Spiritus

Setetes Embun: Berbelaskasihan

Flannery O’Connor, seorang penulis Katolik pernah mengatakan: “Engkau akan menemukan Kristus ketika engkau peduli pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaanmu sendiri”. Menjadi Kristen atau menjadi murid Yesus merupakan cara untuk memupuk rasa belaskasihan semacam ini.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-“Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” (Mrk 6, 34).

Ungkapan “domba tanpa gembala” dalam bacaan Injil hari ini bisa bermakna ganda. Pertama, yang dimaksud adalah orang-orang Israel tanpa pemimpin, terutama pemimpin agama, karena sebagai bangsa jajahan Roma saat itu, pemimpin mereka adalah orang-orang Roma. Kekuasaan rill ada di tangan orang asing sekaligus kafir.

Kedua, bisa bermakna kiasan atau perbandingan. Orang-orang saat itu yang mencari Yesus ada di padang gurun. Mereka tidak hanya menerima makanan dari Yesus – memperbanyak roti dan ikan, melainkan juga mendapatkan pengajaran dan tanda-tanda ajaib. Ini mengingatkan orang Israel akan pengalaman padang gurun dalam perjalanan dari Mesir ke tanah terjanji. Mereka menerima Taurat pada masa itu sebagai tuntunan sekaligus makanan rohani.

Dalam situasi ini, seperti lazim terjadi, domba tanpa gembala akan binasa karena beberapa alasan. Pertama, mereka bisa tersesat dan berakhir tragis karena dimangsa binatang buas seperti serigala. Kedua, mereka tidak menemukan padang rumput, air atau makanan untuk diri mereka sendiri. Ketiga, mereka tidak mempunyai pelindung dari bahaya yang mengancam.

Terhadap orang-orang macam inilah Yesus menaruh BELASKASIHAN (COMPASSION). Dia melihat situasi nyata mereka dan tahu apa yang dibutuhkan dan dicari mereka. Dia mencoba memposisikan diri dengan diri mereka, sebuah solidaritas tanpa sekat. Dia dan para rasulnya butuh sendirian dan menemukan kenyamanan pribadi. Tapi melihat mereka, Yesus spontan berubah pikiran. Dia mendatangi dan menyapa mereka.

Kemampuan berbelakasihan adalah ciri khas manusia. Hal ini dikatakan oleh Mencius, seorang filsuf Cina yang hidup beberapa ratus tahun sebelum Kristus.

Dia mengatakan: “Semua manusia mempunyai kemampuan untuk menaruh belaskasihan. Sebagai contoh; jika seseorang melihat anak kecil yang nyaris jatuh dari atas jendela rumah yang tinggi, spontan dia akan panik dan kuatir. Tidak peduli apakah dia mengenal anak itu atau orangtuanya. Juga tidak karena pertimbangan bahwa dia akan dinilai jahat kalau bersikap masa bodoh saja. Naluri kemanusiaan akan muncul secara otomatis dan ada dorongan kuat untuk menolong. Dengan kata lain, orang yang tidak mempunyai belaskasihan berarti dia kehilangan ciri kemanusiaan.

Menjadi Kristen atau menjadi murid Yesus merupakan cara untuk memupuk rasa belaskasihan semacam ini. Belaskasihan atau compassion menjadi semakin dibutuhkan khususnya di dunia yang dilanda macam-macam penderitaan atau kesulitan hidup.

Flannery O’Connor, seorang penulis Katolik pernah mengatakan: “Engkau akan menemukan Kristus ketika engkau peduli pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaanmu sendiri”.

Manusia sudah berkembang sedemikian rupa dalam hal ilmu dan teknologi. Apakah manusia juga berkembang dalam hal karakter, belaskasihan dan cinta kasih kepada sesama?

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Redemptoris/Novena Church, Thomson Road, Singapore).

Back to top button