Kisah Sebuah Mimbar : Renungan 1 Muharram 1444 H
Tidak seperti orang-orang lain yang terpukau pada kisah keindahan mimbar, anak lelaki itu memusatkan perhatian pada perkataan tukang kayu tentang akan munculnya seorang prajurit terbaik yang bisa merebut Yerusalem. Sekitar 40 tahun kemudian, perkataan tukang kayu itu terbukti. Yerusalem jatuh ke tangan pasukan muslim yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayyubi, sang anak lelaki yang terinspirasi dari kisah tukang kayu.”
Oleh : Akmal Nasery Basral
JERNIH–“Di Baghdad hidup seorang tukang kayu ulung. Dia membuat sebuah mimbar dari kayu walnut terbaik dan dipercantik dengan mutiara terindah. Orang-orang di Baghdad berebut ingin membeli mimbar itu untuk dipasang di masjid mereka,” ujar Ibnu Arabi memulai kisah kepada para murid yang mengelilinginya.
“Tetapi tukang kayu itu menolak menjual berapa pun harga yang akan dibayarkan. Mimbar ini, ujar tukang kayu itu, saya buat untuk dipasang di Masjidil Aqsha, Yerusalem.”
“Publik terkejut dan mengatakan bukankah Yerusalem sedang diduduki Tentara Salib? Bagaimana mungkin mimbarmu ini bisa dipasang di Masjidil Aqsha? Tukang kayu itu menjawab dengan tenang dan yakin. Dia bilang nanti akan muncul seorang prajurit terbaik yang bisa merebut Yerusalem. Pada saat itulah mimbar ini akan dipasang di Masjidil Aqsha.”
“Hari berganti hari, kabar tentang keindahan mimbar itu semakin luas tersiar, bahkan sampai keluar kota Baghdad. Semakin banyak orang yang membicarakan. Mereka yang melihat langsung mimbar itu begitu terpesona. Namun berapa pun tingginya harga yang mereka tawarkan, semua ditolak sang tukang kayu. Akhirnya kabar tentang mimbar istimewa itu terdengar juga oleh seorang anak lelaki berusia 7-8 tahun yang tinggal jauh dari Baghdad.”
“Namun tak seperti orang-orang lain yang terpukau pada kisah keindahan mimbar, anak lelaki itu memusatkan perhatian pada perkataan tukang kayu tentang akan munculnya seorang prajurit terbaik yang bisa merebut Yerusalem. Sekitar 40 tahun kemudian, perkataan tukang kayu itu terbukti. Yerusalem jatuh ke tangan pasukan muslim yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayyubi, sang anak lelaki yang terinspirasi dari kisah tukang kayu.”
“Tugas kita semua adalah membuat mimbar terbaik seperti dilakukan tukang kayu Baghdad itu,” simpul Ibnu Arabi seraya menatap serius para murid. “Seorang pemimpin akan muncul di saat yang tepat.”
Versi visual dari kisah inspiratif ini bisa ditonton pada serial “Diriliş: Ertuğrul” (Inggris: “Resurrection: Ertuğrul”) pada musim tayang (season) 1 episode 14. Sosok Ibnu Arabi diperankan dengan karismatik oleh aktor Ozman Sirgood yang berdarah Turki-Dagestani.
Dalam lini masa sejarah, Ibnu Arabi (1165-1240) berusia 27 tahun lebih muda dari Shalahuddin Al Ayyubi (1138-1193) yang lahir dan menghabiskan masa remaja di Tikrit, sekitar 175 km dari Baghdad, tempat sang tukang kayu masyhur bermukim. Artinya, Ibnu Arabi tidak mengisahkan sebuah legenda kepada para muridnya, melainkan sebuah peristiwa yang dialaminya semasa hidup. Sebab, ketika Al Ayyubi memimpin pasukan yang berhasil merebut Yerusalem dari Tentara Salib di tahun 1187—dalam usia 49 tahun—ketika itu Ibnu Arabi sudah berusia 22 tahun.
Di luar aneka fakta sejarah itu, pesan Ibnu Arabi kepada para muridnya bahwa “tugas kita semua adalah membuat mimbar terbaik” terasa semakin relevan dan signifikan saat ini.
Apapun profesi yang kita geluti saat ini—tukang kayu, dosen/guru, pengusaha, ahli IT, penulis, ibu rumah tangga, praktisi sektor kreatif, dokter, sutradara, dan aneka profesi lainnya—buatlah ‘mimbar terbaik’ sepenuh konsentrasi. Curahkan semua keahlian, kerahkan segenap stamina. Do your best.
Perkara siapa yang nanti akan berdiri di atas ‘mimbar terbaik’ itu adalah urusan Allah yang akan menentukan dan melempangkan jalan terhadap siapa pun di antara hamba-hambaNya yang paling siap sebagai pemimpin. Sebagai teladan di depan.
Selamat tahun baru 1 Muharram 1444 Hijriyah. [ ]
*Penulis novel, pernah bekerja sebagai wartawan majalah TEMPO.