Benarkah di Hongkong Covid-19 Melonjak Lagi?

Sebanyak 30 orang dari 81 pasien meninggal dunia akibat lonjakan kasus Covid-19 di Hong Kong.
JERNIH-South China Morning Post melaporkan sebanyak 30 orang dari 81 pasien meninggal dunia akibat lonjakan kasus Covid-19 di Hong Kong.
Angka kasus 30 orang meninggal tersebut tercatat selama dalam empat pekan sejak awal April. Angka kematian itu termasuk pasien 65 tahun atau lebih tua, dengan 90 persen merupakan pasien komorbid.
“Dengan referensi dari data masa lalu, kami memperkirakan penyebaran Covid akan tetap pada level yang tinggi setidaknya dalam beberapa pekan ke depan,” kata kontroler Pusat Proteksi Kesehatan Hong Kong, Edwin Tsui Lok-kin, dilansir SCMP.
Diketahui, hanya satu orang yang meninggal dunia akibat Covid-19 telah menerima vaksin booster dalam empat bulan terakhir.
“Berdasarkan perkiraan dari pusat, di antara pasien lansia berusia 65 tahun atau lebih tua, 75 persen dari mereka (yang meninggal) tinggal di panti asuhan dan 90 persen di perumahan belum menerima vaksin booster. Saya kembali mengimbau kepada warga yang berisiko tinggi (baik lansia maupun mereka yang memiliki penyakit kronis) untuk mendapatkan vaksin sedini mungkin,” kata Tsui.
Meski pakar menyebut dampak Covid-19 kali ini lebih ringan dibanding saat pandemi, namun dalam empat pekan terakhir sejak awal April, angka kasus positif Covid-19 naik 13,7 persen dari 6,2 persen
Profesor pediatri Universitas Hong Kong dan Ketua Komite Sains untuk Pencegahan Penyakit oleh Vaksin, Lau Yu Lung, menyebut dampak bagi individu dan masyarakat tidak separah 2023 dan 2024 meski angka kasus Covid-19 menunjukkan kenaikan tinggi.
Selain di Hongkong, Covid-19 juga melonjak di Singapura. Jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit naik sekitar 30%.
Otoritas kesehatan di Hong Kong dan Singapura yang berpenduduk padat memperingatkan kasus Covid-19 melonjak, seiring dengan kebangkitan kembali gelombang yang menyebar ke seluruh Asia.
Peningkatan kasus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk berkurangnya kekebalan populasi, Kementerian Kesehatan Singapura menyebut tidak ada indikasi varian yang beredar lebih mudah menular atau menyebabkan kasus yang lebih parah dibandingkan selama pandemi. (tvl)