Depth

Italia Lampaui Cina dalam Jumlah Kematian Akibat Virus Corona

Pemerintah Italia mengumumkan 427 kematian baru, membuat total kematian akibat Corona menjadi 3.405, lebih dari Cina yang mencatatkan 3.242 kematian

ROMA– Korban tewas akibat pandemi Covid-19 di Italia mencapai tonggak suram pada hari Kamis (19/3) dengan jumlah kematian yang telah melampaui total resmi yang tercatat terjadi di Cina. Pihak berwenang Italia mengumumkan 427 kematian baru, membuat total kematian menjadi 3.405, melebihi 3.250 kematian yang tercatat di seluruh daratan Cina, Hong Kong, Makau dan Taiwan.

Italia memiliki populasi 60 juta, atau kurang dari 5 persen dari 1,3 miliar warga Cina daratan. Namun demikian Italia memiliki merupakan negara dengan proporsi warga tua terbanyak kedua di dunia setelah Jepang. PBB mencatat, sekitar 30 persen orang Italia berusia 60 atau lebih pada tahun 2017. Sementara, para pakar kesehatan menyatakan bahwa orang lanjut usia lebih rentan terhadap Covid-19.

Ketidakpedulian (cuek) yang dilakukan mereka yang masih songong terhadap imbauan pemerintah, memungkinkan penularan Covid-19 yang lebih lanjut.

Italia juga memiliki jumlah kasus terdiagnosis tertinggi kedua di dunia, 41.035 kasus, setelah Cina. Setidaknya ada lima dokter di Italia termasuk di antara mereka yang meninggal. Kini dunia mencatat sudah lebih dari 9.600 orang tewas karena Corona di seluruh dunia.

Kementerian Kesehatan Spanyol mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis (19/3) bahwa jumlah kematian telah melonjak 209, hingga menjadi 767. Sebanyak 17.147 orang telah tertular penyakit ini di Spanyol, meningkat sekitar 25 persen dari hari sebelumnya. Angka itu diperkirakan akan semakin meningkat seiring kian tersedianya alat untuk melakukan tes. Tingkat kematian di Madrid digambarkan oleh otoritas lokal sebagai “satu kasus setiap 16 menit”.

Raja Spanyol Felipe VI, dalam pidato di televisi yang biasanya jarang ia lakukan mengatakan kepada warganya,”Virus ini tidak akan mengalahkan kita. Di sisi lain, itu akan membuat kita lebih kuat sebagai masyarakat.”

Di Cina, di mana krisis dimulai, mulai Kamis kemarin tak tercatat adanya kasus baru. Hal yang menjadi pertama kalinya sejak wabah merebak.

Saat ini total infeksi di seluruh dunia telah melebihi 220.000 kasus. Kasus-kasus baru yang terjadi termasuk apa yang dialami penguasa Monako, Pangeran Albert, dan Michel Barnier, kepala negosiator Brexit dari Uni Eropa.

Kekhawatiran juga meningkat bahwa lonjakan kasus di Eropa dan Amerika Utara dapat mengakibatkan gelombang kedua di Asia, di tengah laporan pergerakan massa para pelancong yang melarikan diri dari pusat gempa saat ini.

Australia dan Selandia Baru menjadi negara terbaru yang melarang non-warga negara masuk ke negara mereka.  Italia mengatakan, 99 persen orang yang terinfeksi yang meninggal memiliki penyakit lain.  Di Cina, Komisi Kesehatan Nasional mengatakan pada hari Kamis bahwa keseluruh 34 infeksi baru yang dilaporkan pada hari sebelumnya adalah kasus impor.

Yang juga pertama kalinya terjadi, Provinsi Hubei, tempat krisis dimulai, tidak mencatatkan kasus baru, baik mereka yang terinfeksi di dalam negeri maupun dari luar negeri. Jumlah kematian baru di daratan Cina turun menjadi satu digit, dengan delapan yang dilaporkan, sehingga jumlah total kematian menjadi 3.245.

Rekaman dramatis telah beredar di media sosial, menunjukkan kendaraan militer membawa mayat keluar dari kota Bergamo Italia karena fasilitas kremasi kelebihan beban.

Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte memperpanjang lockdown nasional yang membebani perekonomian, dengan mengatakan: “Kita telah berhasil menghindari keruntuhan system, dan langkah-langkahnya berhasil.” Pemerintah disebut-sebut  sedang mempertimbangkan pengetatan pembatasan di tengah kekhawatiran bahwa banyak orang Italia tidak menghormati aturan yang membatasi mereka ke luar rumah mereka kecuali untuk pekerjaan, kesehatan atau alasan darurat. [stuart lau/South China Morning Post]

Back to top button