Solilokui

VUCA World Dalam Perspektif Manajemen Ekosistem

Dunia yang kita jalani sekarang, adalah tempat di mana perubahan bisa terjadi sangat cepat, tidak terduga, dipengaruhi obanyak faktor yang sulit dikontrol, dengan kebenaran serta realitas yang kian menjadi sangat subyektif.

Oleh   : Menik Qomariyatin*

JERNIH– Sebuah istilah saya temukan saat membaca komentar seorang kawan di grup WhatsApp. Dia mengulas sedikit mengenai konten pdf berbahasa Inggris yang berjudul “The Pshycology of Building The Best Teams For Effective Management “, karya Leon Okwatch. Sebuah esai yang cukup menarik menurut saya, karena adanya pendekatan secara ilmiah dalam pembentukan team, dan itu menjadi kunci yang optimal dalam melakukan efisiensi kerja.

Menik Qomariyatin

Beberapa hal penting yang mungkin bisa kita petik dari esai tersebut, antara lain :

-Dalam sebuah ekosistem, baik itu ekosistem bisnis maupun organisasi secara umum, “serigala” yang sendirian (lonewolf) akan terancam punah. Artinya, kita perlu membangun jejaring di banyak sektor.

-Berbagai tantangan berupa kekuatan, karakter, ideologi, dan latar belakang profesional yang berbeda perlu dipecahkan dan diselaraskan. Hal ini menjadi penting untuk menjadikan human collaboration bisa fokus pada satu tujuan yang telah ditetapkan.

-Pemahaman faktor psikologis sumber daya manusia dalam manajemen ekosistem menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian kolektivitas  goal setting.

-Pengelolaan human resources yang tepat berbasis knowledge, kemampuan, kepribadian, nilai-nilai,  ketahanan, orisinalitas, dan kemampuan beradaptasi memiliki dampak yang besar pada pengembangan ekosistem sebuah perusahaan atau organisasi.

-Ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan dalam membangun kerja team yang sehat, yaitu value, sikap dan perilaku, dan keadaan kognitif tiap individu.

Salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh sistem manajemen ekosistem saat ini adalah VUCA world. Sebuah istilah yang mengemuka di masa revolusi industri 4.0.

Istilah ini awalnya diciptakan oleh militer Amerika untuk menggambarkan situasi geo-politik saat itu. Namun karena kesamaan makna, maka istilah VUCA kini diadopsi oleh dunia bisnis.

Mungkin ke depan VUCA bisa juga diterapkan dalam dunia human resources pada organisasi atau kelembagaan, komunitas ataupun perkumpulan yang berbasis jejaring.

Istilah VUCA yang diciptakan Warren Bennis dan Burt Nanus, dua pakar ilmu bisnis dan kepemimpinan dari AS ini, ternyata sudah mulai populer beberapa tahun lalu. VUCA sendiri merupakan singkatan dari Volatility (gejolak), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), dan Ambiguity (Ambiguitas).

Volatility berarti sebuah dinamisasi yang sangat cepat dalam berbagai hal, baik dari segi sosial, ekonomi maupun politik. Uncertainty diartikan makin sulitnya memprediksi isu dan peristiwa yang saat ini sedang terjadi. Sedangkan Complexity ( kompleksitas ) semacam gangguan atau kekacauan yang menyertai setiap perusahaan/organisasi. Sementara Ambiguity didefinisikan sebagai ketidaksamaan informasi dalam beragam pola dan makna, atau kemampuan mengekspresikan lebih dari satu penafsiran.

Intinya, VUCA world adalah dunia yang kita jalani sekarang, adalah tempat di mana perubahan bisa terjadi sangat cepat, tidak terduga, dipengaruhi obanyak faktor yang sulit dikontrol, dengan kebenaran serta realitas yang kian menjadi sangat subyektif. Keempat hal tersebut dianggap sebagai beban realitas yang ada pada saat ini. Hal tersebut menuntut kelihaian kita dalam membuat formula dan keputusan untuk mengatasi tantangan zaman.

VUCA pada kenyataannya kini menjadi trend baru yang perlu diperhatikan oleh para praktisi pengembangan Sumber Daya Manusia dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan. Sekarang bukan lagi zamannya orang yang mencari kerja ke perusahaan- perusahaan, tetapi sebaliknya, perusahaanlah yang mencari SDM.

Dulu, mungkin mesin, modal dan kondisi geografi menjadi sebuah keunggulan dalam mengembangkan bisnis. Maka sekarang, karyawan yang bertalenta menjadi keunggulan perusahaan ataupun organisasi. Talenta yang dulunya hanya berperan kecil terhadap keberhasilan bisnis atau organisasi, sekarang menjadi penentu perubahan.

Mungkin kita perlu menengok pada sosok Reid Hoffman, seorang penulis buku terkenal “Blitzscaling : The Lightning – Fast Path to Building Massively Valuable Companies” yang berhasil menjadi co-founder Twitter dan Linkedin. Reid Hoffman merupakan salah satu guru bisnis yang layak kita jadikan cermin.

Betapa tidak, di era VUCA seperti sekarang, rasa-rasanya metoda menjalankan bisnis atau keorganisasian yang tidak fleksibel alias terlalu ketat dan penuh kehati-hatian tampaknya perlu banyak penyesuaian.

Terlalu “nabrak tembok”  saat kita berharap mengubah VUCA world yang saat ini sedang terjadi. Karena, itulah tantangan zaman terus berkembang. Tugas kita adalah melakukan banyak penyesuaian dan percepatan dalam rangka menyiapkan kinerja team supaya tetap efektif dan produktif baik dalam ekosistem bisnis maupun organisasi,  sehingga benar-benar siap menghadapi era VUCA world tersebut, khususnya dalam pencapaian tujuan ekosistem secara kolektif.

Beberapa hal yang mungkin bisa terus kita upayakan antara lain :

-Tetapkan target jangka pendek yang jelas dan menantang.

-Adaptif terhadap perubahan yang terjadi begitu cepat.

-Persiapkan seorang pemimpin yang dapat membaca trend masa depan dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi.

-Jangan takut menghadapi tantangan guna mengembangkan perusahaan/organisasi.

Meski banyak hal lain yang bisa kita lakukan, setidaknya terus berinovasi dan mengembangkan kreatifitas kita tatkala menyadari adanya pola zaman  yang terus berubah, khususnya generasi emas yang nantinya akan menjadi pengisi serta pelaku peradaban.  [  ]

*Presiden Dewan Santuy Nasional, Sekretaris Eksekutif The Bendungan Institute dan mahasiswa pascasarjana Prodi Magister Manajemen, Universitas Tangerang Raya.

Back to top button