
Anggota Komisi X dari PDI, Maria Yohana Esti Wijayati, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, mantan Komisioner KPAI Retno Listyarti, Profesor Karim Suryadi, hingga pakar komunikasi politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, adalah beberapa nama yang membombardir mantan Bupati Purwakarta dua periode itu (2008– 2018) secara terbuka di layar televisi. Sementara, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud menyebut KDM sebagai “gubernur konten”. Separuh kelakar, separuhnya lagi wallahu a’lam.
Oleh : Akmal Nasery Basral*
JERNIH– 1/ Malda namanya, “neng geulis” murid SMP Negeri 1 Panawangan, Ciamis. Klip videonya berjalan kaki bersama sejumlah teman sekolah melejit di media sosial yang selalu dinamis. Suara renyahnya bercampur gelak tawa manja khas remaja “Pak Dediiii …” membetot hati jutaan netizen. Menghipnotis.
Hasilnya? Malda dan kawan-kawan–termasuk beberapa orang guru–diundang ke Gedung Pakuan, kediaman resmi “Pak Dediii…”, Gubernur Jawa Barat bernama lengkap Dedi Mulyadi.
Obrolan lengkap KDM–panggilan populer sang Gubernur–dengan para siswa ditayangkan pada akun Youtube “Kang Dedi Mulyadi Channel”. Akrab, hangat, ceria, bertabur guyon, meski tetap disisipi pesan serius pentingnya berjalan kaki di pagi hari ke sekolah atau perbandingan anak-anak Indonesia dengan anak-anak Tiongkok, Jepang, Korea Selatan.
Pada hari lain, KDM menerima kunjungan Judika Samuel Sitorus, Angel, dan 30-an siswa SMA Yadika 8, Bekasi. Semua berawal dari kerja bakti murid sekolah membersihkan aliran Kali Baru, Tambun, yang kumuh penuh sampah. Kegiatan itu direkam seorang Youtuber yang sedang melintas di lokasi dan diunggahnya ke medsos. Tak dinyana, aksi tersebut menyedot perhatian KDM yang segera mengundang mereka ke Gedung Pakuan. “Semalam anak-anak nggak bisa tidur karena hari ini mau ketemu Pak Gubernur,” ungkap seorang guru yang mengawal rombongan.
Jangan bayangkan obrolan berjalan kaku formal seperti penataran P4 atau mata pelajaran Pendidikan Pancasila di kelas. Interaksi KDM dengan siswa Yadika yang mayoritas etnis Batak itu juga penuh kelakar, tanpa mengurangi keseriusan nasihat perlunya generasi muda turun langsung menjaga kebersihan lingkungan.
“Mengotori sungai itu bertentangan dengan agama tidak?” tanya KDM. “Bertentangan!” jawab murid serempak. “Mengotori sungai itu bertentangan dengan Pancasila tidak?” lanjut KDM. “Bertentangan!” kembali jawaban siswa kompak. “Nanti akan saya berikan satu perahu untuk patroli kebersihan sungai agar dikelola SMA Yadika,” KDM memberikan janji disambut tepuk tangan meriah dan senyum semringah.
2/ Sejak dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat pada 20 Februari 2025, lelaki 54 tahun yang juga kerap dipanggil Bapa Aing (“bapak saya”) oleh rakyat Jawa Barat itu langsung melakukan tindakan tegas dengan memecat Kepala Sekolah SMAN 6 Depok yang tetap menjalankan study tour siswa ke Malang, Surabaya, dan Bali, meski sudah dilarang. Bagi KDM, study tour keluar kota lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya karena menambah beban pengeluaran orang tua dari kalangan tak mampu.
Program lain berkaitan dengan pelajar yang masih mendulang kontroversi sampai tulisan ini dibuat adalah mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer. Dimulai sejak 1 Mei, sebanyak 39 orang murid SMP yang sering bolos, terlibat tawuran, kecanduan miras oplosan, ciu, dan gim online, menjalani pendisiplinan karakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Purwakarta.
Pada 6 Mei kemarin, giliran 29 orang siswa SMA dari Purwakarta, Karawang dan Subang yang dikirim ke Markas TNI Rindam (Resimen Induk Komando Daerah Militer) III/Siliwangi, Bandung, untuk menjalani program yang sama.
