Veritas

Amerika Serikat Untung Banyak Akibat Invasi Rusia ke Ukraina

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), AS adalah rumah bagi lima dari 10 kontraktor pertahanan terbesar di dunia. Lockheed Martin sejauh ini adalah yang terbesar di lapangan. Perusahaan itu dikontrak pada 2018, atas persetujuan Presiden Donald Trump

JERNIH– Perang Rusia dan Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari 2022 telah mengikis perekonomian tidak hanya di dua negara yang berkonflik tetapi juga banyak negara dunia. Namun muncul tudingan ada yang pihak yang paling diuntungkan dari perang berkepanjangan ini. Siapa lagi kalau bukan negara adi daya Amerika Serikat (AS).

Ada tudingan jika AS menimbun banyak kekayaan dari perang Rusia vs Ukraina. Tudingan itu muncul dari Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolay Patrushev. Ia menyebut, AS adalah pihak yang paling diuntungkan dari perang antara Rusia dan Ukraina.

“AS menggunakan konflik di Ukraina untuk memperluas ekonominya,” kata Patrushev, pekan lalu. Menurut Patrushev, lembaga keuangan dan beberapa perusahaan AS menggunakan sanksi terhadap Rusia sebagai batu lompatan untuk berekspansi di Eropa.

Melihat kondisi saat ini, segmen pasar gas Eropa telah dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan asal Abang Sam itu. Tak hanya energi, AS juga disebut memiliki minat yang kuat di semikonduktor dan sektor teknologi tinggi lainnya di Eropa.

Sebelumnya, Rusia adalah pemasok energi yang signifikan ke Eropa, terutama gas alam. Namun, setelah konflik di Ukraina, gas bersama minyak dan batu bara Rusia di embargo Benua Biru. Bahkan, beberapa di antaranya memutuskan untuk memutus pasokan energi Rusia seluruhnya dalam beberapa tahun ke depan.

Hal senada juga diungkapkan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov. Dalam sebuah pernyataan, Peskov mengatakan jika AS akan menimbun banyak uang setelah ini. Hal tersebut lantaran AS akan menggantikan posisi Rusia sebagai pemasok energi ke negara-negara Eropa.

Keuntungan ini akan sangat besar mengingat harga energi yang siap dijual AS akan tiga hingga empat kali lipat lebih mahal dari apa yang diberikan Rusia selama ini. “Dan orang Eropa membayar mereka, dengan demikian menghilangkan daya saing ekonomi mereka. Produksi runtuh. Deindustrialisasi akan datang,” kata Peskov sebagaimana dilansir Russia Today.

Ia khawatir semua ini akan memiliki konsekuensi yang sangat menyedihkan bagi benua Eropa dalam waktu yang cukup lama, setidaknya, 10-20 tahun ke depan. Sebelum perang Rusia-Ukraina dan tidak ada ikut campur AS, Eropa dan Rusia memiliki hubungan dagang timbal balik dan saling menguntungkan.

Yang terjadi saat ini, kata Peskov, Eropa malah justru menjauhi Rusia yang selama ini telah menjual energi murah kepada mereka. “AS menjual gas dengan harga tiga atau bahkan empat kali lebih tinggi dari gas Rusia. Orang Eropa membuat ekonomi mereka kurang kompetitif karena mereka membayar uang tersebut kepada pemasok AS,” tambah Peskov.

Seperti diketahui, Eropa diprediksi akan mengalami krisis energi besar-besaran. Hal tersebut lantaran Eropa telah memberikan sanksi kepada Rusia dan membatasi pasokan energi dari negara pimpinan Vladimir Putin tersebut.

AS sejak lama tertarik untuk memaksa gas Rusia keluar dari Eropa dan menggantinya dengan gas alam cair miliknya yang lebih mahal. Washington dikatakan pernah mendesak negara-negara Eropa untuk memperlambat arus perdagangannya dengan Moskow.

