Solilokui

Pecinta Aspal: Pandemi Covid-19 Picu Pelanggaran Lalulintas?

Butuh antisipasi siapa tahu orang-orang di sekitar kita berperilaku tidak disiplin, tidak tertib, tidak selamat, dan tidak aman.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto

JERNIH-Saya menduga salah satu dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap ‘Tertib-Selamat-Aman” (TSA) di jalan raya adalah berkurangnya jumlah petugas (Polisi dan Dishub) yang mengawasi penegakan aturan lalulintas khususnya aturan larangan lewat/ masuk (verboden).

Terkesan musim wabah ini penegakan hukum di jalan agak longgar. Ketidakhadiran aparat itu memicu perilaku nerabas dari mereka yang tidak tahu aturan dan/atau tidak berintegritas. Kondisi seperti itu tentu berbahaya karena bisa memicu kecelakaan.

Salah satu perilaku nerabas itu adalah nerabas verboden (larangan masuk/lewat). Itu bisa sangat berbahaya apabila pengendara dari arah yang benar (depan) tidak menyadari bila ada yang nrabas verboden.

Makin berbahaya bila mereka dalam pengaruh “Efek Cilukba”, yaitu saat bersimpangan di balik gundukan jalan atau tikungan dimana kedua pihak saling tidak melihat karena tertutup obyek tetap di ujung tikungan. Risikonya tabrak banteng.

Untuk antisipasi hal itu, jangan berkendara seperti biasa di jalanan satu jalur (satu arah) karena pasti di ujung sana ada rambu verboden. Waspadai kemungkinan dari arah berlawanan (depan) ada yang melanggar rambu verboden. Ini lebih khusus lagi pada malam dan dini hari biasanya banyak yang nerabas.

Dari perspektif kompetensi pengendara, melanggar rambu verboden bisa muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan terhadap rambu/aturan (lacks of knowledge, LOK) dan/atau mental nerabas (lacks of attitude, LOA).

Tahu ada larangan tapi sengaja nerabas ingin cepat potong kompas. Keduanya, seperti sudah sering saya tulis, bisa menjurus kepada “fails to do the right thing” alias 100% gagal sistem. Ya, tabrak banteng tadi atau arus lalulintas menjadi kacau.

baca juga: Pecinta Aspal: Kecelakaan dan Tanggungjawab Hukum di Dalamnya

Di banyak tempat yang saya amati, pelaku paling sering nerabas verboden ini adalah para pemotor. Mungkin karena ukurannya yang kecil dan lincah tapi justru di situlah bahayanya karena kehadiran mereka di tempat yang tidak diijinkan itu sangat tidak diduga oleh para pemobil sehingga mereka cenderung lengah.

Akibatnya jelas, tabrakan. Saya sering mengalami hal seperti itu di depan komplek saya, di pertigaan belokan menuju jalan satu arah. Saat berangkat pagi pukul 5. Hanya kehatian-hatian dan antisipasi saya yang bisa menyelamatkan para pemotor yang ngawur nerabas.

Meski ulah mereka secara logika memang mengundang untuk ditabrak. Betulkah mereka sadar ingin celaka? Hanya mereka sendiri yang bisa menjawabnya.

baca juga: Pentingnya Terus Belajar Dimana Saja, Kapan Saja, dari Siapa Saja, dan dari Apa Saja

Berperilaku disiplin dimana saja dan kapan saja itu baik tapi menganggap semua orang/ pengendara juga berperilaku disiplin seperti kita itu belum tentu baik dari sudut pandang ketertiban, keselamatan, dan keamanan.

Butuh antisipasi siapa tahu orang-orang di sekitar kita berperilaku tidak disiplin, tidak tertib, tidak selamat, dan tidak aman. Terimakasih.

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; Kyokushin Karateka 4-th Dan/ IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button