Part II Covid: Catatan Harian 1
Di sebelah, pasien dengan riwayat epilepsi sibuk mengigau, Bapak tua ini sedang menunggu kamar. Ketika saya lewat untuk CT-scan, dia menuding-nuding saya.
“Itu siapa? Itu siapa?” Saya cepat menghilang dari pandangannya, sembari berjalan saya mendoakan agar Bapak tua ini diberi jalan kesembuhan. Tapi sejujurnya saya stress berat mendengar Bapak tua ini ‘mengigau’ tiada henti.
Oleh : Dian Islamiati Fatwa
JERNIH– Saya positif (lagi) covid. Ini yang saya takutkan selama ini, terinfeksi kembali covid.
Semalam saya dijemput ambulance, setelah Dokter Fitri, dari Puskesmas Pejaten Barat meminta saya siap-siap masuk rumah sakit karena hasil PCR positif (lagi).
Semua terhitung cepat, saya mengirim hasil PCR ke kawan pejabat berwenang DKI sore kemarin. Dokter Fitri menyiapkan rujukan dan RS Siloam menelpon saya agar segera datang. Jam 7.45 pm, dua orang berbaju astoronot menjemput di rumah.
“Hallo Ibu, masih ingat saya nggak?”
Lha orang pakai baju astronaut, gimana saya bisa mengenali, apalagi hidung dan mulut tertutup masker yang didoble. “Saya Lucy, yang dulu datang dengan Dokter Fitri ke sini, jadi tahu alamat ibu.”
Di sampingnya Heru, paramedis yang sigap langsung mengangkat koper ke ambulance. Tidak ada pasien lain, kecuali saya dalam ambulance. Terlihat Patwal di depan ambulance.
“Lha saya kan bukan pejabat, kenapa pakai patwal?”
“Sirene ambulance rusak, jadi pakai patwal, supaya cepat sampai ke RS Siloam.”
Ah bener juga, di perempatan Pejaten Village kemacetan menyemut. Kami benar-benar terbantu menerobos kemacetan Jakarta, hingga bisa masuk jalur busway, siut-siut ngepot, cepat sampai.
Secara psikologis, tanpa sirene ambulance memang membantu–bagi pasien. Saya tidak merasa menghadapi lonceng kematian dengan sirene ambulance seperti dulu.
Luar biasa, Dinas Kesehatan DKI benar-benar memikirkan hal-hal kecil seperti ini. Patwal disiapkan, benar-benar peace in mind. Pasien tidak ikut stress menghadapi kemacetan Jakarta, “Kok nggak sampai-sampai RS?” Credit to the leadership of Dinas Kesehatan DKI and the Governor.
Begitu masuk IGD, tensi diperiksa. Saya lirik monitor, byuh, 191/100. Ini sudah severe. “Ibu baru sampai, jangan panik, kita periksa setengah jam lagi,”kata suster.
Sambil menunggu, saya sibuk kirim-kirim WA, ke orang-orang yang saya temui dalam beberapa hari terakhir, agar segera test PCR.
Di sebelah, pasien dengan riwayat epilepsi sibuk mengigau, Bapak tua ini sedang menunggu kamar. Ketika saya lewat untuk CT-scan, dia menuding-nuding saya.
“Itu siapa? Itu siapa?” Saya cepat menghilang dari pandangannya, sembari berjalan saya mendoakan agar Bapak tua ini diberi jalan kesembuhan. Tapi sejujurnya saya stress berat mendengar Bapak tua ini ‘mengigau’ tiada henti.
Beberapa suster turun berupaya merayu agar tenang. Siapa pun beliau, saya mendoakan bapak ini segera mendapat ketenangan dan segera beristirahat di kamarnya.
Dokter jaga IGD memerintahkan menggunakan monitor lain untuk periksa tensi, karena dalam pemeriksaan yang ke dua, masih 171/100. Monitor lain, menunjukkan 165/90. Masih tinggi juga.
Hasil jantung bagus.
Dokter jaga IGD akhirnya menemui saya dan memberikan update dari hasil CT Scan, dan jantung.
“Dari skala 1-10, ibu di posisi 4-5 menuju severe.” Jleb, tulang rasanya rontok semua.
“Radang paru-paru sudah menyebar ke kanan dan kiri. Sangat tergantung imunitas ibu. Virus ini susah sekali diprediksi. Kalau sudah sembuh, nanti kita obati efek sampingnya. Sekarang kita fokus ke imunitas ya bu.”
Ya Allah cobaan-Mu datang di bulan Ramadhan. Tapi Engkau Maha Penentu, Maha Agung pemilik Bumi dan Arsy, Maha Pengasih, dan Maha Penyembuh, aku mohon doa kesembuhan untuk hamba-Mu yang lemah ini.
Saya berzikir doa Nabi Yunus, saat menghadapi kesulitan termasuk sakit, saran dari Mbak Nurhayati Assegaf, yang menelepon langsung dari Ankara, Turki. “La illaha illa anta, subhanaka inni kuntum minal zolimin…Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”
Mas Gandung, om di Malang, mengirim zikir doa juga. “Bismillaahi ‘A’udzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir’u. Dengan nama Allah Aku berlindung kepada keagungan dan kekuasaan-Nya dari keburukan yang aku dapati dan aku takutkan/khawatirkan.”
Kawan, satu pintaku, doakan saya agar bisa melewati masa-masa sulit ini dan segera sembuh. Doa tulus dari sedulur, sahabat dan kawan di bulan suci Ramadhan mudah-mudahan diijabah Allah SWT. [ ]
Jumat, 30 April 2021, RS Siloam Mampang Prapatan