POTPOURRI

Bandit-Bandit Nan Pejuang

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, ikut berjuang menegakkan Republik terhadap serangan kaum penjajah dan sekaligus melakukan pekerjaan profesionalnya, yaitu menggarong orang-orang Cina, Indo, Belanda, atau Ambon.

Oleh   :  Rosihan Anwar*

JERNIH– Kerja sama dan interaksi antarbandit dan orang politik sekarang pun masih ada di negeri-negeri maju dan demokratis. Di Amerika Serikat, golongan mafia dilaporkan bekerja sama dengan sebagian politikus. Di Jepang, Yakuza mampu mempengaruhi bos-bos politik. Kerja sama itu tentulah untuk tujuan kepentingan masing-masing: di sana senang, di sini senang.

Kalau Robert Cribb dalam bukunya “Gangsters and revolutionaries (1991)”,  dengan sub judul: “The Jakarta People’s Militia and the Indonesian Revolution 1945-1949” mengangkat sebagai tema kerja sama antara jago-jago (kepala gerombolan rampok) dan kaum intelektual muda yang revolusiner di daerah Jakarta, hal itu tak mencengangkan.

Pada awal revolusi  fisik, tatkala penduduk Jakarta mulai mengalami teror tentara NICA Belanda yang dilancarkan oleh Batalyon X, pemuda memberikan perlawanan. Dalam kaitan ini, nama Haji Darip dari Klender sering disebut-sebut.

Penjual Jimat Kebal

Haji Darip, yang pada masa muda bernama Muhammad Arif, anak seorang jago bernama Gempur, mengepalai Barisan Rakyat Indonesia. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, ikut berjuang menegakkan Republik terhadap serangan kaum penjajah dan sekaligus melakukan pekerjaan profesionalnya, yaitu menggarong orang-orang Cina, Indo, Belanda, atau Ambon.

Di sebelah tenggara, daerah Cibarusah, jagonya bernama Pak Macan. Ia menjual jimat-jimat kebal peluru. Di daerah Tanggerang, dari sebuah kampung dekat Curug, beroperasi Haji Achmad Khaerun, pakar kebatinan, yang menamakan dirinya “bapak rakyat” dan melancarkan revolusi rakyat 18 Oktober 1945. Ia menyapu habis pemerintah pamong praja di daerah itu.

Seorang pemimpin bandit dan copet di Jakarta ialah Bang Sapi’ie, yang kemudian masuk TNI dan malah pernah menjadi Menteri Keamanan dalam Negeri dalam Kabinet Seratus Menteri. Bos copet pasar Senen, Imam Syafe’i, membuat karier sampai menjadi letnan kolonel dan diangkat oleh Soekarno sebagai menteri. Tokoh-tokoh penuh warna dari Jakarta underworld itulah yang ditampilkan oleh Robert Cribb.

Kisah-kisah para jago itu tak dituturkan secara eksplisit dan lengkap, tetapi pada hemat saya memberikan cukup bahan untuk diangkat dalam sebuah film cerita yang penuh dengan unsur komersial seperti laga (action), kekerasan, atau seks.

Buku Robert Cribb menggambarkan dunia laskar rakyat di Karawang, tokoh-tokoh pemuda revolusioner yang hijrah dari Jakarta setelah kota itu pada akhir 1945 dikuasai oleh tentara Sekutu, perjuangan para pemuda yang bergabung dalam API (Angkatan Pemuda Indonesia), peranan Chaerul Saleh yang bergerilya menentang pemerintah Indonesia, gerakan bambu runcing, dan sebagainya. Semua itu niscaya akan hilang jejaknya ditelan waktu jika tak dicatat dan ditulis oleh Robert Cribb itu.

Menggambarkan gerak-gerik laskar Jakarta Raya yang beroperasi di Cikampek, Karawang, Bekasi, dan tempat lain sekitar Jakarta sudah barang tentu harus dilengkapi pula oleh riwayat TNI di sana, khususnya Resimen V di Cikampek, di bawah pimpinan Letkol Mufreni. Mau tak mau, dalam upaya mengonsolidasikan kekuasaan dan kewibawaan pemerintah Indonesia, tentara harus bentrok dengan laskar-laskar.

Dalam kaitan ini, Divisi Siliwangi yang dipimpin Mayjen. A.H. Nasution sangat berperan. Nama-nama perwira Siliwangi pun muncul, seperti Mayjen Didi Kartasasmita, Sambas Atmadinata, Priyatna dan tentu juga Letkol Suroto Kunto dan Mayor Adel Sofyan, yang secara tragis telah diculik dan tewas. Sampai kini jenazah keduanya tak ditemukan. Pada akhirnya tentara yang berjaya dan laskar didesak mundur.

Laskar yang Membelot

Ada pemain lain dalam teater bentrokan senjata di sekitar Jakarta Raya, yaitu tentara NICA-Belanda. Setelah NICA menguasai kota Jakarta, dia berusaha menciptakan koridor keamanan di pinggiran  Jakarta dan merekrut pasukan yang mau menjadi kaki tangan Belanda.

Menarik, kisah tentang Hamot atau Hare Majesteit Ongeregelde Troepan, yaitu pasukan yang dibentuk oleh Belanda dari bekas anggota-anggota laskar dan diberi sebutan pasukan tidak teratur dari Sri Maharaja (Ratu Belanda).

Di sini kita berkenalan dengan Panji, menantu Haji Darip, yang “menyebrang” ke NICA, dengan Bavinck, letnan intel tentara Belanda yang merekrut bekas laskar itu, dan Kolonel Agerbeek, seorang Indo yang punya pengalaman pada zaman Marsose Belanda.

Letnan Koert Bavinck mempergunakan Hamot untuk spionase. Tetapi kemudian sebagian dari Hamot melarikan diri dan kembali ke Republik dengan membawa senjata dari NICA.

Buku Robert Cribb ini merupakan catatan dan studi tentang dunia bandit Jakarta yang bergabung dalam perjuangan Republik menentang penjajahan. Ia juga memberikan gambaran tentang usaha konsolidasi negara republik Indonesia, perubahannya dari suatu state of mind pada 1945 menjadi suatu negara yang cukup kuat untuk melaksanakan kewibawaannya terhadap warga-warganya yang paling sulit dan rewel. [  ]

*Almarhum, tokoh pers nasional

Sumber : Majalah Tempo, 16 November 1991

Back to top button