Ramadan dan Lagu-Lagu Arab
Pada awal 2008, misalnya, beredar rekaman lagu “Rah fein al Intima” (Ke mana loyalitasmu), karya penyanyi pop Arab Mesir, Sya’ban Abdul Rahim. Isi lagu tersebut, melarang pemuda-pemuda Arab melakukan nikah campur dengan gadis-gadis Israel. Sebab akan merugikan posisi genetika dan populasi Arab.
Oleh : Usep Romli H.M.
Mungkin tahun ini, suasana Ramadan akan berbeda dengan Ramadan-Ramadan sebelumnya. Serangan wabah virus Covid-19 menjadi penyebab. Mungkin pula suasana Ramadan, secara langsung atau tidak, akan kehilangan nuansa kearaban. Mengingat Kerajaan Saudi Arabia me”lockdown” segala kegiatan. Termasuk salat tarawih berjamaah dan salat Idul Fitri.
Padahal, pada bulan Ramadan, lagu-lagu Arab banyak dibunyikan di mana-mana. Toko-toko kaset/CD sengaja memutar lagu-lagu Arab, versi lama maupun baru, baik berlirik Arab maupun Indonesia, dalam irama kasidah atau gambus.
Di pusat-pusat keramaian kota-kota Arabpun, demikian. Di pasar Khan Khalili, Kairo, rekaman suara emas diva Mesir, Ummi Kulsum, terus-menerus menghiasi kesesakpadatan pasar kuno itu. Sama halnya di Suq al Hamidiyah, Damaskus, Suriah. Lagu-lagu Arab sepanjang bulan Ramadan seolah-olah menjadi penyeling desingan peluru dan ledakan bom di kawasan penuh huru-hara perang saudara sejak 2014 itu.
Khasanah lagu dan musik Arab memang sangat kaya. Karena bersyair dan berlagu sudah menjadi tradisi kuat di kalangan masyarakat Arab. Berpijak pada kebebasan ekspresi kehidupan pengembara padang pasir (nomaden), dengan irama dan isi lirik yang khas, syair dan lagu Arab terpelihara kuat, dan berkembang sesuai kondisi zaman. Kasidah-kasidah mengandung unsur “tammani” (daya khayal) dan “nida” (seruan kerinduan), mampu mengikuti selera para pecinta musik dari zaman ke zaman.
Popularitas lagu-lagu Arab, baik yang masih bercorak lama diiringi perkusi gambus dan “tabla” (semacam gendang), maupun bercorak baru menggunakan alat-alat musik modern seperti gitar, organ, elekton, drum, dlsb, mampu bersaing di blantika musik internasional. Para penyanyi pop Arab menjadi bagian dari selebritis dunia, berkat kemerduan suara dan keelokan penampilan di atas pentas.
Sebut saja Haifa Wahbi (45), salah seorang “diva” penyanyi Libanon yang tak canggung bergaul dengan model majalah Playboy, Carmen Electra, dan penyanyi Anastasia. Mereka kerap hadir pada acara-acara tertentu di hotel-hotel supermewah simbol kemakmuran Arab, seperti Dubai, yang penuh bangunan hotel pencakar langit bertarif puluhan ribu dolar semalam.
Haifa Wahbi, yang pernah menjadi “Putri Lebanon Selatan” pada kontes kecantikan di Beirut (1992), telah melahirkan album pop Arab “Buss al Mawa“, “Huwa el Zaman“, dan lagu berbahasa Inggris “Naughty” . Semuanya laku keras…
Alunan suara Haifa Wahbi memang amat merdu. Didukung penampilan serba gemerlap. Selalu mengenakan dandanan eklusif karya perancang terkenal Eropa. Di atas panggung, selalu melempar tatapan dan senyum sensual, dengan gaya menantang. Sehingga dianggap mengundang fantasi dan imaji tertentu di kalangan penonton konser-konsernya yang selalu dipadati pengunjung. Karena itu.parlemen Bahrain, pernah mengeluarkan mosi, agar pemerintah mengeluarkan larangan kepada Haifa yang akan tampil di Manama (2002).
Anehnya, Haifa Wahbi, sangat mengidolakan Hussein Nashrallah, tokoh milisi Hezbullah Lebanon. Profil Haifa yang amat “duniawi” tentu sangat bertentangan dengan Hussein Nasrallah yang amat zuhud (sederhana) dan wara (apik). Ketika Israel menggempur Lebanon,Agustus 2006, Haifa Wahbi menggelar konser khusus untuk mendukung Nashrallah dan milisi Syi’ah Lebanon yang sedang berjihad melawan agresi Zionis.
Haifa Wahbi, bersama Suzanna Tamim (penyanyi Libanon lain, yang tewas dibunuh di sebuah hotel kota Dubai, Juli 2008) merupakan generasi penerus dunia keartisan Arab di bidang tarik suara.. Dukungan alat komunikasi mendunia, dan program-program musik global, semacam MTV, mendongkrak bakat dan karir mereka ke kancah internasional. Mereka lebih beruntung daripada Ummi Kulsum, diva Mesir tahun 1940-an, yang karya dan namanya di bidang musik, lestari hingga kini.