Dengan apa yang terjadi saat ini, Eropa diprediksi akan mengalami krisis energi besar-besaran. Hal tersebut lantaran Eropa ikut bersama AS memberikan sanksi kepada Rusia dan membatasi pasokan energi dari negara pimpinan Vladimir Putin tersebut.

Military industrial-complex

Selain soal energi, AS juga meraih banyak cuan terutama bagi industri senjata di negaranya. Selama bertahun-tahun, industri senjata AS, bersama dengan eksportir senjata utama lainnya seperti Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Israel, telah menuai manfaat dari perang yang berlarut-larut dan aliansi militer jangka panjang.

Mengutip Project-syndicate.org, di AS, kontraktor pertahanan termasuk di antara pelobi terbesar di Washington. Pada akhir 2019, Transparency International menggambarkan bagaimana kelompok ‘uang gelap’ membujuk anggota Kongres untuk menyetujui penjualan senjata kepada rezim yang represif.

Bahkan dalam kasus penjualan senjata ke Israel, lima produsen senjata terbesar AS menghabiskan 3-5 kali lebih banyak untuk melobi Kongres daripada kelompok lobi kuat Israel, Komite Urusan Publik Israel Amerika.

Selama beberapa dekade, industri senjata telah menjadi tangan tersembunyi yang membentuk kebijakan luar negeri AS, termasuk perang yang tidak perlu. Kondisi seperti ini juga terjadi pada perang Ukraina dengan Rusia. Padahal mengirim senjata kepada daerah konflik seperti yang terjadi di Ukraina sama saja dengan menyiram bensin ke dalam bara api.

Dengan berlangsungnya perang dalam waktu lama, Ukraina membutuhkan lebih banyak senjata untuk menyelamatkan diri dari invasi Rusia. Pasokan senjata ke Ukraina juga datang dari saluran lain, tetapi AS tetap menjadi sumber ekspor utama di dalam blok NATO (Organisasi Perjanjian Atlantik Utara).

Pasokan senjata tidak hanya berlanjut tetapi juga dengan kecepatan yang meningkat. Karena perang adalah bisnis yang baik untuk kontraktor dan produsen pertahanan. Dan AS adalah kontraktor pertahanan dan pengekspor senjata terbesar di dunia. Rusia adalah pengekspor senjata terbesar kedua tetapi dengan volume sekitar sepertiga dari AS.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), AS adalah rumah bagi lima dari 10 kontraktor pertahanan terbesar di dunia. Lockheed Martin sejauh ini adalah yang terbesar di lapangan. Perusahaan itu dikontrak pada 2018 setelah Presiden Donald Trump bergerak untuk memberi Ukraina rudal anti-tank Javelin.

Keuntungan pasca-perang

Keuntungan lain yang akan diraup dari AS adalah pasca-perang. Setiap perang merugikan negara-negara yang terlibat. Ukraina pasti akan babak belur dan akan membutuhkan waktu untuk merekonstruksi wilayah yang dilanda perang. Rekonstruksi sebagian besar didanai melalui pinjaman berbunga rendah dan bantuan dari kreditur kepada debitur.

Jika Afghanistan adalah sebuah indikator, rekonstruksi akan menguntungkan perusahaan-perusahaan dari negara dermawan. Menurut sebuah laporan oleh Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), yang dibuat oleh Kongres Amerika untuk fokus hanya pada misi AS di Afghanistan dan masalah rekonstruksinya, seluruh paket rekonstruksi bernilai US$145 miliar selama 20 tahun.

Ini bukan uang yang diberikan ke Afghanistan tetapi sebagian besar kepada perusahaan-perusahaan Amerika yang terlibat dalam bisnis rekonstruksi. Ukraina kemungkinan akan melihat paket dan rencana rekonstruksi serupa dari AS dan anggota NATO di Eropa.

Masih banyak lagi keuntungan yang akan diraih dari para pemain yang terlibat di perang Rusia dengan Ukraina ini. Cuan yang tidak sedikit siap diraup negara besar atau pelaku bisnis besar meskipun menimbulkan penderitaan lahir dan batin bahkan korban nyawa tak berdosa akibat perang. [ ]

Check Also
Close
Back to top button