Crispy

Facebook Rilis Laporan Hak Asasi Manusia, Aktivis HAM: Yah, Nggak Ada Isinya

  • Meta sangat tidak nyaman dengan perilisan laporan HAM.
  • Tidak ada komitmen yang dibuat untuk mengatasi ujaran kebencian.

JERNIHMeta, perusahaan pemilik Facebook, Kamis 15 Juli, merilis laporan hak asasi manusia (HAM) pertama setelah bertahun-tahun menghadapi tuduhan menutup mata atas kekerasan dunia nyata yang dipicu ujaran kebencian di platform-nya.

Laporan itu, berupa uji tuntas tahun 2020 dan 2021, mencakup ringkasan penilaian dampak hak asasi manusia yang kontroversial di India. Penilaian ini dituntut firma hukum Foley Hoag yang dilaksanakan Meta.

Kelompok HAM, termasuk Amnesty International dan Human Right Watch, menuduh Meta mengulur-ulur waktu untuk merilis penilaian India secara penuh.

Dalam ringkasannya, Meta mengatakan firma hukum mencatat potensi risiko HAM yang menonjol, yang melibatkan platform Meta, termasuk advokasi kebencian yang menghasut permusuhan, diskriminasi, dan kekerasan.

Namun penilaian itu tidak menyelidiki tuduhan bias dalam moderasi konten.

Ratik Asokan, perwakilan India Civil Watch International yang berpartisipasi dalam penilaian dan mengorganisir surat bersama, mengatakan ringkasan itu adalah upaya Meta ‘mengapur’ temuan perusahaan.

“Ini adalah bukti jelas yang bisa Anda dapatkan bahaw mereka sangat tidak nyaman dengan informasi yang ada dalam laporan itu,” katanya. “Setidaknya, tunjukan keberanian merilis ringkasan eksekutif sehingga kita bisa melihat apa yang dikatakan firma hukum independen itu.”

Peneliti Human Rights Watch Deborah Brown menyebut ringkasan itu selektif dan dan “tidak membawa kita lebih dekat” untuk memahami peran perusahaan dalam penyebaran ujaran kebencian di India, atau komitmen yang akan dibuat untuk mengatasi masalah itu.

Selama bertahun-tahun, kelompok hak asasi manusia memperingatkan tentang pidato kebencian anti-Muslim yang memicu ketegangan di India — pasar terbesar Meta secara global berdasarkan jumlah pengguna.

Eksekutif kebijakan publik Meta di India mengundurkan diri tahun 2020, menyusul laporan Wall Street Journal bahwa dia menentang penerapan aturan perusahaan kepada tokoh nasionalis Hindu yang mempromosikan kekerasan.

Dalam laporannya, Meta mengatakan sedang mempelajari rekomendasi India, tetapi tidak berkomitmen mengimplementasikannya, seperti yang dilakukan dengan penilaian lainnya.

Direktur HAM Meta Miranda Sissons menunjuk pedoman PBB yang memperingatkan risiko bagi pemangku kepentingan yang terkena dampak, personel, atau persyaratan sah kerahasiaan komersial.

“Format pelaporan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk alasan keamanan,” kata Sissons kepada Reuters.

Sissons, yang bergabung dengan Meta tahun 2019, mengatakan timnya saat ini terdiri dari delapan orang. Sekitar 100 lainnya bekerja di bidang HAM dengan tim terkait.

Selain penilaian tingkat negara, laporan itu juga menguraikan pekerjaan tim yang merespon Covid-19 dan kacamata pintar Ray-Ban Stories, yang melibatkan penandaan kemungkinan risiko dan efek privasi pada kelompok rentan.

Sissons mengatakan analisis teknologi augmented reality dan virtual reality, yang diprioritaskan Meta dengan taruhannya pada metaverse, sebagian besar berlangsung tahun ini dan akan dibahas dalam lapooran berikut.

Back to top button