Inggris, AS, dan Cina, Uji Klinis Vaksin Virus Korona
Jenewa — Tahukah Anda berapa biaya untuk menghasilkan vaksin virus korona?
Jawab, 1 miliar dolar AS, atau Rp 13,8 triliun — sedikit lebih tinggi dari suntikan dana pemerintah Indonesia ke BPJS Kesehatan.
Michael Osterholm, direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di Universitas Minnesota, AS, mengatakan dana sebanyak itu untuk pengembangan, melisensikan, membuat vaksi sejak awal — termasuk membangun fasilitas produksi.
Baca Juga:
— Lembaga Eijkman Bahas Rencana Bikin Vaksin Virus Corona
— Mengapa Industri Farmasi Ogah Memproduksi Vaksin Virus Korona?
— Peneliti AS Bikin Peta 3D Virus Korona Skala Atom
Menurut Osterholm, inilah yang menyebabkan vaksin virus korona tidak pernah ada. Bahkan, 17 tahun sejak SARS dan MERS mewabah, tidak pernah ada vaksi virus korona.
Selain mahal, penelitian untuk menemukan vaksin butuh waktu lama. Setelah ditemukan, vaksin harus melewati pengijian sekian tahun, untuk memastikan vaksin aman dan efektif.
Kasus SARS
Namun, bukan tidak pernah ada upaya menemukan vaksin SARS dan MERS. Tahun 2003, ilmuwan Cina butuh empat bulan sebelum urutan genom virus korona terpetakan, dan membimbing pakar mengembangkan antigen yang bisa digunakan pada percobaan kultur hewan dan sel.
Ujicba kepada manusia kali pertama dilakukan Desember 2004 di Beijing, tapi saat itu wabah SARS telah usai. Sehingga, arsip penelitian hanya disimpan, dan ilmuwan beralih ke penelitian lain.
Namun untuk virus korona baru yang merebak di Wuhan, Cina bergerak lebih cepat. Mereka mengisolasi strain dan urutan genom, lalu merilisnya ke komunitas ilmiah pada 10 Januari 2020 — jauh sebelum pemerintah Cina mengumumkan virus dapat menular dari dan ke manusia.
Cina punya dana. Bahkan Beijing bersedia mengerahkan semua daya untuk penelitian ilmiah, menghasilkan vaksin yang menghentikan wabah. Beijing tahu, wabah berkepanjangan akan membuat situasi ekonomi Cina berantakan.
Artinya, sebesar apa pun dana yang dikeluarkan Cina sangat kecil jika dibandingkan dengan ekonomi negeri itu di masa depan.
Zhang Xinmin, direktur Pusat Pengembangan Bioteknologi Cina, mengatakan sejak satuan tugas khusus Cina berusaha melakukan terobosan untuk mempercepat penemuan vaksin.
Di luar Cina, CEPI — koalisi yang didukung Bill and Melinda Gates Foundation Welcome Trust — dan investasi dari beberapa negara, juga berupaya mempercepat pengembangan vaksin.
Tidak ada raksasa farmasi di dalamnya. Yang ada adalah persusahaan farmasi Inovio Pharmacuticals — proyek bersama perusahaan AS Moderna dan Institut Alergi dan Penyakit Menular AS dan Universitas Queensland.
Uji Coba Dimulai
Dua bulan setelah virus korona baru ditemukan pada 7 Januari 2020, beberapa lembaga di Cina, AS, dan Eropa, memulai uji coba temuannya pada hewan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lima kandidat vaksin telah mencapai tahap praklinis, yang melibatkan kultur sel dan percobaan hewan, untuk mencari tahu apakah vaksin bisa mendorong kekebalan.
Moderna mengatakan akan menguji coba vaksin pada manusia, April 2020. Tim peneliti Imperial College London mengindikasikan untuk memulai uji coba ke manusia pada musim panas.
Cina, Jumat lalu, mengumumkan akan mengajukan uji klinis pada manusia akhir April 2020. Xu Nianping, wakil menteri sains dan teknologi, mengatakan peneliti vaksin Cina telah membuat kemajuan sama dengan rekan-rekan internasional mereka.
Kecepatan yang luar biasa. Di masa lalu, perlu beberapa tahun membuat vaksin sebelum diui coba kepada manusia. Kini, AS, Eropa, dan Cina, hanya butuh waktu dua bulan.
Saat SARS mewabah, terdapat 33 kandidat vaksin tapi hanya dua yang mencapai tahap uji klinis pada manusia. Lainnya berhenti pada tahap praklinis.
Untuk MERS, ada 48 kandidat vaksin tapi hanya tiga yang menjalani uji klinis pada manusia. Lainnya berhenti pada tahap praklinis.
Pertanyaannya, berapa lama lagi vaksin virus korona tersedia di setiap rumah sakit? Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan; “Dalam 18 bulan.”