Veritas

Kapal Imigran Gelap Pecah di Lepas Pantai Italia, Hampir 60 Orang Tewas

Perahu kayu bermuatan sekitar 200 orang itu bertabrakan dengan terumbu karang akibat ombak besar. Tiga bongkahan besar kapal berakhir di pantai dekat kota Steccato di Cutro, tempat serpihan kayu berwarna biru cerah berserakan di pasir seperti batang korek api, bersama mayat-mayat yang terdampar ke tepi.

JERNIH–Sebuah perahu besar berbahan kayu yang penuh sesak dengan imigran gelap pecah setelah menabrak karang di lepas pantai Italia selatan, di saat fajar menjelang, Ahad (26/2). Tim penyelamat mendaratkan hampir 60 mayat, di antara puluhan lainnya yang hilang di perairan yang dikenal berombak ganas itu.

Para pejabat Italia khawatir, jumlah korban tewas bisa mencapai 100 orang karena beberapa korban yang selamat mengindikasikan kapal itu membawa sebanyak 200 penumpang ketika berangkat dari Turki. Hal itu juga dikatakan seorang dari badan pengungsi dan migrasi PBB.

Setidaknya 80 orang ditemukan hidup, termasuk beberapa yang mencapai pantai setelah kapal karam di lepas pantai Calabria di sepanjang Laut Ionia. Salah satu perahu motor menyelamatkan dua pria yang menderita hipotermia dan menemukan mayat seorang anak laki-laki.

Menjelang matahari terbenam, petugas pemadam kebakaran mengatakan 59 mayat telah ditemukan.

Seorang pria ditahan untuk diinterogasi setelah sesama penyintas mengindikasikan dia adalah seorang pedagang manusia (human trafficker), kata stasiun TV pemerintah.

Perahu itu bertabrakan dengan terumbu karang di lautan akibat tertiup angin. Tiga bongkahan besar kapal berakhir di pantai dekat kota Steccato di Cutro, tempat serpihan kayu berwarna biru cerah berserakan di pasir seperti batang korek api.

“Semua yang selamat adalah orang dewasa,” kata relawan Palang Merah, Ignazio Mangione. “Sayangnya, semua anak termasuk yang hilang atau ditemukan tewas di pantai.” Seorang bayi dan anak kembar dilaporkan di antara yang tewas.

Tim penyelamat mengatakan, dua pria yang selamat terlihat berusaha menyelamatkan anak-anak dengan memegangi mereka di atas kepala mereka saat gelombang menerpa . Tetapi anak-anak itu meninggal, kata TV pemerintah.

Kelompok kemanusiaan Doctors Without Borders mengatakan pihaknya menawarkan bantuan psikologis kepada para penyintas, termasuk seorang bocah laki-laki berusia 16 tahun dari Afghanistan yang saudara perempuannya, 28, berhasil mencapai pantai, meski kemudian meninggal. Kelompok itu mengatakan remaja itu “belum menemukan keberanian untuk memberi tahu orang tuanya.”

Korban selamat lainnya adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dari Afghanistan yang kehilangan seluruh keluarga, termasuk empat saudara kandungnya. TV pemerintah Italia mengutip para penyintas yang mengatakan kapal itu berangkat lima hari lalu dari Turki.

Berdiri di samping reruntuhan di pantai, seorang reporter TV pemerintah RAI Italia melihat sebuah pelampung bertuliskan “Smyrna,” sebuah pelabuhan Turki yang juga dikenal sebagai Izmir.

Lebih dari 170 migran diperkirakan berada di kapal itu, kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan Organisasi Internasional untuk Migrasi dalam pernyataan bersama. Di antara mereka adalah “anak-anak dan seluruh keluarga,” dengan sebagian besar penumpang berasal dari Afghanistan, Pakistan dan Somalia.

Sebelumnya, dalam indikasi sulitnya menentukan berapa banyak penumpang yang berangkat dalam pelayaran itu, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, mengatakan sekitar 200 orang telah berdesakan di perahu sepanjang 20 meter (66 kaki) itu.

Operasi penyelamatan melibatkan helikopter dan pesawat polisi, serta kapal dari regu pemadam kebakaran negara bagian, Penjaga Pantai, dan polisi perbatasan. Nelayan setempat juga ikut melakukan pencarian. Jenazah dibawa ke stadion olahraga di kota terdekat, Crotone.

