
Tampaknya, tujuan industri teknologi kini sederhana: kurangi jumlah manusia, tingkatkan jumlah robot. Maksimalkan efisiensi, minimalkan biaya. Biarkan AI bekerja, biarkan manusia menganggur.
Catatan Cak AT
JERNIH– Dunia pemrograman sedang mengalami pergeseran besar. Bukan, bukan karena para programmer akhirnya belajar merapikan kode mereka, tapi karena Mark Zuckerberg baru saja mengumumkan bahwa mulai 2025, perusahaan Meta miliknya menggunakan AI secara ekstensif untuk menulis kode.
Dengan kata lain, robot sedang belajar mengambil alih pekerjaan manusia —dan kali ini, sasarannya para programmer. Jika AI memang sudah bisa berfungsi sebagai “insinyur tingkat menengah”, seperti klaim Zuckerberg, apakah ini berarti masa depan coding hanyalah sekadar algoritma yang mengotomatiskan dirinya sendiri?
Dalam obrolannya di podcast The Joe Rogan Experience bulan lalu, Zuckerberg dengan penuh percaya diri menyatakan bahwa AI sudah cukup pintar untuk menulis kode setara dengan insinyur menengah. Kabar buruknya? Ini sinyal bahwa Meta akan memangkas pengeluarannya untuk membayar programmer.
Seorang insinyur berbakat di Meta bisa menghasilkan $500.000 per tahun —dan AI tentu tidak akan meminta bonus, tunjangan kesehatan, atau cuti tahunan. Bagi perusahaan teknologi seperti Meta, ini berarti penghematan biaya operasional yang luar biasa.
AI bisa menulis, menguji, dan menerapkan kode lebih cepat dari manusia, memungkinkan rilis fitur baru dalam waktu yang lebih singkat. Kiat-kiat menulis kode program komputer dengan AI sudah banyak dibuat. Tapi ada satu masalah kecil: siapa yang akan mengawasi AI?
Kita semua tahu, meskipun AI bisa menulis kode, ia tetap bisa membuat kesalahan fatal. Ini bisa berupa bug sederhana yang membuat tampilan aplikasi kacau, hingga kesalahan yang berpotensi menciptakan lubang keamanan seukuran lubang hitam.
Dan ironisnya, yang harus memperbaikinya tetap manusia. Alih-alih menghilangkan kebutuhan akan programmer, AI tampaknya kelak hanya akan mengubah mereka menjadi pengasuh robot yang sering salah ketik. Manusia membuat robot, manusia jadi pengasuhnya?
Meta bukan satu-satunya yang berpikir untuk mengganti manusia dengan AI. Salesforce bahkan mengumumkan bahwa mereka tidak akan merekrut programmer baru setelah 2025, sementara Klarna baru saja memangkas 22% tenaga kerjanya dengan alasan bahwa AI bisa mengambil alih sebagian besar tugas mereka.
Tampaknya, tujuan industri teknologi kini sederhana: kurangi jumlah manusia, tingkatkan jumlah robot. Maksimalkan efisiensi, minimalkan biaya. Biarkan AI bekerja, biarkan manusia menganggur. Menurut perkiraan industri, menggantikan seorang programmer manusia dengan AI bisa menghemat biaya antara $100.000 hingga $900.000 per tahun.
Tapi yang belum diperhitungkan adalah biaya psikologis: apakah kita siap menghadapi dunia di mana koding bukan lagi keahlian manusia, melainkan hanya sekadar tugas rutin bagi mesin? Jawabannya akan berupa pertanyaan balik: kenapa tidak?
Tentu, Zuckerberg mencoba menenangkan publik dengan mengatakan bahwa AI tidak akan menghapus pekerjaan programmer, tetapi hanya akan mengubah peran mereka menjadi lebih strategis dan kreatif. Dengan kata lain, manusia tidak lagi mengetik kode, melainkan mengawasi dan menyempurnakan hasil kerja AI.
Namun, sejarah berkata lain. Ketika mesin cetak ditemukan, banyak juru tulis kehilangan pekerjaan. Ketika mesin tenun otomatis muncul, banyak penenun tradisional gulung tikar. Ketika mesin ATM diperkenalkan, banyak teller bank beralih profesi. Dan kini, apakah kita akan melihat para programmer menjadi artefak sejarah?
Tentu saja, AI saat ini baru bisa menangani pekerjaan coding yang berulang dan generik. Tapi jika teknologi terus berkembang, bukan tidak mungkin posisi entry-level dan mid-level programmer akan menghilang sepenuhnya. Yang tersisa hanyalah segelintir elite insinyur yang cukup beruntung untuk bertahan di puncak rantai makanan teknologi.
Kenyataannya, kita sudah berada dalam jalur menuju dunia yang semakin didominasi AI. Tahun 2025 bukanlah awal dari perubahan ini, melainkan titik kritis di mana industri teknologi harus memilih antara mendukung AI sebagai alat bantu yang meningkatkan produktivitas manusia, atau membiarkan AI mengambil alih sepenuhnya dan membuang manusia ke pinggiran sejarah digital.
Dunia kerja akan berubah drastis, bukan hanya dalam bidang pemrograman tetapi di hampir setiap aspek kehidupan. Jika AI bisa mengotomatisasi coding, apakah selanjutnya AI juga akan menggantikan pekerjaan dokter, pengacara, atau bahkan seniman?
Tapi ada satu hal yang pasti: di masa depan, satu-satunya skill yang benar-benar penting adalah kemampuan beradaptasi. Jadi, jika Anda seorang programmer, mungkin sudah saatnya mempertimbangkan untuk mengembangkan keterampilan baru.
Karena jika AI benar-benar mengambil alih coding di dunia komputer, pekerjaan yang tersisa bagi manusia mungkin hanyalah… mematikan dan menyalakan komputer ketika AI mengalami crash. Juga, membuat perencanaan dan desain pemrograman yang berada di luar kendali AI. []
Cak AT – Ahmadie Thaha, Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 5/3/2025