Solilokui

Memperbaiki Kualitas Shalat Jumat

Hari Jum’at merupakan hari paling utama di antara tujuh hari dalam seminggu. Disebut “sayyidul ayyam”. Penghulu hari-hari. Dianggap sebagai “hijjul fuqara wa hijjul masakin”. Saat berhajinya fakir dan miskin

Oleh   : H.Usep Romli HM

Di tengah pandemik Covid-19, banyak masjid “libur” menyelenggarakan salat Jumat. Bahkan ada yang “libur: menyelenggarakan salat lima waktu berjamaah.  Di tengah keterpaksaan hening masjid itu, ada baiknya merenungkan mutu salat Jumat yang selama ini rutin dilaksanakan.

Usep Romli HM

Hari Jum’at merupakan hari paling utama di antara tujuh hari dalam seminggu. Disebut “sayyidul ayyam”. Penghulu hari-hari. Dianggap sebagai “hijjul fuqara wa hijjul masakin”. Saat berhajinya fakir dan miskin. Dalam arti, orang yang belum mampu melaksanakan haji ke Baitullah, karena tidak memiliki biaya dan kesempatan, akan mendapat ganjaran setara dengan berhaji, jika melaksanakan salat Jumat secara baik dan benar.

Sebab pada pada salat Jum’at, terdapat dua khutbah yang melengkapi dua rakaat salat Jum’at sebagai empat rakaat shalat dzuhur. Demikian sebuah hadist sahih riwayat Imam Bukhari menjelaskan tentang keistimewaan hari dan shalat Jumat.

Keutamaan (fadhilah) hari Jum ‘at, yang membuat hari itu istimewa, antara lain, hari itu merupakan waktu berkumpul umat Islam, minimal dalam satu lingkungan kampung atau desa. Melakukan silaturahim mingguan, sekaligus bersama-sama mendengarkan hutbah yang berisi ajakan takwa. Melaksanakan perintah Allah, sekaligus menjauhi laranganNya.

Pada hari Jum’at terdapat waktu yang mustajab untuk berdo’a. Memohon segala sesuatu kepada Allah SWT, baik ampunan dari segala dosa,maupun kebutuhan lahir batin yang cukup, halal dan bersih. Sebuah hadits sahih riwayat Imam Muslim, menyebutkan, waktu mustajab itu, terdapat imam memulai dan selama berhutbah, hingga shalat dilaksanakan. Ada juga pendapat yang menyatakan, kemustajaban hari Jum’at berlangsung hingga selesai waktu shalat asar (Imam Abu Daud dan Ibnul Qayyim al Jaujiyah).

Sehubungan dengan hal itu , maka mutu shalat Jum’at harus ditingkatkan. Atau terus diperbaiki. Mengingat selama ini, banyak yang menganggap, shalat Jum’at sebagai rutinitas biasa. Sehingga dalam melaksanakannya, tampak asal-asalan. Seadanya. Apalagi jika dikaitkan kondisi shalat Jum’at dengan jam kerja. Membuat para jama’ah shalat Jum’at hanya seolah-olah formalitas saja. Yaitu mendengarkan hutbah, diikuti shalat dua ra’kaat. Hal-hal lain yang disunnahkan agar shalat Jum’at betul-betul mencapai nilai setara haji, sering diabaikan.    

Sejumlah kesalahan yang biasa dilakukan oleh para jama`ah  dalam melakukan shalat Jum`at, antara lain, tidak  melaksanakan adab-adab shalat Jum’at. Jangankan mandi, atau memakai wangi-wangian, malah sering terjadi seseorang yang akan shalat Jum’at masih makan-makan camilan atau merokok, begitu akan masuk masjid atau tempat wudlu. Bersantai-santai datang ke masjid, ngobrol-ngobrol dulu di luar. Baru masuk ke dalam, setelah imam naik mimbar.

Padahal, Rasulullah Saw telah menyatakan : “Pada hari Jum`at, di setiap pintu  masjid terdapat para malaikat yang mencatat orang yang masuk, secara berurutan. Jika imam sudah duduk di atas mimbar, mereka pun menutup buku catatannya. Masuk ke masjid untuk ikut  menyimak khutbah. Perumpamaan (pahala) orang yang datang lebih awal adalah seperti (pahala) orang yang berkurban seekor unta, kemudian yang datang berikutnya seperti berkurban seekor sapi, dan yang datang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban seekor domba, dan yang datang berikutnya seperti orang yang bersedekah seekor ayam, dan yang datang

berikutnya seperti orang yang bersedekah sebutir telur”. (hadis sahih riwaya Imam Muslim).

