Kisah Calon Arang, Janda Sakti ‘Pencipta’ Wabah
Nghulun mahyun lukata, léméh pwa lumukatéhunlun lah misan-misan mami angémasanan pataka papa kawignam
(Saya ingin bersih dari dosa. Kau menolak memberi petunjuk pencerahan pada saya. Ya sekaligus biarlah saya akan mati dengan malapetaka dan kehancuran. – Calon Arang 23 : 2)
Jernih.co — Banyak orang yang meyakini bahwa Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah konspirasi. Penganut teori konspirasi meyakini virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 adalah buatan pihak tertentu.
Virus ini sengaja dibuat sebagai senjata biologis dan pandemi ini adalah biological warfare (perang biologi), seperti yang banyak dikisahkan dalam film-film Hollywood.
Namun, hingga saat ini belum ada bukti kuat yang bisa diakses luas sebagai dasar pendapat tersebut. Di Nusantara masa lampau, “wabah buatan” pernah terjadi. Sebuah kisah beredar luas di Bali dan Jawa Timur tentang seorang janda sakit bernama Calon Arang yang mampu “menciptakan wabah”.
Naskah kuno yang memuat cerita Calon Arang ini jumlahnya ada empat dan kini tersimpan di Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkendunde (Lembaga Ilmu Bahasa, Negara dan Antropologi Kerajaan Belanda) di Leiden, Belanda.
Dalam naskah yang bertiti mangsa 1462 Saka (1540 M) ini dikisahkan ada seorang janda sakti bernama Calon Arang yang tinggal di Desa Girah bersama anak perempuannya, Ratna Manggali. Sebagaimana umumnya seorang ibu, Calon Arang mendambakan anak perempuannya segera mendapat jodoh.
Namun, karena takut oleh sang ibu yang terkenal memiliki ilmu hitam nan sakti mandraguna, tak ada satu pun lelaki yang berani mendekati Ratna Manggali. Mengetahui hal itu, Calon Arang pun murka. Ia bersumpah akan menyantet seluruh warga desa itu dengan penyakit mematikan.
Dikisahkan, ia melakukan upacara khusus di atas kuburan sambil menyuguhkan sesaji dan merapal mantra-mantra nyambat Dewi Durga. Sang dewi, yang dalam beberapa kebudayaan digambarkan menyeramkan itu, datang menemuinya. Ia lantas mengabulkan permintaan Calon Arang untuk menurunkan wabah penyakit ke Desa Girah.
Wabah pun menyebar. Penyakit ini begitu mematikan. Jika seseorang mulai terserang di pagi hari, sore hari ia tinggal nama. Demikian dahsyatnya wabah itu sampai beritanya terdengar oleh Raja Airlangga.
Sang raja pun berusaha mencari jalan keluar. Awalnya, ia menggunakan pendekatan militer. Dikirimnya bala tentara ke Desa Girah untuk membunuh sang janda sakti. Dipikiranya, jika sang janda mati, wabah itu akan hilang dengan sendirinya.
Apa daya, Calon Arang terlalu sakti dan bukan tandingan utusan-utusan Raja Airlangga itu. Mereka kalah dan banyak yang terbunuh. Penyerangan ini membuat Calon Arang makin murka. Dibuatnya wabah ini makin menyebar dan mematikan.
Raja yang dirundung bingung kemudian meminta nasihat para resi. Petunjuk pun turun: hanya Mpu Baradah asal Desa Lemah Tulis yang mampu meredam semua kekacauan ini.
Setelah tahu musabab murkanya Calon Arang, Mpu Baradah mengutus muridnya, Bahula, untuk melamar Ratna Manggali. Perkara mas kawin, Raja Airlangga sendiri yang bertanggung jawab.
Setelah menikah, Bahula tinggal bersama istrinya di rumah sang mertua. Dari istrinya itulah Bahula tahu bahwa Calon Arang selalu membaca sebuah kitab dan melakukan ritual di kuburan. Setelah berhasil mendapatkan kitab itu, ia menyerahkannya kepada gurunya, Mpu Baradah.
Berangkatlah Mpu Baradah ke Desa Girah setelah mengetahui isi kitab milik Calon Arang. Di perjalanan, dengan kesaktiannya ia banyak menyembuhkan orang yang terkena wabah. Bahkan, mayat korban wabah itu yang masih utuh bisa ia hidupkan kembali.
Sesampainya ia di kuburan tempat Calon Arang melakukan upacara, ia menyuruh janda sakti itu menghentikan santetnya. Calon Arang mengajukan syarat, ia bersedia menuruti Baradah asal pendeta itu berkenan ngaruwat dirinya agar bersih dari dosa. Baradah enggan sebab dosa Calon Arang terlampau besar.
Mereka lantas terlibat perkalahian dahsyat. Calon Arang menyerang Mpu Baradah dengan api yang keluar dari matanya. Baradah yang lebih sakti akhirnya dapat menumpas Calon Arang.
Pendeta bijaksana itu menghidupkan kembali Calon Arang dan memberinya ajaran kebajikan agar dapat mencapai moksa, lepas dari lingkaran reinkarnasi dan damai di alam nirwana.
Setelah “tobat”, Calon Arang dimatikan kembali. Mayatnya dibakar sebagai upacara puncak penyucian. Setelah Calon Arang mampu menggapai damai, wabah pun berakhir. [*]