleh sejumlah perempuan pencinta kebaya yang tergabung dalam Komunitas Kridha Dhari dan pegiat berkebaya yang tergabung dalam Komunitas Perempuan Berkebaya. Mereka memulai kampanye dengan gerakan #SelasaBerkebaya. Inisiatif itu mendapat sambutan baik dari masyarakat luas.

Salah satu anggota legislatif yang ikut gerakan #SelasaBerkebaya adalah KD yang menyebut banyak kawannya sesama anggota legislatif yang mendukung #SelasaBerkebaya.

“Saya dan juga teman-teman perempuan di fraksi PDI Perjuangan juga mendukung dan ikut berpartisipasi meramaikan gerakan Selasa Berkebaya yang mulai digagas pada 2019 lalu. Jadi, tiap Selasa, kami ke kantor dan beraktivitas dengan mengenakan kebaya,”. Menurut KD, kebaya yang biasa dikenakannya dengan padanan kain sama sekali tak menghambat aktivitasnya.

“Kita harus menghapus pikiran bahwa kebaya itu repot dan menyusahkan untuk dikenakan,” katanya bersemangat

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi termasuk yang aktif berpartisipasi dan mengaungka dalam gerakan #SelasaBerkebaya. Gerakan itu juga dijalankan di kementerian yang dipimpinnya.

Bahkan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun mengimbau para pegawai perempuan di kementeriannya mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan ini.

Beberapa tahun terakhir, ketertarikan perempuan Indonesia untuk kembali mengenakan kebaya untuk beraktivitas sehari-hari makin terlihat.

Rahmi Hidayati, yang merupakan salah seorang inisiator Komunitas Perempuan Berkebaya, mengenakan kebaya dalam berbagai aktivitasnya, bahkan ketika ia mendaki gunung. Rahmi bersama Tuti kemudian mendirikan Yayasan Kebaya.

Nana Krit, model senior yang di masa remajanya menjadi salah seorang penari di Swara Mahardika (SM), yang dipimpin Guruh Sukarno Putra, mengisahkan pengalamannya mengenakan kebaya naik kendaraan umum.  

“Sejak remaja di dekade 80an, saya sudah terbiasa berkebaya karena sering menari bersama SM. Saat latihan dan pentas, kami biasa bergerak dinamis meskipun berkebaya, berkain dan bersanggul. Sepulang latihan atau pentas, bila kami harus pulang dengan kendaraan umum, ya itu kain dan kebayanya tetap dipakai. Jalan ramai-ramai, tak jarang kami jadi tontonan orang yang merasa aneh melihat anak-anak muda berkain kebaya,” Nana mengenang sambil tertawa.

Hal paling epik yang pernah dilakukannya, menurut Nana adalah ketika Guruh mengajak anak-anak didiknya pergi ke disko dengan kain dan kebaya.

“Kami tentu saja kaget dan tadinya tak setuju dengan ide itu. Tapi Mas Guruh bilang, kami tak seharusnya malu mengenakan kain dan kebaya ke mana pun untuk acara apa pun, karena kebaya itu warisan budaya yang harus kita rawat dan hidupkan agar tak hilang dari peradaban”.

“Ucapan Mas Guruh itu melekat sekali di hati saya sampai sekarang,” kata Nana yang tak ragu mengemudikan mobilnya sambil mengenakan kebaya pakem lengkap dengan sanggul menempel di kepala.

“Saya tak merasa repot sama sekali,” katanya.

Puan Maharani pagi itu tampil anggun dalam balutan kebaya panjang berwarna putih kebiruan dengan kutubaru dipadankan batik sutera warna tanah serta angkin cinde menyembul dari balik bef kebayanya.

“Kain dan kebaya ini membuat saya, dan mungkin juga ibu-ibu semua merasa anggun dan lembut,” katanya disambut tepuk tangan dan anggukan kepala tanda setuju dari para perempuan berkebaya.

Puan juga mengatakan, mendukung segala upaya Tuti dengan Yayasan Kabaya dan para aktivis komunitas kebaya lain untuk melestarikan kebaya, termasuk memperjuangkan kebaya menjadi warisan budaya tak benda dari Indonesia dan agar Indonesia memiliki hari kebaya. (tvl)

Back to top button