Solilokui

Mendag Zulhas dan The Power of Optimism

Mencermati apa yang dilakukan Mendag Zulhas di hari-hari pertama ia memangku tugas, memberi saya kesan pertama yang baik. Poin awal yang positif bagi Zulhas, mengingat banyak orang yang mengandalkan kesan pertama sebagai standard penera penilaian. Wajar bila sebuah produk deodorant di awal 1990-an menggunakan frase tersebut untuk iklannya. “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya, terserah Anda…”

Oleh   : Darmawan Sepriyossa

JERNIH– Tentu saja, dengan masa tugas yang belum lagi sebulan, tidak hanya jauh dari valid untuk menilai kinerja Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang dilantik menggantikan Muhammad Lutfi. Segera menilainya hanya akan menghasilkan penilaian tergesa, produk persepsi terburu-buru. Sementara Nabi Muhammad saja dalam hadits hasan yang diriwayatkan Abu Ya’la menegaskan bahwa sifat tergesa-gesa itu berasal dari setan. Artinya, sudah pasti buruk.

Darmawan Sepriyossa

Namun, mencermati apa yang dilakukan Mendag Zulhas di hari-hari pertama ia memangku tugas, memberi saya kesan pertama yang baik. Poin awal yang positif bagi Zulhas, mengingat banyak orang yang mengandalkan kesan pertama sebagai standard penera penilaian. Wajar bila sebuah produk deodorant di awal 1990-an menggunakan frase tersebut untuk iklannya. “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya, terserah Anda…”

Di tiga hari pertamanya bertugas, Zulhas langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa pasar. Tentu saja untuk memastikan ketersediaan pangan dan harganya, sebagaimana tugas yang diberikan Presiden Jokowi. Bukan hanya sidaknya yang membuat saya menyatakan salut, tapi sikapnya saat sidak pertama itu.

“Saya shock,”kata Zulhas. Tidak hanya konsumen yang mengeluh, penjual yang ditemui Mendag pun menggerundel. Bersyukurlah kita, ada pejabat tinggi, apalagi Menteri, yang shock mendengar kondisi perekonomian masyarakat bawah. Itu jauh lebih bagus dibanding manakala harga satu komoditas naik, seorang menteri bilang,”Suatu ketika nanti akan balik lagi…” Tentu saja benar, namun tentu tidak elok dikatakan seorang menteri.

Secara implisit shock-nya Zulhas itu menyatakan kepeduliannya akan nasib masyarakat, terutama orang-orang kecil. Artinya, nurani terdalam di lubuk hatinya masih bisa tergetar dengan penderitaan sesama. Dalam khazanah tasawuh dikenal ungkapan penyair sufi terkemuka Sa’di Ghulistan. “Jika kau tidak merasakan apa yang orang lain derita, tak pantas kau menyebut diri manusia.”

Sikapnya di awal-awal terhadap rencana penghapuasn migor curah juga layak diapresiasi. Manakala Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) bilang bahwa migor curah harus segera dihapuskan, Zulhas kontan bereaksi. “Persoalan minyak goreng masih ditangani oleh Luhut Binsar Pandjaitan dan tim. Kalau dihapus, nanti hilang semuanya. Semua butuh proses,”ujarnya. Kalaupun kemudian proses penghapusan itu tetap bergulir, kita tahu, Zulhas hanya seorang pembantu presiden. Dalam hierarkinya di kabinet pun mungkin saja ia berada di bawah koordinasi Menko Marves.  

Saya juga terkesan dengan pernyataan Mendag Zulhas yang polos dan terbuka dalam pertemuannya dengan para pengusaha minyak sawit dan minyak goreng, Senin (27/6). Alih-alih bersikap woles khas pejabat bermental ‘Asal Babe Senang’ (ABS), Zulhas mewanti-wanti agar kalangan yang terkait erat dengan kondisi minyak goreng di Tanah Air itu tidak bersikap ‘sok tenang’. Krisis minyak goreng, menurut Zulhas, belum lagi usai.

“Jangan merasa kita ini sudah selesai krisis. Ini masih krisis,” kata dia, dengan tekanan keras. Untuk itu Zulhas meminta mereka tak segan berhubungan dan memberi saran maupun aduan kepada task force yang dibentuk Kementerian Perdagangan. “Kalau di Kemendag nggak ada yang layani, lapor saya,”kata Zulhas.

Dengan sikap itu Zulhas memberi teladan kepada jajarannya untuk memiliki mental alertness yang tinggi. Sikap mental untuk senantiasa waspada serta fokus pada tugas, yang pada gilirannya tidak hanya paham akan tugas, melainkan juga mampu bertindak cepat dalam situasi apa pun.   

Sikap untuk senantiasa memposisikan diri dalam keadaaan krisis—alih-alih menikmati zona nyaman yang semu—itulah yang terlihat coba ditanamkan Zulhas di lingkungannya saat ini.

Masih dalam urusan rencana penghapusan  migor curah, saya juga menemukan hal lain yang menarik dalam sikap Zulhas. Daripada berlama-lama sibuk berdebat soal perlu-tidaknya penghapusan migor curah, Zulhas justru terlihat mengedepankan baik sangka (husnudzan) dan berpersepsi baik. Hasilnya, ke depan, tak lama lagi tampaknya kita akan mendapati di pasar tak ada lagi migor curah. Hanya ada migor kemasan yang lebih layak dan hiegenis, dengan harga yang konon hanya berbeda Rp 1000 saja.

Itulah kekuatan persepsi baik. Wajar bila budayawan pop dunia, Andy Warhol, bilang untuk tidak memanadang enteng persepsi. “Persepsi itu mendahului kenyataan,”kata dia.

Senin kemarin Mendag Zulhas bertemu para produsen migor. Kepada mereka Zulhas meminta dukungan nyata untuk menyukseskan program “minyak kita”, minyak goreng kemasan sederhana dengan harga pas di kantong rakyat. Para pengusaha dan produsen migor menyatakan dukungan mereka. “Rapat kali ini rasanya beda. Pak Menteri terus senyum manis. Semua yang hadir di sini pulang pun pasti senyum sehingga sudah pasti kami akan full power. Semua akan membantu realisasi minyak goreng kemasan sederhana ini,”kata Ketua Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), Adiwisoko Kasman.

Tentu saja, hasilnya masih harus kita tunggu. Namun upaya sudah dilakukan. Langkah pemulihan kesejahteraan rakyat–lewat urusan migor—sudah dijejakkan dengan pasti dan optimistis. [dsy]

Back to top button