Indonesia Upayakan Jalur Rempah Nusantara jadi Warisan Dunia
Nusantara mengubah dunia melalui rempah, sebab 60 persen rempah yang ada di dunia berasal dari Bumi Nusantara. Kini jalur kuno perdagangan itu akan didaftarkan ndonesia ke PBB sebaqgai warisan dunia.
Jernih — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan kesiapannya mendaftarkan Jalur Rempah sebagai salah satu warisan dunia (word heritage) ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam hal ini United Nation Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Hal ini disampaikan Ananto K. Seta kepada Antara dalam kapasitasnya selaku Ketua Komite Program Jalur Rempah Kemendikbud.
“Kita siap mengusulkan Jalur Rempah ke UNESCO pada November 2020. Jalur Rempah ini program identitas Indonesia yang selama ini banyak dilupakan orang,” terang Ananto pada Senin (21/9/2020), sebagaimana dikutip Antara.
Ananto menambahkan, Jalur Rempah tak hanya diajukan sendirian oleh Indonesia ke UNESCO. Pihaknya juga menggandeng negara-negara serumpun yang memang punya jejak dalam perdangan rempah di masa silam, seperti Srilanka, India, Madagaskar, dan Greenada.
Hal tersebut, diakuinya, bukan sekedar untuk legitimasi warisan 4.500 tahun silam. Namun, hal ini juga diharap mampu mendorong kemajuan ekonomi demi kesejahteraan masyarakat melalui program peremajaan ladang rempah, industri obat herbal serta paket wisata yang sedang diupayakan Kemendikbud.
Pemeritah melalui Kemendikbud, ditambahkan Ananto, berupaya merekonstruksi perdagangan rempah yang telah terjadi di Nusantara sejak ribuan tahun yang lalu. Dengan membangkitkan kembali Jalur Rempah melalui berbagai program, diharakan perekonomian dan kesejahteraana masyarakat, khususnya di daerah yang termasuk Jalur Rempah, dapat meningkat.
Menurut Ananto, setidaknya ada dua alasan mengapa Jalur Rempah harus kemabali dibangkitkan. Pertama, alasan rempah-rempahnya itu sendiri. Ananto menyatakan bahwa Nusantara adalah satu-satunya tempat di dunia yang dipilih Tuhan sebagai tempat tumbuhnya rempah tertentu.
“Contohya pala di Pulau Banda, Provinsi Maluku, dan cengkih di Ternate [Maluku Utara]. Pala dan cengkih itu turut berkontribusi pada sejarah peradaban dunia,” paparnya.
Kedua, jalur rempah merupakan cikal bakal perdagangan komoditas lintas pulau. Kegiatan pelayaran yang dimulai dari timur ke barat itu melibatkan beragam suku dari berbagai daerah.
Ketika berlayar, nenek moyang kita singgah di tempat-tempat tertentu sepanjang jalur pelayaran. Di titik singgah itulah asimilasi budaya banyak terjadi. Tak hanya di daerah-daerah yang kini termasuk wilayah Indonesia, persinggahan itu juga terjadi di tempat-tempat di sejumlah negara. Jejak kebudayaan inilah yang dipandang penting sebagai salah satu sumbangsing Nusantara bagi peradaban dunia.
Program ini sebenarnya telah digagas sejak lama. Namun, tahun 2020 mulai digalakan kembali. Diakui Ananto, program ini dilakukan setahap demi setahap. Tahun 2020 ditetapkan sebagai masa “awareness”. Pada periode ini, titik fokusnya adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap Jalur Rempah melalui berbagai kegiatan sosialisasi, baik menggunakan media film, kegiatan seminar, dan lain sebagainya.
Setelah dinilai target tercapai dalam arti masyarakat memiliki kesadaran, barulah pihak-pihak lain seperti pemerintah daerah atau lintas kementerian, berkerjasama dalam orkestrasi yang proporsional, di antaranya melalui program peremajaan lading-ladang rempah, industri herbal, maupun promosi paket wisata.
Sebenarnya, jika pandemi COVID-19 tak melanda, Ananto dan jajarannya telah merencanakan pelayaran sebagai rekonstruksi perjalanan Jalur Rempah. Rutenya akan dimulai dari timur menuju arah barat sampai ke beberapa negara. Perjalanan ini akan dinarasikan dalam perspektif Indonesia-sentris.
“Tahun ini sebetulnya akan [ada] pelayaran rekonstruksi jalur dengan menggunakan KRI Dewaruci dan KRI Bima Ruci milik TNI, tetapi dibatalkan karena pandemi COVID-19. Mudah-mudahan tahun 2021 bisa terlaksana,” terangnya.
Jalur Rempah sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut jalur pedagangan rempah-rempah asal Nusantara yang telah sejak lama menjadi komoditas dagang dengan bangsa asing. Bisa dibilang, Nusantara mengubah dunia melalui rempah sebab 60 persen rempah yang ada di dunia berasal dari Bumi Nusantara.
Zaman dahulu, selain sebagai penyedap makanan, rempah-rempah juga digunakan pengharum ruangan dan obat. Beberapa rempah bahkan digunakan digunakan sebagai pengawet mayat (mumi) dan kosmetik. Dengan segudang manfaat ini, rempah menjadi komoditas yang sangat berharga.
Bahkan sebelum Eropa mencapai Nusantara, ketika mereka masih mendapat rempah dari “tangan kedua”, yaitu melalui pedagang asal Asia Selatan, pala, lada, dan cengkih, yang tumbuh subur dan melimpah di Maluku, disebut-sebut lebih berharga dari emas.
Namun, popularitas Jalur Rempah kalah oleh Jalur Sutra. Padahal, Jalur Rempah, selain sebagai jalur perdagangan, juga menjadi titik perkembangan budaya yang penting sebab terjadi perjumpaan antara suku dan budaya yang berbeda. [ ]