POTPOURRI

Erdogan: Dipuja Muslim Dunia,tak Laku di Mata Anak Muda Turki

Generasi (Gen) Z’ Turki banyak yang kecewa pada Erdogan dan partainya. Gen Z Turki memiliki keinginan untuk hidup di negara moderen, bebas dan demokratis, peduli lingkungan, empatik, kompetitif, dan tidak tertarik pada nilai-nilai konservatif. Di sisi lain, Erdogan berkeinginanmenciptakan tatanan masyarakat baru yang disebut sebagai “generasi saleh” dengan pendidikan sebagai senjata utamanya.

Jernih.Co — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sedang dielu-elukan dunia. Tindakannya mengembalikan status dan fungsi Hagia Sopia sebagai mesjid seperti keping mata uang, di satu sisi mendapat banyak kecaman, namun juga menuai banyak pujian muslim dunia. Sebagaimana nasib pemimpin negara pada umumnya, Erdogan  dicintai sekaligus dibenci.

Namun, ketika mantan Perdana Mentri Turki itu memiliki banyak “fans” dari kalangan muda-mudi muslim di berbagai belahan  dunia, termasuk di Indonesia, bagaimana kaum muda Turki sendiri menilai presiden mereka?

Dinukil dari Tirto.id, pada 26 Juni 2020, ketika Presiden Erdogan menyapa anak-anak yang akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi via live streaming di YouTube, kolom komentar banjir kritik dan ungkapan kemarahan kaum muda Turki.

Mereka mengatakan tidak akan memilih Erdogan atau partainya lagi kelak. Karena saheng, pihak kepresidenan lantas menutup kolom komentar tersebut.

Aksi protes tak sampai di sana. Tagar #OyMoyYok sempat mewabah di jagat Twitter Turki. Tagar itu dapat dimaknai “tidak ada suara untuk Anda”. Beberapa hari setelahnya, Sang Presiden berencana membuat regulasi bidang siber yang memungkinkan pemerintah mengontrol, bahkan menutup akses, media sosial.

Gelombang protes ini dipicu sikap pemerintah yang beberapa kali mengganti jadwal ujian masuk perguruan tinggi. Perubahan terakhir, ujian yang awalnya dijadwalkan pada akhir Juli 2020, dimajukan menjadi akhir Juni 2020.

Para siswa menduga hal ini merupakan siasat pemerintah untuk mendongkrak sektor pariwisata Turki yang lesu dihajar pandemi COVID-19. Dengan memajukan sebulan lebih awal, para siswa punya waktu berlibur dan berwisata meski ditengah ancaman penularan virus SARS-CoV-2.

“Sangat mengerikan bahwa ekonomi dan industri pariwisata mencapai popularitas di atas kesehatan kita,” kata Asli yang berusia 19 tahun, dikutip dari Deutsche Welle (DW).

Tetapi, seperti sikap pemerintah mana pun pada umumnya terhadap kritik, Turki membantah tudingan tersebut.

‘Generasi (Gen) Z’ Turki banyak yang kecewa pada Erdogan dan partainya  karena menganggap kebijakan-kebijakan yang diproduksi pemerintah kurang relevan dengan aspirasi dan kehendak mereka.

Imbasnya, ketika pemilu nanti mereka diprediksi tidak akan memberikan suaranya untuk  Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkimna Partisi/AKP), partainya penguasa Turki itu. 

Menurut Direktur Eurasia Public Opinion Research Centre Kemal Ozkiraz, sebagian besar anak muda yang lahir antara tahun 1995-2010 lebih menyukai partai-partai yang bersebrangan dengan AKP. Di sisi lain, afiliasi muda-mudi itu ke partai ultranasionalis juga lebih tinggi dibanding partai mesin politik Erdogan tersebut.

Anak-Anak yang Membangkang pada Ayah Sendiri

Begitu dewasa, generasi yang lahir di pertengahan tahun 1990-an ini tak hanya akrab dengan gawai, namun juga menyaksikan bagaimana Erdogan berkuasa di Turki sejak 2003 ketika ia menjabat perdana menteri.

Mereka bisa disebut “anak-anak Erdogan”. Namun, alih-alih loyal, mereka justu cenderung membenci dan membangkang kepada “ayah sendiri”.

Kebijakan-kebijakan Erdogan dipandang kurang cocok, bahkan bertolak belakang, dengan keinginan muda-mudi Turki itu. Sejumlah lembaga sosial politik di Turki telah mengidentifikasi karakteristik menonjol dari anak muda Turki.

Hasilnya, anak-anak muda Turki dianggap memiliki keinginan untuk hidup di negara moderen, bebas dan demokratis, peduli lingkungan, empatik, kompetitif, dan tidak tertarik pada nilai-nilai konservatif.

Sebuah riset justru menunjukan hal sebaliknya telah dilakukan Erdogan sejak 2012. Sebuah paparan di Foreign Policy yang dibuat oleh Gonul Tul (Direktur Middle East Institute’s Centre for Turkish Studies) dan Ayca Alemdaroglu (direktur asosiasi program Turki di Stanford University) menyatakan bahwa sejak tahun itu Erdogan memulai sebuah proyek ambisius untuk menciptakan tatanan masyarakat baru yang disebut sebagai “generasi saleh” dengan pendidikan sebagai senjata utamanya

Triliunan rupiah digelontorkan untuk menambah jumlah sekolah menengah Imam Hatip dan pendidikan agama dalam bentuk lainnya.

Awalnya, Sekolah Imam Hatip adalah semacam sekolah kejuruan untuk melatih dan mencetak para pemuda menjadi imam dan pengkhotbah. Banyak sekolah umum yang dikonversi menjadi Imam Hatip.

Selain itu, para guru, siswa, dan orang tua di Sekolah Imam Hatip tersebut membentuk jaringan komunitas yang terhubung ke AKP dan lembaga pemerintah.

Masih dalam rangka menciptakan “generasi saleh”, di sekolah umum yang masih tersisa, jumlah jam pelajaran agama ditambah dan sejak tahun 2017 Turki melarang teori evolusi diajarkan di sekolah-sekolah.

Namun, meski program ini dijalankan secara gencar, bukannya generasi saleh versi pemerintah yang didapat. Alih-alih saleh, ateisme di kalangan muda-mudi Turki justu makin menjamur.

Pada 2018, BBC merilis sebuah laporan mengenai kegalauan kaum muda Turki prihal agama dan keyakinan mereka. Beberapa di antaranya terang-terangan mendaku ateis.

Sebuah lembaga riset sosial-politik bernama Konda membuat survei terkait hal ini. Hasilnya, jumlah masyarakat Turki yang mendaku sebagai ateis meningkat tiga kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir.

Laporan lainnya dari Social, Cultural and Economic Research Centre (SEKAM), sebuah lembaga riset pro pemerintah, menunjukan bahwa banyak kaum muda Turki yang terlibat konsumsi narkoba dan alkohol, menikmati seks di luar nikah, serta keinginan untuk tinggal di luar negeri.

Gen Z di Turki jumlahnya cukup besar, yakni 39 persen dari jumlah total penduduk atau sekitar 31,9 juta jiwa. Dari jumlah itu, lima juta orang di antaranya akan memiliki hak pilih perdananya pada pemilu Turki 2023 nanti.

Jumlah ini akan menjadi mamala jika AKP gagal meraih simpati mereka menjelang pergantian kekuasaan Turki kelak. [*]

Back to top button