Spiritus

Setetes Embun: Terpanggil Menjadi Gembala

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

Dedikasi dan totalitas para gembala bagi domba atau kambingnya membuat para penulis Kitab Suci menggambarkan Allah sebagai Gembala. Pekerjaan sebagai gembala bukan pekerjaan mudah. Ini membutuhkan keberanian, kekuatan dan daya tahan fisik yang bagus.

JERNIH-Beberapa tahun yang lalu seorang wanita menggendong bayinya melalui perbukitan South Wales, Inggris. Tiba-tiba daerah tersebut dilanda badai salju. Setelah badai berlalu para pencari menemukan wanita itu sudah membeku, tewas karena  kedinginan di dalam salju.

Mereka sangat keheranan menemukan wanita itu dalam keadaan tanpa pakaian luar. Setelah digali lebih dalam mereka menemukan bahwa pakaiannya digunakan untuk membungkus bayinya yang ternyata masih hidup dan baik-baik saja.

Anak ini kemudian tumbuh berkembang menjadi besar. Dialah David Llyod George, yang kemudian menjadi salah satu Perdana Menteri Inggris.Raya.

Hari minggu ini dikenal sebagai Hari Minggu Gembala Baik atau di Indonesia diperluas sebagai Hari Minggu Panggilan. Hari ini didedikasikan bagi doa untuk panggilan sebagai Gembala/Pastor dan sebagai biarawan biarawati.

“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10,11).

Yesus menyebut diri-Nya sebagai ‘Gembala Yang Baik’. Inspirasi menjadi Gembala datang dari tradisi yang sangat populer di kalangan orang Yahudi terutama ketika mereka masih hidup nomaden. Sebagai orang yang berpindah-pindah tempat, pekerjaan utama mereka adalah menggembalakan domba atau kambing. Kebiasaan ini terus berlanjut sekalipun mereka kemudian menetap di Palestina atau tanah Kanaan.

Pekerjaan sebagai gembala bukan pekerjaan mudah. Ini membutuhkan keberanian, kekuatan dan daya tahan fisik yang bagus.

Ketika Daud dipandang enteng oleh Saul, dia mengatakan: “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila singa datang atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya” (1 Sam 17,34-35).

Dedikasi dan totalitas para gembala bagi domba atau kambingnya membuat para penulis Kitab Suci menggambarkan Allah sebagai Gembala.

“Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya. (Maz 23, 1.4). Para pemimpin Israel juga sering dianggap sebagai pengganti Allah dalam tugasnya sebagai Gembala.

Yesus menekankan dua kekhasan gembala: memberikan nyawa dan mengenal domba-dombanya. Seorang gembala harus memiliki semangat pengorbana yang tinggi dan kedekatan serta cinta yang besar kepada domba gembalaannya.

Dia mempunyai dan melaksanakan tanggungjawab besar agar domba gembalaannya mempunyai makan minum yang cukup dan aman dari bahaya. Dia mempunyai kewajiban memelihara mereka agar terus berkembang dan sehat.

Tugas kegembalaan inilah yang kemudian diteruskan dalam hidup orang kristen dalam berbagai bentuknya. Para pemimpin gereja, para pelayan gereja bahkan para umat awam bisa mengambil tugas penggembalaan ini dengan caranya masing-masing.

Seorang tentara yang sekarat dalam sebuah medan perang di Korea menginginkan seorang pastor. Para tenaga medis berusaha mencari tapi tidak menemukan. Seorang pasien yang parah di dekat mendengar permintaan itu dan berkata: “Saya seorang pastor”.

Dokter memperhatikan dia lalu berkata: “Anda tidak boleh bergerak. Kondisimu juga parah. Jika bergerak sedikit saja anda akan mati”.

Imam kapelan itu menjawab: “Jiwa dari orang ini lebih berharga daripada hidupku yang tinggal beberapa jam.” Dia lalu bergeser mendekati tentara itu, mendengarkan pengakuannya, memberi dia absolusi dan keduanya meninggal sambil berpegangan tangan”.

Berdoa mohon panggilan menjadi gembala itu baik. Tetapi lebih penting berdoa mohon panggilan menjadi GEMBALA YANG BAIK.

(Ditulis di Wisma Sang Penebus Nandan, Yogyakarta)

Back to top button