Depth

Mengenal Tito Karnavian, Mendagri Kabinet Kerja II

JAKARTA– Akhirnya terjawab teka-teki jabatan apa yang akan diemban Jenderal Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D. Beberapa hari lalu Tito telah diberhentikan DPR RI sebagai kapolri atas permintaan Presiden. Kemarin terbuka selebarnya—meski bocorannya telah tersebar cukup lama, Tito telah ditunjuk Presidenuntuk mengemban tugas sebagai menteri dalam negeri.

Rasanya sudah tepat bila Presiden Jokowi memilih Jenderal ‘smart’ tersebut menjadi mendagri periode medatang. Tito Karnavian sudah berlangganan sebagai bintang kelas sejak SMP. Kepandaiannya telah membawa Tito menjadi taruna Akabri bagian Kepolisian pada 1987, meskipun Tito diterima di empat perguruan tinggi ternama, yakni Fakultas Kedokteran Universitas Sriwjaya, Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta. Di Akabri, Tito meraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akpol 1987.

Tito yang lahir di Palembang, Sumatra Selatan, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Exter di Inggris di tahun 1993, dengan gelar MA bidang Kepolisian. Pada tahun 1996 ia pun memperoleh gelar strata 1 di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan predikat Bintang Wiyata Cendikia alias lulusan terbaik PTIK. Demikian pula saat dirinya menempuh pendidikan di Lemhanas di tahun 2011. Ia mendapat predikat lulusan terbaik. Lebih lanjut Tito meraih gelar profesor di bidang terorisme dan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kepolisian Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme di STIK–PTIK pada 2017.

Melalui tangan dinginnya berbagai kasus besar diungkap. Mulai dari kasus bom di Kedubes Filiphina (2000), bom Bursa Efek Jakarta (2001), bom malam natal (2001) dan bom di Plaza Atrium Senen. Saat itu Tito menjabat Kasat Serse Polda Metro Jaya. Selanjutnya Tito dipercaya memimpin tim kecil bernama Cobra, yang mengungkap dan menangkap otak pelaku pembunuhan hakim Saifudin Kartasasmita. Keberhasilannya mengungkap kasus tersebut berbuah kenaikan pangkat satu tingkat menjadi AKBP yang diberikan oleh kapolri waktu itu,  Jenderal Polisi Surojo Bimantoro.

Berturut–turut kemudian Tito mengungkap kasus-kasus besar seperti bom di Gedung DPR MPR (2003), bom di Bandara Soekarno Hatta (2003), bom JW Marriot (2003), kasus pembunuhan Direktur PT Asaba oleh kelompok Gunawan Santosa, bom di Cimanggis-Depok (2004), bom di Kedubes Australia (2004), bom Bali II (2005) dan bom di Pasar Tentena, Poso (2005). Belakangan, tim yang dipimpin Tito berhasil melumpuhkan gembong teroris Azhari Husin alias Dr Azhari di Batu, Malang, Jawa Timur, pada 9 November 2005. Itu juga membuahkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Komisaris Besar (Kombes), dari Kapolri Jenderal Sutanto.

Saat menjadi Kapolri, Tito mencanangkan kebijakan penting, Promoter (Profesional Modern dan Terpercaya). Kebijakan ini berupaya meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin berkualitas melalui kapasitas pendidikan dan pelatihan serta melakukan pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan dan dapat diukur keberhasilannya. Nama Promoter kemudian diabadikan sebagai sebuah gedung di Polda Metro Jaya.

Tito juga mendorong terwujudnya kepolisian modern dengan melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi. Hal itu membuat layanan semakin mudah dan cepat diakses masyarakat, termasuk kebutuhan Alat Material Khusus (Almatsus) dan Alat Perlengkapan Keamanan (Alpakam) yang modern dan terpercaya. Tito juga melakukan reformasi internal menuju polisi yang bersih dan bebas dari KKN demi terwujudnya penegakan hukum yang objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

Di tangannya, semua satuan Polri dari tingkat Polsek hingga Polda berlomba-lomba membuat inovasi yang didukung teknologi dalam meningkatkan pelayanan masyarakat. Komitmennya dalam melayani masyarakat diwujudkan dengan memperbanyak anggota Babinkamtibmas. Di bawah kepemimpinannya, nyaris seluruh jaringan teroris terbongkar. Ia menyikat habis berbagai kelompok.

