Oikos

Republik Ini Rugi Besar, Presiden Perintahkan Usut Tuntas Pelanggaran Kemenhan

Kerugian akibat pelanggaran aturan ini, diperkirakan akan bertambah besar sebab masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemenhan hanya belum mengajukan gugatan.

JERNIH- Seperti ditayangkan kanal Youtube Kemenko Polhukam, Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengatakan kalau Presiden Jokowi sudah memerintakah agar kasus dugaan pelanggaran hukum di Kementerian Pertahanan yang merugikan negara sebesar Rp 800 milyar, diusut tuntas.

Setelah perintah itu keluar, Mahfud bilang, Pemerintah langsung mengadakan beberapa kali rapat guna membahasnya. Bahkan, Koordinasi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menkominfo Johny G Plate, Menkeu Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika PErkasa dan Jaksa Agung ST Burhanudiin juga sudah digelar.

Dugaan pelanggaran hukum dalam proyek satelit Kemenhan, terjadi pada 2015 ketika dipimpin Ryamizars Ryacudu dan berkaitan erat dengan pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 derajat Bujur Timur.

Pada 19 Januari 2015, Ryamizard menyebutkan, satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari slot orbit 123 Bujur Timur, hingga berakibat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Berdasar peraturan International Tellecomunication Union, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun guna mengisi kembali stol orbit. Seperti dikabarkan Tirto, jika tak dipenuhi maka pengelolaannya akan gugur secara otomatis dan bisa digunakan negara lain.

Guna mengisi kekosongan slot itu, Mahfud bilang, Kemenkominfo memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur dalam upaya membangun satelit komunikasi pertahanan. Selanjutnya, dibuatlah kontrak sewa satelit artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit mili Avanti Communication Limited, pada 6 Desember 2015.

Hal itu dilakukan, meski persetujuan penggunaan slot baru diterbitkan Kominfo pada 29 Januari 2016. Namun, pada 25 Juni 2018, Kemenhan mengembalikan hak pengelolaan slot kepada Kominfo.

Lalu, pada 10 Desember 2018, Kominfo menerbitkan keputusan tentang hak penggunaan filling satelit Indonesia pada orbit 124 derajat untuk filing satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma. Namun, perusahaan tersebut tak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemenhan dalam pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Ketika melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan memang belum memiliki anggaran guna keperluan tersebut. dalam upaya membangun Satkomhan, Kemenhan juga meneken kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat dalam kurun 2015-2016 yang di tahun 2015 anggarannya pun belum ada.

Sedangkan, di tahun 2016, anggaran tersedia. Namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan dan Avanti pun menggugat di Londong Court of International Arbitration sebab Kemenhan tak membayar sewa satelit dengan nilai kontrak yang sudah disepakati.

“Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar,” jelas Mahfud.

Setelah itu, Pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Aribitrase Singapura terkait gugatan Navayo yang mengharuskan republik ini membayar 20,9 juta dolar AS.

Kerugian akibat pelanggaran aturan ini, diperkirakan akan bertambah besar sebab masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemenhan hanya belum mengajukan gugatan.[]

Back to top button