Apakah Ucapan Arteria Dahlan Terkait Bahasa Sunda Soal Tak Suka, Atau Urusan Kewenangan Konstitusional?
Polisi kata Zainal, sudah sangat harus melihat baik-baik secara keseluruhan dan tak bisa buru-buru menyimpulkan maksud Arteria menyinggung Bahasa Sunda sebab persoalkan Jaksa Agung dari Jawa Barat, dan banyak juga Kepala Kejaksaan Tinggi dari Jawa Barat pula.
JERNIH–Soal lolosnya Arteria Dahlan dari jerat hukum lantaran ucapannya terkait bahasa Sunda dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, sepertinya banyak membuat orang kecewa. Apalagi masyarakat Parahyangan yang dalam hal ini menjadi korban dugaan ujaran kebencian bermuatan SARA oleh anggota dewan terhormat itu.
Polda Metro Jaya, yang mendapat limpahan kasus dari Polda Jawa Barat berdasar laporan Majelis Adat Sunda bilang, Arteria tak bisa diproses hukum apalagi di ranah pidana, sebab dia punya hak imunitas atau kekebalan terhadap hukum. Artinya, dia mau ngomong apapun selama di ruang rapat atau sidang DPR RI. Jangankan menangkap, menyentuh saja pun tak bisa.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, dalam tayangan Apakabar Indonesia Pagi di stasiun TvOne bilang, hak imunitas pertama kali diberikan pada seorang raja di Inggris pada abad ke-14. Waktu itu, dia diduga melakukan pelanggaran, yang kemudian diincar seorang anggota parlemen.
Kasus ini, kemudian di sidangkan di meja hijau. Namun seperti Arteria, tak bisa diganggu sebab dalam konteks tertentu Sang raja punya hak imunitas. Dari situ, mulai banyak yang berpikir ada bahaya jika seseorang duduk sebagai anggota di parlemen terkait ucapannya. Akhirnya, dunia mulai mengadopsinya.
Di abad ke-15, parlemen di dunia mulai menambahkan hak imunitas untuk anggotanya agar tak sedikit-sedikit tersandung kasus. “Tapi, itu juga merupakan tugasnya. Misalnya dalam konteks pengawasan, dia sedang bertugas dengan melakukan pengawasan,” kata Zainal menjelaskan.
Di Belgia misalnya. Ada aturan pemberian kekebalan hukum terhadap penyelidikan kepada raja atau pejabat tertentu. Sementara di Indonesia, hak yang sama diatur psal 224 Undang-Undang nomor 17 tahun 2014, tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (Undang-Undang MD3).
Di undang-Undang tersebut, dikatakan kalau anggota dewan baik di dalam maupun di luar rapat atau sidang, selama masih berkaitan dengan kewenangan konstitusionalnya, tak bisa dituntut apalagi diproses secara hukum. Kecuali, jika tertangkap tangan melakukan kejahatan serius.
Hanya saja, Zainal menilai bahwa pernyataan dari Polda Metro Jaya terkait kasus Arteria Dahlan, semacam simplikasi yang didasari alasan bahwa ucapan yang menyinggung masyarakat Sunda, dilakukan dalam rapat resmi DPR. Harusnya, Polisi juga mengaitkan bukan cuma soal tempat ucapan itu dilontarkan
“Tapi apa substansinya? Karena yang beredar itu hanya potongan itunya ya,” kata Zainal.
Polisi kata Zainal, sudah sangat harus melihat baik-baik secara keseluruhan dan tak bisa buru-buru menyimpulkan maksud Arteria menyinggung Bahasa Sunda sebab persoalkan Jaksa Agung dari Jawa Barat, dan banyak juga Kepala Kejaksaan Tinggi dari Jawa Barat pula.
“Apakah ucapan itu bagian dari konteks pengawasan, konteks kewenangan konstitusionalnya atau tidak? Atau memang ucapan itu bagian dari perasaan tidak sukanya misalnya dari penggunaan bahasa tertentu,” katanya.[ ]