Crispy

Keduanya Tiga Kali Bertemu antara 2018-2019, tapi Mengapa Kim Jong-un Belum Ucapkan Selamat Kepada Donald Trump?

  • Korut kemungkinan akan membuat pernyataan setelah AS mengumumkan politik luar negerinya terhadap Pyeongyang.
  • Kim Jong-un sedang mesra dengan Vladimir Putin setelah ratifikasi pakta pertahanan baru.

JERNIH— Kim Jong-un dan Donald Trump telah bertemu tiga kali; di Singapura, zona demarkasi militer (DMZ) Panmunjeom, dan Hanoi (Vietnam). Namun, Kim Jong-un belum menyampaikan ucapan selamat kepada Donald Trump, yang memenangkan pemilu AS dan kembali ke Gedung Putih.

Yonhap, kantor berita Korsel, sampai Rabu 12 November tidak satu pun media pemerintah Korea Utara (Korut) menerbitkan artikel, komentar, atau siaran, tentang kemenangan Trump. Namun, ini bukan sesuatu yang luar biasa.

Pyeongyang memiliki rekam jejak menunda laporan tentang hasil pemilihan presiden AS. Ketika Trump memenangkan pemilihan presiden pertamanya tahun 2016, butuh 10 hari bagi Pyeongyang untuk menyinggung kemenangan itu dalam artikel yang mengkritik Korsel.

Ketika Joe Biden terpilih sebagai presiden, Korsel juga bungkam selama dua bulan. Setelah Biden dilantik, Korut bersuara di media propagandanya. Hal serupa juga terjadi saat Barrack Obama dua ali berturutan memenangkan kursi presiden.

Pertanyaannya, bukankah Kim Jong-un dan Donald Trump pernah tiga kali bertemu, berjabat tangan, saling senyum dan berbicara. Keduanya bahkan saling berkirim surat setelah pertemuan di Hanoi.

Tidakah hubungan pribadi menggerakan Kim Jong-un mendobrak tradisi hening saat hampir seluruh negara di dunia menyampaikan selamat kepada presiden baru AS.

Pakar Korut di Seoul mengatakan Pyeongyang mungkin mempertimbangkan waktu yang tepat untuk berkomentar, sebab pemerintahan Trump belum bekerja. Trump masih sibuk mempertimbangkan orang-orang yang menempati posisi penting.

Penunjukan anggota Kongres Mike Waltz sebagai penasehat keamanan nasional, dan senator Marco Rubio d posisi menteri luar negeri, sedikit banyak membuat Pyeongyang memperpanjang keheningan.

Waltz dan Rubio dikenal dengan kebijakan agresif terhadap Korut. Rubio meyebut Kim Jong-un ‘orang bila’ yang memiliki senjata nuklir dan rudal jarak jauh yang dapat menghantam AS. Washington, kata Rubio, harus melakukan apa pun yang diperlukan untuk menghentikan Korut memperoleh kemampuan senjata jarak jauh.

Waltz menyeru dengan keras agar AS menjatuhkan sanksi sekunder kepada perusahaan energi Tiongkok dan Rusia yang membantu Korut.

Kim Jong-un tampaknya masih menunggu kebijakan pernyataan awal Donald Trump terhadap Korut, dan menanggapinya. Tanggapan itulah yang akan menjadi pengakuan atas pemerintahan kedua Trump.

Pakar Korut di Seoul memperkirakan pesan pertama Kim Jong-un teradap Trump akan bernada permusuhan, mengingat kegagalan tiga pertemuan keduanya antara 2018-2019 dan kerjasama Korut-Rusia yang semakin dalam.

Korut dan Rusian baru-baru ini meratifikasi pakta pertahanan baru, yang ditandatangani Kim Jong-un dan Vladimir Putin. Muncul spekulasi Pyeongyang akan secara resmi mengumumkan pengerahan pasukan ke Rusia untuk mendukung Moskwa dalam perang di Ukraina.

Back to top button