Crispy

Untuk Menyelamatkan Nyawa Orang, Seorang Kapolsek Rela Bersimpuh

PINRANG—Lepas dari pro-kontra sesuai interpretasi masing-masing, tak hanya warga Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, yang patut merenungkan kejadian ini. Di setiap langkah hidup, di semua tugas yang dilakukan, nilai-nilai kemanusian seharusnya dijunjung tinggi.

Itu yang tampaknya dilakukan Iptu Akbar, kapolsek Cempa Polres Pinrang. Ia rela bersimpuh di tanah, memohon belas kasih massa ‘pengunjuk rasa’ agar berhenti menganiaya pekerja tambang yang sudah terluka, terkapar tak berdaya.

Kejadian tersebut berlangsung di lokasi tambang pasir Desa Salipolo, pekan lalu, saat terjadi unjuk rasa warga sekitar Salipopo yang menolak penambangan di wilayahnya. Videonya yang viral didunia maya telah mengundang berbagai simpati dan komentar warga Pinrang.

Muhammad Nur, wakil ketua Pemuda Muhammadiyah Cabang Pinrang, pun menyatakan salut dengan tindakan Kapolsek. “Beliau perwira Kepolisian dengan jabatan kapolsek, rela bersimpuh memohon belas kasih warga demi menyelamatkan nyawa,” kata Nur. Saat itu, entah bagaimana awalnya, unjuk rasa berubah brutal. Seorang pekerja tambang dianiaya massa hingga terluka dan terkapar tak berdaya

“Kami salut dan simpati atas tindakan beliau,” kata dia.

Demikian pula Agustinus Minggu, sekretaris DPC Partai Gerindra Kabupaten Pinrang. Agustinus menilai tindakan kapolsek merupakan tindakan luar biasa. “”Sebagai warga Pinrang, saya salut dan bangga memiliki seorang kapolsek seperti beliau,” kata Agustinus.

Padahal, kata Muchsin Jack, aksi kapolsek sangat rawan dan bisa mengancam nyawanya sendiri. ”Beliau mempertaruhkan nyawanya sendiri demi memyelamatkan nyawa orang lain. Sudah sering kita tonton, aparat terkadang menjadi incaran amuk massa saat ada aksi demonstrasi. Ini kejadian langka,” kata Muchsin.

Tetapi mungkin, bukan soal kapolsek itu benar yang harus kita persoalkan. Budaya massa, psikologi kerumunan, sudah harus kita persoalkan. Agar di masa depan, orang banyak—yang belum tentu benar, tak seenaknya dan serendah itu menilai nyawa manusia—yang belum tentu salah, kaum sejenisnya sendiri. [tvl]

Back to top button