Seorang pendeta mengatakan beberapa mayat terdampar di hamparan pantai dekat kotanya. “Sementara saya memberkati mereka, saya bertanya pada diri sendiri mengapa kita datang setelah kematian,” kata Pendeta Rosario Morrone kepada TV pemerintah. “Kita harusnya sampai di sana sebelumnya.”

TV pemerintah mengatakan 22 orang yang selamat dibawa ke rumah sakit.

Paus Fransiskus mengatakan kepada umat Kristen di Lapangan Santo Petrus bahwa dia berdoa untuk yang meninggal, yang hilang dan yang selamat, serta untuk penyelamat “dan bagi mereka yang menyambut” para imigran itu.

“Ini adalah tragedi yang sangat besar,” kata Walikota Crotone, Vincenzo Voce,  kepada RAI. “Dalam solidaritas, kota akan mencarikan tempat di pemakaman umum yang ada.”

Kementerian Dalam Negeri Italia mencatat, pada tahun 2022 sekitar 105.000 imigran tiba di pantai Italia. Jumlah itu sekitar 38.000 lebih banyak daripada tahun 2021.

Menurut data PBB, kedatangan dari rute Turki menyumbang 15 persen dari jumlah total, dengan hampir setengah dari mereka melarikan diri dari Afghanistan. Meloni mengungkapkan “kesedihannya yang mendalam atas banyak nyawa manusia yang direnggut para pedagang manusia.”

“Tidak manusiawi menukar nyawa pria, wanita, dan anak-anak dengan ‘harga’ tiket yang mereka bayarkan dalam prospek palsu dan janji perjalanan yang aman,” kata Meloni, seorang pemimpin sayap kanan yang sekutu pemerintahannya termasuk kalangan anti-imigran.

Dia bersumpah untuk menindak keberangkatan yang diatur oleh penyelundup manusia dan menekan sesama pemimpin Uni Eropa untuk membantu.

Pihak oposisi menunjuk tragedi itu sebagai bukti kelemahan dalam kebijakan imigrasi Italia. “Mengutuk hanya para penyelundup, seperti yang dilakukan kelompok kanan-tengah sekarang, adalah kemunafikan,” kata Laura Ferrara, seorang anggota parlemen Parlemen Eropa daripartai populis, Gerakan 5-Bintang.

“Yang benar adalah bahwa UE saat ini tidak menawarkan alternatif yang efektif bagi mereka yang terpaksa meninggalkan negara asalnya,” kata Ferrara dalam sebuah pernyataan.

Rute lain yang digunakan para penyelundup adalah melintasi Laut Mediterania tengah dari pantai Libya, di mana para migran sering mengalami kondisi penahanan yang brutal selama berbulan-bulan sebelum mereka diizinkan menaiki perahu karet atau perahu kayu tua menuju pantai Italia. Rute itu dianggap salah satu yang paling mematikan.

Pemerintah Meloni telah berkonsentrasi pada upaya memperumit perahu kemanusiaan untuk melakukan banyak penyelamatan di Mediterania tengah. Caranya dengan menugaskan mereka untuk membantu melakukan pendaratan hanya di sepanjang pantai utara Italia. Itu berarti kapal membutuhkan lebih banyak waktu untuk kembali ke laut setelah membawa para imigran ke atas kapal dan membawa mereka dengan selamat ke pantai.

Organisasi kemanusiaan menyesalkan tindakan keras itu. Mereka juga menyesalkan regulasi juga mencakup perintah kepada kapal amal untuk tidak tetap berada di laut setelah operasi penyelamatan pertama, tetapi segera menuju ke pelabuhan yang ditugaskan kepada mereka. Padahal, dengan melakukan itu para penyelamat berharap bisa melakukan penyelamatan lain. Pelanggar aturan itu menghadapi denda berat dan penyitaan kapal penyelamat.

Presiden Italia, Sergio Mattarella, meminta Uni Eropa untuk secara konkret memikul tanggung jawab mengelola fenomena migrasi, untuk menghapusnya dari ladang uang para pedagang manusia. [Associated Press]

Back to top button