Secepat KDM menjalankan idenya, secepat itu pula tsunami kritik menghajarnya dengan telak. Dari tidak adanya studi kelayakan yang matang sebelum program dijalankan, terjadinya diskriminasi terhadap hak anak, sampai bentuk investasi politik untuk karier masa depan.
Anggota Komisi X dari PDI, Maria Yohana Esti Wijayati, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, mantan Komisioner KPAI Retno Listyarti, Profesor Karim Suryadi, hingga pakar komunikasi politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, adalah beberapa nama yang membombardir mantan Bupati Purwakarta dua periode itu (2008– 2018) secara terbuka di layar televisi. Sementara, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud menyebut KDM sebagai “gubernur konten”. Separuh kelakar, separuhnya lagi wallahu a’lam.
Sebagian kalangan masyarakat menilai apa yang dilakukan KDM tak lebih dari pencitraan belaka seperti pernah dilakukan seorang tokoh politik sehingga bisa mendaki jabatan publik tertinggi di republik ini. KDM bergeming, “Saya tak peduli dihujat, dibuli, diancam. Semua yang saya lakukan demi menyelamatkan generasi muda,” katanya saat bertemu dengan siswa SMA Yadika 8 di Gedung Pakuan.
Soal diancam, sebulan setelah menjabat KDM mengumumkan pemberantasan premanisme yang menurutnya semakin mengkhawatirkan di Jawa Barat. Untuk itu dibentuk Satgas Pemberantasan Preman. “Targetnya tahun ini (2025), Jabar bebas dari premanisme,” ujar KDM seperti dikutip Antara (21/3).
Kendati tak menyebut spesifik nama organisasi preman atau nama tokoh preman di Jawa Barat, tekad KDM tersebut ditanggapi Hercules (Rosario Marcal), Ketua ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, yang menyatakan akan mengirimkan 50.000 anggota GRIB Jaya untuk mengepung Gedung Sate.
Ide kontroversial KDM lainnya menyangkut vasektomi bagi pria dari kelompok miskin sebagai syarat menerima Bansos. Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei, menyebutkan vasektomi yang bersifat pemandulan permanen seperti diinginkan KDM adalah haram. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro segendang sepenarian dengan menyatakan bahwa hal itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena menyangkut hak atas tubuh sendiri.
Tulisan SKEMA kali ini tidak mendedah soal premanisme ormas atau vasektomi karena luasnya persoalan, melainkan hanya pada pola interaksi KDM dengan para pelajar saja.
3/ Untuk bisa memahami logika KDM, saya menghindari berpikir a priori. Saya memilih menonton sebanyak mungkin vlog KDM untuk mengetahui konteks lebih tepat. Hal itu saya lakukan selama sepekan terakhir sejak program dimulai 1 Mei.
Saat saya menonton pertama kali, jumlah pelanggan (subscriber) “Kang Dedi Mulyadi Channel” baru pada kisaran 5 juta. Per 7 Mei, jumlahnya sudah tembus 7 juta. Peningkatan yang signifikan dalam sepekan. Prediksi saya pada akhir Mei, jumlah subscriber bisa tembus 15 juta atau dua kali jumlah sekarang.
Dari kolom komentar setiap video, terbaca bahwa para pelanggan kanal bukan hanya warga Jabar, melainkan dari berbagai provinsi di tanah air bahkan tinggal di luar negeri. Lebih dari 95 persen mengomentari dengan kalimat seperti “baru sekarang seperti punya gubernur yang mikirin rakyat” atau “ketika yang lain hanya wacana, Bapa Aing langsung kerja di lapangan”.
Pendapatan akun YouTube yang dioperasikan mulai November 2017 ini terbilang fantastis. Saat jumlah pelanggan masih pada kisaran 5 juta, estimasi pendapatan per bulan antara USD11,3 K (Rp800+ juta)– USD180,9 K (Rp2,9 miliar). Sementara estimasi pendapatan per tahun antara USD135,7 K (Rp2,1 miliar) –USD 2,2 juta (Rp35,2 miliar).
Ini menjelaskan mengapa KDM sangat royal dalam membantu warga Jabar di berbagai kesempatan, baik saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta maupun sebagai gubernur Jawa Barat yang baru beberapa bulan, karena dana berasal dari koceknya sendiri.
