Crispy

WHO: Tidak Ada Bukti Pasien Covid-19 Sembuh Memiliki Kekebalan

  • Cile mengumumkan akan memberikan sertifikat imunitas kepada pasien sembuh Covid-19 agar dapat bekerja.
  • WHO mengatakan tida ada bukti ilmiah pasien sembuh Covid-19 terlindung dari kemungkinan tertular lagi.
  • Kalau pun ada kekebalan tubuh, sampai kapan bertahan.

Jenewa — Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan tidak ada bukti ilmiah orang yang telah pulih dari Covid-19 memiliki kekebalan terhadap infeksi serupa di masa depan.

Peringatan dikeluarkan Sabtu 25 April 2020, ketika sejumlah negara mempertimbangkan untuk mengeluarkan paspor imunitas kepada orang-orang sembuh dari Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona.

Menurut WHO, cara seperti itu dapat meningkatkan penularan virus korona, karena orang telah telah pulih mengabaikan nasehat pencegahan standar terhadap virus yang telah menewaskan 200 ribu orang di seluruh dunia.

“Beberapa negara menyarankan deteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, dapat berfungsi sebagai dasar paspor kekebalan, atau sertifikat bebas risiko,” kata WHO.

Sertifikat bebas risiko memungkinkan individu bepergian, atau kembali bekerja, dengan asumsi merek terlindungi dari kemungkinan terinfeksi kali kedua.

“Saat ini tidak ada bukti orang yang puli dari Covid-19 memiliki antibodi yang melindunginya dari infeksi kedua,” demikian pernyataan WHO.

Ada motif ekonomi di balik rencana paspor imunitas. Sejumlah negara berharap mereka yang telah sembuh dari Covid-19 bisa beraktivitas seperti semula, dan menggerakan ekonomi.

Pekan lalu, Cile mengumumkan rencana itu. Mereka yang sembuh dari Covid-19 akan menjalani pemeriksaan antibodi, dan diijinkan kembali bekerja.

Tarik Jasarevic, juru bicara WHO, mengatakan; “Kami memahami maksud Cile, yaitu untuk melihat siapa bisa kembali bekerja aman dan bebas dari risiko menularkan kepada orang lain.”

Sayangnya, masih menurut Jasarevic, dari sudut pandang ilmiah tidak diketahui apakah seseorang yang telah terinfeksi mendapatkan kekebalan.

“Jika mendapatkan kekebalan, berapa lama akan bertahan,” katanya.

WHO juga menyarankan tes serologis yang digunakan untuk mencari keberadaan antibodi perlu validasi tambahan, untuk menentukan akurasi dan reliabilitas-nya.

Secara khusus, tes harus membedakan antara respon imun terhadap virus korona baru, dan antibodi yang dihasilkan selama infeksi dari enam virus korona lainnya. Empat virus tersebar luas, dan menyebabkan flu. Dua virus lainnya adalah MERS dan SARS.

Caryn Bern, profesor epidemiologi dan biostatistik di Fakultas Kedokteran Universitas California San Francisco, mengatakan; “Data kami menunjukan beberapa tes yang sedang digunakan dapat memberi gambaran cukup akurat tentang paparan dan infeksi tingkat populasi.”

Menurutnya, yang belum diketahui adalah apakah jenis antibodi; IGM dan IGG, berkorelasi dengan antibodi yang akan menjadi pelindung infeksi di masa depan, atau disebut antibodi penawar.

“Itulah pekerjaan yang besar yang harus dilakukan,” katanya kepada Al Jazeera.

Ia juga mengatakan mungkin ada kekebalan, setelah infeksi virus korona baru, tapi tidak tahu sampai kapan.

Back to top button