Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Seperti Air, Manusia Seharusnya tak Henti Mengalir

Kemudian aku berteriak lantang pada diam yang bersembunyi di balik tembok-tembok, suara air kolam, langit-bumi: tak ada kata mentok untuk makhluk bernama manusia. Bergerak hingga di ujung spektrum.

JERNIH–Saudaraku,

“Letakkan hatimu di atas gunung”, ungkap seorang sahabatku dalam sebuah obrolan santai semalam.

Kata-kata itu terasa nendang. Bayangkan, sepanjang perjalananku pulang ke rumah di tengah kesyahduan malam yang diiringi hujan lebat, taklimat itu terus mengiang-ngiang. Meracuni pikiran. Menyelusup lubuk hati terdalam.

Deden Ridwan

Setiba di rumah, ujaran bertenaga itu bukan hilang, malah semakin menggila. Aku tepekur di suatu sudut gerha sambil menatap cahaya langit.

Tiba-tiba hormon-hormonku menggeliat. Aliran darahku mengalir deras. Detak jantungku mengencang. Mata batinku menyorot tajam.

Kemudian aku berteriak lantang pada diam yang bersembunyi di balik tembok-tembok, suara air kolam, langit-bumi: tak ada kata mentok untuk makhluk bernama manusia. Bergerak hingga di ujung spektrum.

Ketahuilah. Aku ingin meruntuhkan watak orang-orang kalah. Menguburkan karakter rumpun miskin. Menyalakkan rasa keyakinan. Merayakan obor optimistik. Menerobos batas-batas sandera ruang-waktu.

Kukatakan pada jiwa: aku mesti melakukan apa pun selama Tuhan, Sang Mahacinta, tak marah. Aku akan bergerak melawan garis-batas agar Tuhan tetap tersenyum.

Aku harus bermental petarung laiknya orang-orang sukses yang berhasil menaklukan dunia. Namun tak cukup berhenti di titik itu, aku bertekad melayani dunia supaya hidupku terasa lebih bermanfaat sekaligus bermartabat.

Sadarlah. Aku mesti memberdayakan khalayak lemah menikmati kelezatan cinta. Aku rindu keberkahan menemani setiap langkahku. Maka, atas nama cinta, aku akan selalu meminta doa pada orang-orang lemah di lingkaran dekatku.

Percayalah. Bersama mereka, aku akan berlayar mengarungi samudra cinta melewati pulau-pulau kehidupan meraih makna. Menemui hati yang sudah terlebih dulu bersemayam di puncak gunung kesadaran.

[Deden Ridwan]

Back to top button