‘Viral Load’, Faktor Penentu Penularan Covid yang Kerap Diabaikan
Lebih buruk lagi, kalau viral load ini sangat tinggi, sistem immunitas bukan hanya kalah tapi akan berantakan dan memproduksi reaksi immunitas berlebihan. Ini disebut “cytokine storm” di mana immunitas badan berbalik menyerang tubuh, organ-organ sendiri yang kemudian menyebabkan shock dan kematian cepat.
JERNIH—Di masa pandemi Covid-19 ini tampaknya segala sesuatu senantiasa berkembang membingungkan. Kita bingung mengapa masih banyak orang yang berani berkerumun tanpa jarak social. Kita bingung mengapa ada semacam diskriminasi dalam urusan kerumunan. Kita bingung pula, mengapa kerumunan yang ‘sejak azali’ bisa diprediksi—semacam keriuhan Pilkada—toh juga tak bisa kita tiadakan keberadaannya.
Belum lagi bahwa Indonesia masih saja terus mencetak rekor penularan per hari, yang membuat kita nyaris frustrasi untuk bisa melihat kapan kurfa kita melandai hingga kapan akhir pandemi bisa kita prediksi.
Mengapa masih saja banyak di antara kita yang terinfeksi, sementara pemakaian masker, penguatan system imun terus kita lakukan? Inilah. Banyak orang berpikir bahwa penjagaan system imun sudah cukup untuk bisa menghalau masuknya Covid ke dalam tubuh. Tidak, Coy!
Kebanyakan dari kita seolah buta—atau membutakan diri—tentang apa yang disebut ‘viral load’. Kalau kita memang doyan pergi ke tempat-tempat dengan viral load tinggi, sebagus apa pun daya tahan tubuh kita tidak akan sanggup untuk memerangi virus tersebut.
Dr Nikolas Wanahita, MD—dengan segambreng lagi gelar lainnya, dokter penyakit dalam di RS Mount Elizabeth Novena, Singapura, menjelaskan bahwa di dunia kedokteran ada yang disebut dengan “viral load”. Nama itu adaah istilah untuk jumlah kuantitatif partikel virus yang masuk ke sistem tubuh. Menurut penelitian ilmiah, viral load adalah faktor penting yang menentukan ringan atau beratnya infeksi Covid-19.
Harus disadari tidak ada obat-obat yang bisa menyembuhkan virus, dan karena itu hanya immunitas tubuh kita yang bisa melawan dan memberantas virus dari sistem tubuh. Golongan pasien dengan immunitas rendah adalah mereka dengan kondisi pre-morbid; contohnya penderita hipertensi, diabetes, pasien yang sudah pernah transplantasi organ, penderita HIV/AIDS, orang lanjut usia, atau penderita penyakit kronis lainnya.
Viral load ini juga berkaitan dengan taat tidaknya seseorang dalam mematuhi protokol Covid. Misalnya, Pak Diot dan Bung Dogol bertemu di warung Tegal tanpa masker, duduk berdekatan dan berbincang tanpa beban. Pak Diot ternyata mempunyai virus Covid-19, jumlah transmisi viral load yang potensial masuk ke badan Bung Dogol sangat tinggi.
Namun bisa saja Pak Diot dan Bung Dogol bertemu di rumah makan Padang, tetapi mereka menjaga jarak ibarat santri pacaran, sekaligus keduanya mengenakan masker. Dengan scenario sama dimana Pak Diot mempunyai virus di badan, viral load yang masuk ke badan Bung Dogol jumlahnya bisa jauh lebih sedikit.
Untuk itukah, sangat penting bagi dokter, perawat, dan seluruh personel yang menangani virus Covid-19 untuk menggunakan APD lengkap, mulai dari masker N95, goggle plastic, shield muka, dan baju ghamis. Semakin banyak penderita virus berada dekat-dekat dengan korban potensial, viral load akan semakin tinggi.
Berkaitan dengan system imun, setelah virus masuk ke tubuh kita, virus akan mengambil alih fungsi sel tubuh untuk mereka berkembang biak atau bereplikasi. Tetapi immunitas badan kita akan mengenali virus asing di tubuh dan dengan cepat mengeluarkan “innate immune response atau mmunitas fase 1”. Dalam hal ini tubuh mengeluarkan protein-protein seperti cytokine dan interferon untuk melawan virus asing. Maka terjadilah perang antara immunitas tubuh kita dan virus. Dan logikanya sama dengan pertempuran, pihak mana yang bisa mengumpulkan ‘pasukan’ secara cepat dan banyak, dialah yang akan menang.
Kalau viral load yang masuk jumlahnya sangat banyak, sistem immunitas kita akan menjadi kewalahan, karena virus sangat cepat berkembang. Jika ini terjadi, virus akan turun dari hidung dan tenggorokan, menyerang sel di paru-paru, dan akhirnya menyebabkan infeksi paru-paru berat.
Lebih buruk lagi, kalau viral load ini sangat tinggi, sistem immunitas bukan hanya kalah tapi akan berantakan dan memproduksi reaksi immunitas berlebihan. Ini disebut “cytokine storm” di mana immunitas badan berbalik menyerang tubuh, organ-organ sendiri yang kemudian menyebabkan shock dan kematian cepat.
Jika viral load yang masuk ke badan berjumlah sedikit, maka kemungkinan tubuh untuk “menang perang” pun tinggi. Dengan immunitas fase 1 mereka bisa mengontrol jumlah virus. Setelah itu badan kita belajar mengeluarkan acquired immune response atau immunitas fase 2. Itu artinya tubuh mengeluarkan B-cell and T-cell yang spesifik untuk melawan virus. Sel-sel tubuh yang dikeluarkan oleh immunitas fase 2 lebih kuat dan jauh lebih efektif dibandingkan dengan immunitas fase 1.
Jika immunitas fase 2 sudah jadi di badan kita, secara teori tubuh kita sudah bisa melawan dan membunuh virus. Karena tubuh kita sudah mengenal virus ini, apabila virus masuk ke badan untuk kedua kalinya, immunitas ini pun sudah siap tempur untuk melawan. Vaksin yang saat ini sedang diperkembangkan dan ditest untuk melawan Covid-19, mengandung immunitas fase 2 yang kita bincangkan ini.
Jadi, bila bagi sebagian kalangan masyarakat menganggap pemerintah terus ‘nyinyir’ mengampayekan pemakaian masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, itu karena memang dengan cara itulah peluang kita terpapar Covid bisa diperbesar. Karena, hanya dengan disiplin, kita bisa menjaga kesehatan, amanah Tuhan untuk kita semua. [ ]