Solilokui

Mis-Alokasi Atribut: Sebaiknya Jalan Tol Dibangun Minimal Empat Lajur

Dengan empat lajur jalan itu maka kondisi jalan akan mendekati ideal karena perbedaan atribut kecepatan sudah dialokasikan dengan benar.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto

JERNIH-Tiap hari kecelakaan lalulintas (laka lantas) yang melibatkan truk terus terjadi. Ada dua kecenderungan umum. Di jalan arteri truk nabrak atau nyerempet kendaraan lain khususnya motor.

Di jalan tol sebaliknya, yang paling banyak terjadi adalah laka tabrak belakang bak truk (LTBT) oleh mobil pribadi disusul oleh kendaraan niaga seperti bus dan travel. LTBT oleh sesama truk jarang terjadi meski banyak dijumpai konvoi truk jarak dekat.

Faktor risiko utama dari segi milieu (kondisi lingkungan jalan. Ingat milieu itu M3 dari 7M elemen keselamatan jalan menurut Teori Lingkaran Setan) di balik LTBT adalah keterbatasan lajur jalan tol untuk mewadahi lintasan kendaraan berbeda kecepatan. Saya menyebutnya sebagai telah terjadi mis-alokasi atribut kecepatan (MAAK).

Apa itu “atribut”? Atribut ini istilah di dalam Teori Sistem yang mewakili karakteristik melekat pada diri tiap elemen sistem yang membuat mereka saling berinteraksi satu sama lain di dalam sistem untuk bersama-sama mencapai tujuan sistem.

Pada level atribut ini mereka saling berinteraksi. Dua atribut yang erat terkait dengan judul ini adalah jumlah lajur jalan vs kecepatan gerak kendaraan.

Di jalan tol dua lajur (JT2) semua kendaraan yang sedang berlari dengan kecepatan yang sangat beragam mulai truk ODOL yang berjalan terseok-seok sampai mobil-mobil raja jalanan yang melesat jauh di atas 100 kmph hanya ditampung ke dalam dua lajur jalan saja sehingga “numpuk” di situ. Mengerikan!

Amati di Tol Cipali pada malam hari. Inilah yang bisa menjelaskan mengapa LTBT banyak terjadi di jalan tol dua lajur luar kota seperti Tol Cipali dan Tol Cipularang. Tidak di Tol Jagorawi dan Tol Jakarta-Tangerang yang empat lajur.

baca juga: Stiker, Pistol, dan Golok. Hindari Jadi Pribadi Reaktif

Faktor risiko LTBT di Tol Cipali ini adalah:

  • Rentang lebar kecepatan 60-100 kmph, bahkan kenyataannya bisa 40-160 kmph (40 kmph didominasi truk ODOL; 160 kmph, Pajero dan Fortuner);
  • Jalan tol dua lajur (JT2);
  • Halus, mulus, lurus;
  • Kepadatan lalin;

Sementara di Tol Cipularang faktor risiko LTBTnya selain JT2 adalah kontur jalan menurun/ mendaki panjang yang secara alami memicu over/under speed di atas/ bawah batas kecepatan yang diijinkan 60-80 kmph.

Rentang kecepatan arah Bandung dalam praktek antara 40-140 kmph; sebaliknya arah Jakarta, 60-140 kmph. Arah Jakarta lebih sering terjadi LTBT dan LTB kendaraan non truk karena turunan panjang.

Kembali ke keadaan kendaraan “numpuk” di JT2. Kondisi itu memicu lingkaran setan perilaku berkendara rawan celaka yang tipikal pengemudi bejat mental, antara lain:

  • Jalan pelan di lajur kanan;
  • Mendahului dari bahu jalan;
  • Zigzaging pindah-pindah lajur dari lajur 1, 2 dan bahu jalan atau sebaliknya;
  • Mendahului dari lajur kiri;
  • Mendahului tanpa kode/sinyal;
  • Mendadak memotong lajur;
  • Konvoi panjang, dll.

baca juga: Analogi Keselamatan Bertani Vs Keselamatan Berkendara

Faktor risiko dari segi pengemudi (M1) dan kendaraan (M2), dan manajemen (M4,5,6) silahkan baca Info KOMNASTOL dan Info KOMTRASS nomer edisi yang lain.

Risiko MAAK ini setidaknya bisa diatasi dari dua sisi. Sisi Pengguna Jalan harus taat aturan batas kecepatan. Sisi jalan tol harus diperlebar menjadi empat lajur untuk menampung kendaraan berbagai kecepatan.

Dengan empat lajur jalan itu maka kondisi jalan akan mendekati ideal karena perbedaan atribut kecepatan sudah dialokasikan dengan benar. Berturut-turut dari kiri mulai bahu jalan untuk berhenti darurat, lajur satu, lajur dua, lajur tiga, dan lajur empat kecepatannya 60-70 kmph, 70-80 kmph, 80-90 kmph, 90-100 kmph (lajur cepat untuk mendahului).

Dari kedua cara di atas yang paling murah dan mudah ya merubah perilaku berkendara agar taat aturan batas kecepatan. Dengan empat lajur itu kalau masih ada yang melanggar ya dasar memang bejat mentalnya.

Cabut saja SIMnya, suruh nyopir kereta kuda seperti jaman Majapahit. Atau suruh gabung ke salah satu dari 11 WAG TSS untuk dicerahkan lalu turun ke bumi masuk KOMTRASS setelah tercerahkan. KOMTRASS berjuang membudayakan tertib, selamat, aman berkendara. Budaya tertib, selamat dana man (TSA) berlalulintas. Terima kasih,

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; Kyokushin Karateka 4-th Dan/ IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button