Sementara untuk program siswa bermasalah masuk barak dengan anggaran Rp6 miliar berasal dari APBD Jabar pada anggaran Dinas Pendidikan, dengan target untuk menggembleng disiplin bagi 900 anak pada tahun ini. Dalam praktiknya, Dinas Pendidikan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) dalam menjalankan program.
Setiap anak yang potensial untuk digembleng lebih dulu diperiksa kesehatan jasmaninya dan kondisi psikologinya oleh psikolog yang ditugaskan. Setiap anak harus dilengkapi surat pernyataan bermaterai dari orang tua.
Di barak militer mereka tak bebas memegang ponsel. Tidur cepat pada jam 8 malam, bangun jam 4 pagi, salat subuh bagi yang beragama Islam, olahraga, baris-berbaris sampai datang waktu pelajaran. “Para guru sekolah didatangkan ke barak untuk mengajar anak-anak,” ujar Bupati Purwakarta, Saepul Bahri bin Zein.
Di luar dugaan, program ini justru mendapat sambutan luas dari para orang tua yang sudah kewalahan mendidik anak mereka di rumah. Dari yang biasa begadang dan tidur jelang subuh (akibatnya sering bolos ke sekolah karena bangun kesiangan), sampai yang terlibat tawuran dengan senjata tajam (celurit, pedang) untuk merobohkan lawan hingga luka parah, cacat permanen, kadang terbunuh.
Kini setiap hari puluhan orang tua berdatangan ke Armed Purwakarta dan Rindam Bandung untuk bertemu KDM dan berniat menitipkan anak mereka untuk digembleng. Biasanya, KDM tak langsung menerima melainkan membuka dengan dialog kritis. Terkadang meluncur kalimat sindiran dari KDM seperti “Ibu ini bisanya bikin anak saja, tetapi mendidiknya nggak bisa” atau “Anak itu biasanya mencontoh orang tua. Kalau orang tuanya doyan main HP, pasti anaknya mengikuti, benar tidak?” Maka para orang tua yang datang itu menjawab dengan malu dan wajah merah, “Benar, Pak Gubernur.”
Perlahan, tsunami kritikan dan kecaman terhadap KDM menurun. Apalagi setelah Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan bahwa program mengirimkan anak bermasalah ke barak militer itu bukan merupakan corporal punishment (hukuman fisik seperti cubit telinga atau pukul tangan), melainkan bentuk penggemblengan kedisiplinan.
“Kalau uji coba pertama ini bagus, kami akan meminta menteri Dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan pada Selasa, 6 Mei 2025.
4/ Tak sulit menebak arah angin berdasarkan antusiasme masyarakat yang semakin berduyun-duyun mendukung KDM. Setidaknya akan ada beberapa provinsi lain meniru ide ini—terutama bagi gubernur yang mampu menundukkan ego dan menenggelamkan gengsi untuk disebut sebagai follower KDM, dan fokus memperbaiki disiplin generasi muda urakan di daerah masing-masing.
Tetap perlu juga disampaikan satu constructive criticism kepada KDM, agar perubahan sikap siswa bermasalah yang bisa lebih disiplin saat di barak tidak kembali kendor berantakan ketika kembali ke rumah masing-masing akibat pola pengasuhan orang tua yang tidak tegas dalam menerapkan aturan.
Ini bagian yang tak kalah penting direncanakan agar “Gebrakan Bapa Aing” tidak menjadi ungkapan dalam bahasa Sunda “ulah haneut-haneut tai kotok, yang selaras dengan makna “hangat-hangat tahi ayam” dalam pepatah Indonesia.
Namun untuk sebuah program yang baru berjalan sepekan, dua jempol tangan saya acungkan untuk terobosan pendidikan karakter dan kedisiplinan remaja ala KDM yang memberikan harapan segar bahwa Indonesia Emas 2045 masih bisa dicapai dengan terciptanya basis generasi muda yang berkualitas tinggi, penuh disiplin dan motivasi untuk memajukan Ibu Pertiwi. []
*Penulis adalah sosiolog dan penerima Anugerah Sastra Andalas 2022 kategori Seniman/Budayawan Nasional. Jika ada komentar, tanggapan, kritik, terhadap tulisan ini kirimkan ke alamat e-mail: akmal.n.basral@gmail.com