Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Adil Adalah Spirit Beragama

Keadilan ternyata menjadi barang langka. Bumi berkoar tentang keadilan. Namun pada saat bersamaan ramai-ramai membunuh keadilan secara telanjang. Semesta mendidih bersama negeriku. Sila kelima Pancasila pun hanya berupa pepesan kosong.

JERNIH–Saudaraku,

Tiba-tiba aku teringat pesan khatib. Dibacakan rutin setiap selesai khutbah Jum’at. Di seluruh belahan dunia hingga ufuk negeri. Di pelosok-pelosok, kampung-kampung, dan kota-kota, terhampar masjid-masjid. Disesaki berjuta-juta jamaah shalat Jumat.

Pastilah di antara mereka: menyimak wejangan ini. Kendati mungkin tak semua menusuk pikir dan batin. Ritual belaka. Ingatlah,”Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kita berbuat adil dan ihsān.”(QS. An-Nahl: 90).

Deden Ridwan

Ketahuilah. Konsep adil begitu sentral. Melekat setiap jiwa agama. Menjadi ruh fondasi bermasyarakat dan bernegara. “Tak ada konsep negara Islam”, ujar seorang syaikh. “Kalau pun gagasan negara Islam itu ada, ya negara berkeadilan. Apa pun bentuknya,” lanjut sang syaikh, menegaskan.

Percayalah. Tekad keadilan menyatu dalam ikatan batin para warga manusia. Pecinta-pecinta makna kehidupan. Beranjak dalam tarikan nafas. Bergelombang dalam gerak air. Merindukan keadilan hingga titik garib. Tanpa keadilan, kehidupan mati rasa. Miskin isi. Ibarat deretan nol-nol bermiliar-miliar tanpa ditemani angka di samping kirinya: palsu.

Sadarlah. Aku senantiasa bertempik: keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar… Tapi, menurut kebanyakan teori pula, keadilan belum lagi tercapai: “kita tidak hidup di dunia yang adil”.

Keadilan ternyata menjadi barang langka. Bumi berkoar tentang keadilan. Namun pada saat bersamaan ramai-ramai membunuh keadilan secara telanjang. Semesta mendidih bersama negeriku. Sila kelima Pancasila pun hanya berupa pepesan kosong.

Jangan bersedih. Aku ajek berkalih. Di tengah negeriku tuna keadilan. Tetap menyerukan kesaksamaan dengan pena. Berbuat adil kepada siapa pun sekali pun kepada musuh mesti terus diikhtiarkan dalam kehidupan sehari-hari, level apa pun. “Berlaku adilah sejak dalam pikiran,”kata sastrawan Pramoedya.

Sepakat. Karena kezaliman sejak dulu merupakan sumber pertengkaran. Banyak konflik terjadi akarnya karena durjana. Benar, ketidakadilan pula adalah musuh kemanusiaan.

Saudaraku. Demi menjaga rasa keadilan di setiap denyut, murnikan  jiwamu dengan air mata kesadaran. Sucikan akalmu melalui sekuntum ilmu. Karena keadilan mendekatkan engkau dengan taqwa: berbuah ihsān.[Deden Ridwan]

Back to top button