Selain Suzanne Tamim dan Haifa Wahbi, dari Lebanon muncul nama-nama diva-diva muda, yang memiliki suara emas dipadu dengan postur tubuh dan wajah menawan, sehingga mudah memasuki arena entertainment, baik domestik maupun mancanegara. Antara lain Nancy Ajram, dengan album-albumnya yang tersebar di dunia Arab, seperti “Betfakir fi Eih, “Enta Eih”, “Wana ben Idak” “Yay, Sihr A’youn”, “Outani Kida“, dll.
Juga nama Elissa (36), yang pernah menjadi model dan duta rumah parfum “Dior” Paris. Peraih “Word Music Award” (2006) ini, pernah berduet dengan penyanyi internasional Chris Bunge pada acara musik spektatuler “Libannese Night” (2007).
Lagu-lagunya yang terkenal terdapat dalam album “Aqmal Ehsas”, “Zamby Ana”, Khond Balak Alaya”, dan “Ahlad Dunia”. Lagu “Ahlad Dunia” lebih dipopulerkan lagi melalui versi remiks dengan rapper Tupac Sakur.
Di samping para diva di atas, yang lagu-lagunya berorientasi “l’art pour la’art” (seni untuk seni), banyak musikus dan penyanyi Arab yang mendedikasikan porfessinya untuk perjuangan membela keyakinan dan patriotisme. Pada awal 2008, misalnya, beredar rekaman lagu “Rah fein al Intima” (Ke mana loyalitasmu), karya penyanyi pop Arab Mesir, Sya’ban Abdul Rahim. Isi lagu tersebut, melarang pemuda-pemuda Arab melakukan nikah campur dengan gadis-gadis Israel. Sebab akan merugikan posisi genetika dan populasi Arab. Hukum Israel (Yahudi) menetapkan, anak dari seorang ibu Israel, dari manapun ayahnya, otomatis menjadi warga Yahudi dan warga negara Israel. Sya’ban menilai, di tengah kemesorotan angka kelahiran di Israel, kawin-campur Arab Israel merupakan taktik jitu untuk menambah populasi Israel. Terutama di wilayah Tepi Barat Palestina. Sehingga klaim Israel atas wilayah tersebut mendapat legitimasi dengan keberadaan “warga baru” Israel hasil kawin-campur.
Ketika heboh karikatur Nabi Muhammad Saw di beberapa media Denmark, tahun 2012, sekelompok penyanyi Arab melahirkan album “The Last Prophet“. Dimotori Mohammad Atef, pencipta lagu-lagu terkenal Arab, dan didukung kurang lebih 25 penyanyi pop Arab Mesir, antara lain Mohammad Mounir, Ihab Taufiq, Medhat Saleh, Sabhan Abdel Karim, dan banyak lagi, CD/DVD tentang kemuliaan nabi terakhir Muhammad Saw itu, mendapat sambutan luas. Termasuk di beberapa kota besar Eropa.
Di Indonesia, lagu-lagu gambus Arab sudah populer sejak jaman kolonial, dan memuncak tahun 1950an . Antara lain, melalui suara emas Syekh Albar, ayah artis Ahmad Albar. Pada tahun 1967, muncul nama Rofiqoh Darto Wahab, membawakan lagu-lagu “Anna Bahwak Hiya Asmar Latin Tsani”, “Hamawi ya Mismis”, dll, yang piringan hitam lagu-lagunya tersebar hingga ke pedesaan.
Tahun 1974-an, grup musik legendaris dari Bandung, “Bimbo”, menelurkan album lagu-lagu kasidah yang dapat dikatakan abadi hingga kini. Antara lain “Ada Anak Bertanya”, “Do’a”, “Tuhan” dll., yang liriknya ditulis penyair Taufik Ismail. Disusul album “Kasidah Bimbo 2” (1977) yang memuat lagu-lagu “Idul Fitri”, “Hidup”, “Ihtiar”,dll, lirik-liriknya ditulis oleh KH E.Z.Muttaqien, KH Endang Syaifuddin Anshari, RAF (Racmatullah Ading Affandi), dll.
Pada tahun 1980-an, muncul lagu “Perdamaian” dan “Galunggung Meletus Lagi” dari grup kasidah “Nasida Ria” Semarang, yang sempat menjadi “tophit” luar biasa.
Berkah Ramadan, kesan, kenangan dan kejayaan lagu-lagu berirama Arab, selalu hidup lagi. Bersanding dan bersaing dengan rekaman “murotal Quran” dan qira’atul Quran. Benar-benar menjadi perwujudan “rahmatan lil alamin”. Rahmat bagi semesta alam (Q.s.aAl Anbiya : 107).
Kini, semua itu lenyap sirna tersapu Corona. [ ]