Spiritus

Setetes Embun: Transeamus 

Transeamus usque Bethlehem…marilah kita pergi ke Betlehem. Itu adalah ajakan para gembala setelah mereka mendengar warta malaikat tentang kelahiran Yesus Kristus.

JERNIH-“Transeamus….” adalah sebuah lagu Natal yang sangat populer. Bagi para penyanyi koor pasti mereka kenal lagu ini. Lagu ini dikarang oleh Joseph Schnabel pada abad ke 18. Tentu tidak semua tahu arti lagu ini karena datang dari bahasa Latin.

Syair lagu ini sesungguhnya berasal dari teks Kitab Suci yang kita dengar pada malam Natal dari Injil Lukas bab 1 ayat 15 (sering tidak dibacakan).

Transeamus usque Bethlehem…marilah kita pergi ke Betlehem. Itu adalah ajakan para gembala setelah mereka mendengar warta malaikat tentang kelahiran Yesus Kristus.

Dua hal menarik patut dicatat disini.

Pertama, setelah peristiwa kelahiran terjadi dan diwartakan para malaikat, seruan atau respon pertama dari orang pertama yang mendengarnya adalah “Transeamus…marilah kita pergi”. Mereka tidak bertanya lagi benar atau tidak. Mereka yakin sekali bahwa yang mereka dengar itu benar adanya.

“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”. Ini gelar yang asing di telinga orang-orang sederhana dan tak berpendidikan. Pikiran mereka tak sampai menjangkau Sang Mesias itu siapa. Meski demikian mereka percaya.

 Itulah iman orang-orang sederhana. Mereka mendengar warta malaikat dan langsung percaya. Walaupun belum melihat sendiri mereka yakin akan kebenaran pesan malaikat.

Dalam diri orang-orang kecil dan sederhana ini berlaku kata-kata Yesus: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya” (Yoh 20,29). Atau pesan St. Agustinus: Percayalah maka kamu akan melihatnya.

Kedua, “Transeamus…marilah kita pergi” itu suatu reaksi spontan yang mengutamakan tindakan. Begitu dengar langsung buat sesuatu. Mereka tidak perlu diskusi atau rapat dulu.

Pengalaman iman atau peristiwa iman seringkali menuntut tindakan nyata. Momen itu tidak boleh lewat begitu saja. Warta yang membutuhkan respon. Kalau tidak maka terlambat. Ini juga ada kaitannya dengan dorongan Roh.

Dalam pengalaman pewartaannya, Yesus seringkali bereaksi dan bertindak spontan karena percaya bahwa itu dorongan Roh kudus. Ketika berjumpa orang sakit, langsung tergerak oleh belaskasihan. Ketika orang membutuhkan bantuan, Dia langsung bertindak menolong.

Iman akan kelahiran Kristus bukan sekedar mengamini lalu diam. Wujud nyata dari iman adalah tindakan. Tindakan untuk pergi dan menjumpai Dia. Tapi Dia yang lahir di Betlehem tinggal sejarah.

Dia yang lahir sekarang adalah Firman atau Sabda atau Suara yang menjadi Manusia.

Dia yang lahir sekarang adalah SUARA orang-orang lemah dan tak berdaya seperti bayi Yesus.

Dia yang lahir sekarang adalah SUARA mereka yang menggantungkan hidupnya pada orang lain seperti bayi Yesus.

Dia yang lahir sekarang adalah SUARA mereka yang sederhana dan miskin, yang tidak mempunyai rumah, harta dan perlindungan.

Dia yang lahir sekarang adalah SUARA sesama saudara yang nasibnya kurang beruntung, ditolak dimana-mana seperti bayi Yesus dan kedua orangtua-Nya.

Dia yang lahir sekarang bisa jadi ada di tengah-tengah kita, SUARA DARI ORANG-ORANG YANG TAK BERSUARA (Voice of.the voiceless) yang ada di sekitar kita.

Transeamus….marilah kita pergi dan melihatnya dan terutama MENDENGARNYA. 

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa).

Back to top button