Kepiawiannya dalam menguasai dan membongkar jaringan transnational crime, terutama terorisme, mendapat pujian dan dari berbagai negara. Beberapa di antaranya Terorism Course British High Commissioner di Singapura (2005); Maritime Security Conference and Course di Kuala Lumpur, Malaysia (2006); National Tactical Officers Association (NTOA) Conference and Course di Los Angles (2006); Short Course on Radicalisation by Australian Forgein Affairs and Trade, Sydney Australia (2010).

Kepiawaian Tito menangani kasus-kasus terorisme membuatnya sering didaulat menjadi narasumber di berbagai forum internasional. Salah satunya dalam acara ‘Asia Pacific on Money Laundering 21st Annual Meeting 2018’, di Hotel Crowne, Kathmandu,  Nepal, Juli 2018. Acara itu diselenggarakan Asia Pacific Group on Money Laundering (APG ML) yang beranggotakan 41 negara, termasuk Indonesia. Dalam acara itu Tito membawakan materi ‘The Importance of Regional Cooperation on Combating Terrorist Financing’.

Tito juga pernah menjadi pembicara dalam forum terbatas ‘The Pyramid Club’ di Singapura, pada 25 Agustus 2017. Di klub eksklusif tersebut Tito mengangkat masalah mengenai terorisme dan radikalisme. Di tahun yang sama, 30 Oktober,  Tito kembali menjadi salah satu pembicara dalam panel diskusi tentang terorisme yang diselenggarakan di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York. ‘Strategy and Counter Strategy on Global Terorist Networks’,  adalah tema yang diampunya di hadapan 52 perwakilan negara.

Beberapa penghargaan juga diterima Tito. Pemerintah Rusia melalui  Dubes Rusia, H.E. Mr. M.Y. Galuzin memberi penghargaan Commemorative Medal of the Ministry of Interior of the Russian Federation “100 Years of International Police Cooperation” kepada Kapolri atas hasil-hasil kerja sama yang kuat antara lembaga penegak hukum Rusia dan Indonesia.

Demikian juga Sultan Hassanal Bolkiah di Istana Nurul Imam, Bandar Seri Begawan, pada 15 Juli 2017, berupa Bintang Kebesaran Negara Brunei Darussalam, yaitu Darjah Paduka Keberanian Laila Terbilang Yang Amat Gemilang Darjah Pertama (The Most Exalted Order of Paduka Keberanian Laila Terbilang–First Class). Tito juga berhak atas gelar “Dato Paduka Seri”.

Pada tahun yang sama, Raja Malaysia, Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong XV Sultan Muhammad V pada 10 Desember 2017 juga memberikan penganugrahan First Class: Panglima Gagah Pasukan Polis merupakan First Class Police Force Bravery Award.

Singapura pada tahun sebelumnya, tahun 2016, juga memberikan penghargaan atas dedikasi Tito terhadap pemberantasan terorisme dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Nanyang Technological University (NTU) Singapura menganugerahkan Nanyang Alumni Achievement Award 2016 kepada Tito pada 15 Oktober 2016.

Begitu pula dari Timor Leste. Tito menerima penghargaan tertinggi di lingkungan Police National Timor Leste yaitu Medali Penghargaan Marito karena telah banyak membantu peningkatan kerjasama antara kedua Kepolisian, baik dalam pencegahan kejahatan transnasional maupun peningkatan kapasitas.

Kini, Presiden Jokowi memberi tugas baru kepada Tito. Selamat bertugas Jenderal! [tvl]

Back to top button