Jangankan shalat “tahiyatul masjid”, duduk pun memilih barisan paling belakang dan mencari tempat bersandar, sekalipun barisan (shaff) yang di depan masih belum terisi. Ini merupakan kesalahan fatal. Merusak pahala shalat, untuk shaf yang rapat dan rapi. Seharusnya, ketika seseorang masuk masjid langsung mengisi shaff yang masih kosong atau renggang. Shaf terdepan banyak fadhilah dan besar pahalanya.

Seandainya orang- orang mengetahui  pahala, berkah dan keutamaan yang terkandung pada adzan dan shaff yang pertama, mereka akan siap melakukan undian, jika shaf itu sudah penuh asal mendapat tempat di situ  (hadits sahih  riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kesalahan fatal lain, di dalam masjid, terus bicara atau ngobrol Bahkan ketika khatib sedang hutbah. Padahal  itu merupakan perbuatan sia-sia (laghwun), yang menghapus ibadah Jum’at orang-orang seperti itu.  

Sabda Rasulullah Saw : “Apabila pada hari Jum’at, engkau berkata pada teman di sampingmu “diamlah,” pada saat imam berkhutbah, maka sesungguhnya, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia”. Bagi siapa yang sia-sia, tak ada shalat Jum’at.” (hadits riwayat Imam Bukhari).

Mengandung arti, shalat Jum`atnya batal, tidak mendapatkan pahala dan keutamaan apa-apa dari ibadah mulia  itu.

Tidur pada saat berada di dalam masjid dan tidak berupaya untuk menghilangkan rasa kantuk (dengan berpindah tempat atau berwudhu`), termasuk perbuatan sia-sia pula.

Agar ibadah shalat Jum’at kita terbebas dari kesalahan-kesalahan yang merusak keutamaan, pahala dan nila ibadah Jum’at itu secara keseluruhan, harus dimulai dari peningkatan pengetahuan mengenai seluk-beluk shalat Jum’at. Disertai keikhlasan dan keinginan melaksanakannya, sehingga ibadah Jum’at sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan RasulNya, serta mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mendapat ridla Allah SWT.

Sabda Rasulullah Saw: “Siapa yang mandi pada hari Jum’at, bersuci sesuai kebutuhan, merapikan rambut, memakai wangi-wangian, lalu berangkat ke masjid, tanpa melangkahi di antara orang yang dilewatinya, kemudian shalat sesuai dengan tuntunan,dan diam tatkala imam berhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara hari Jum’at” (hadits sahih riwayat Imam Bukhari).

Perbaikan kualitas ibadah Jum’at, dapat dimulai dengan mempersiapkan pelaksanaan ibadah sesuai jadwal yang berlaku. Semua orang dianjurkan mengetahui jadwal tersebut. Jangan sampai menggunakan ukuran seenaknya. Misalnya, waktu dzuhur tengah hari. Sedangkan  waktu shalat – termasuk shalat Jum’at – berubah-ubah, tergantung peredaran matahari. Jika menggunakan ukuran tengah hari, tentu pk.12.00. Mengakibatkan kedatangan ke tempat ibadah Jum’at akan terlambat. Sehingga terjadilah hal-hal yang merusak pahala, dan keutamaan ibadah Jum’at.

Niatkan dalam hati, bahwa setiap hari Jum’at, semua pekerjaan akan diselesaikan satu atau dua jam sebelum datang waktu salat Jum’at. Di kampung dan pedesaan tempo dulu, pada hari Jum’at, kaum laki-laki biasanya meliburkan dari dari  segala pekerjaan. Khusus untuk menyambut kedatangan ibadah Jum’at.

Lebih dahulu datang ke masjid, lebih baik. Karena akan leluasa melakukan ibadah-ibadah sunnah. Seperti membaca shalawat, tadarus Quran, dan wirid-wirid lain yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw. Berdasarkan beberapa hadits, beberapa ulama menganjurkan pada hari Jum’at membaca Quran, surah Kahfi. Sajdah,  al Jumu’ah, al Munafiqun.

Poin terpenting dari upaya perbaikan kualitas ibadah Jum’ah, adalah keikhlasan dan menumbuhkan motivasi berkat pengetahuan yang terus bertambah mengenai hikmah-hikmah ibadah Jum’at. Jika sudah demikian, Insya Allah, ibadah Jum’at tidak akan terkesan sebagai formalitas asal-asalan. Ibadah Jum’at akan menjadi sumber semangat mencari keutamaan dan keberkahan dalam gerak sosial kemasyarakatan.

“Hai orang-orang beriman, jika diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli (segala pekerjaan), sebab itu lebih baik, jika kalian mengetahui. Apabila telah menunaikan shalat (Jum’at), bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian beruntung” (Q.s,al Jumu’ah : 9-10). [  ]

Back to top button