Veritas

Ia Baden-Powell, yang Membagikan Bahagia Lewat Kepanduan

Veritas-1

Jadilah kemudian ‘Scouting for Boys’, terbit pada 1908. Buku itu selama abad 20 saja telah terjual sekitar 150 juta kopi, dan segera menjadi buku terlaris keempat abad itu.

JAKARTA— “Saya punya kehidupan yang sangat bahagia,”tulis Lord Robert Baden-Powell dalam surat terbuka yang ia tujukan untuk para pandu di seluruh dunia. Surat itu ditulis di tahun-tahun terakhir hidupnya, dari sebuah pondok kecil namun asri di Nyeri, sebuah kota kecil di kaki Gunung Kenya, di Kenya, Afrika.  Pondok itu diberi nama Paxtu, temasuk area Outspan Hotel, milik Eric Sherbrooke Walker, sekretaris pribadi pertama Baden-Powell.

“Saya percaya bahwa Tuhan menempatkan kita di dunia yang riang ini untuk bahagia dan menikmati hidup. Kebahagiaan tidak datang dari menjadi kaya, atau hanya sukses dalam karir Anda, atau dengan terus mencari kesenangan diri. …tetapi cara nyata untuk mendapatkan kebahagiaan adalah dengan membagikan kebahagiaan kepada orang lain. Cobalah, dan tinggalkan dunia ini sedikit lebih baik daripada yang Anda temukan saat hidup…”

Begitulah kebahagiaan menurut Baden-Powell: membagikan bahagia kepada orang lain, lebih baik lagi, kepada khalayak. Itulah memang yang dilakukannya selama hidup. Membagikan pengalaman, yang menurutnya itulah yang membuatnya bahagia. Awalnya melalui tulisan, dengan menulis buku yang ia yakini akan dibaca lebih banyak manusia. Belakangan ia menemukan cara yang lebih efektif: pengalaman hidupnya sebagai seorang tentara Inggris, dengan kemungkinan tugas yang menjangkau setiap bagian dunia dan segala tetek bengek yang turut menyertai tugas itu, ia rangkum dalam kegiatan pembinaan anak-anak, terutama anak laki-laki. Baden-Powell menyebutnya Gerakan Kepanduan alias Scouting.  

Baden-Powell tentu saja tidak sendirian membangun kepanduan yang kemudian menjadi gerakan dunia itu. Saudara perempuannya, Agnes, adalah orang keduanya dalam membangun Gerakan kepanduan, sebelum kemudian teman-teman akrabnya seperti Seton dan Beard, juga tak mungkin bisa dinafikan dalam pembentukan Gerakan Kepanduan. Paling tidak di Inggris.  

Tetapi tentu saja, tanpa Letnan Jenderal Robert Stephenson Smyth Baden-Powell, sangat boleh jadi kepanduan tak pernah ada—atau mungkin tak semendunia saat ini.  Dididik di Charterhouse di Surrey, Baden-Powell bertugas di Angkatan Darat Inggris dari 1876 hingga 1910, dengan area tugas di India dan Afrika. Pada 1899, selama Perang Boer Kedua di Afrika Selatan, Baden-Powell berhasil mempertahankan kota Mafeking dari kepungan musuh-musuh Inggris. Barangkali pad a kurun waktu itulah ia menuliskan naskah buku militernya, yang berisikan pengintaian militer dan mengulas pula pelatihan kepanduan.

Saat kembali ke Inggris pada 1903, Baden-Powell menemukan bahwa manual pelatihan militernya, ‘Aids to Scouting’, telah menjadi buku laris yang juga digunakan para guru dan organisasi-organisasi pemuda. Belakangan, 1906, ia berkenalan dan segera menemukan teman sejiwanya, Ernest Thompson Seton, pendiri Woodcraft Indians. Dari Seton, Baden-Powell menerima salinan buku temannya itu, ‘The Birch Bark Roll of the Woodcraft Indians’ yang mengulas petualangan di alam bebas. Seton bersama teman lama Baden-Powell, William Alexander Smith, mendorong veteran Afrika itu menulis ulang pengalamannya dan menambahinya dengan sesuatu yang lebih dekat dengan dunia anak laki-laki. Jadilah kemudian ‘Scouting for Boys’ yang terbit pada 1908. Buku itu selama abad 20 saja telah terjual sekitar 150 juta kopi, dan segera menjadi buku terlaris keempat abad itu.

Pada 1908 pula, Gerakan Kepanduan dunia lahir. Tepatnya hari ini, 24 Januari.  Meski demikian, perkemahan pertama yang digelar Baden-Powell justru dilakukan setahun sebelumnya, 1907. Perkemahan di di Pulau Brownsea itu lebih untuk menguji ide-idenya soal kepanduan. Sekitar 20 anak laki-laki hadir: delapan dari kelompok Brigade Anak Laki-laki setempat, dan sekitar 12 anak laki-laki lainnya datang dari berbagai sekolah umum yang ada. Benar, kebanyakan dari anak-anak yang datang itu adalah putra teman-temannya.

Bagai virus, penyebaran Kepanduan terjadi begitu massif. Di tahun yang sama, 1908, Kepanduan telah berdiri di Gibraltar, Malta, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Pada tahun 1909 Chili menjadi negara pertama di luar kekuasaan Inggris yang memiliki organisasi Kepanduan yang diakui oleh Baden-Powell. Pada tahun 1910, Argentina, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, India, Malaysia, Meksiko, Belanda, Norwegia, Rusia, Swedia, dan Amerika Serikat bergabung dalam Gerakan Kepanduan dunia.

Segera saja Gerakan Kepanduan menjadi candu yang digemari anak-anak dan disarankan para orang tua untuk anak-anak lelaki mereka. Pada 1909, sebuah demonstrasi (atau karnaval?) besar-besaran digelar di Crystal Palace, London. Saat itu pula telah ada gadis-gadis Pandu generasi pertama. Setahun kemudian, Girl Guides segera dibentuk oleh Agnes baden-Powell, saudara perempuannya. Di tahun yang sama, atas saran dan dukungan Baden-Powell, temannya seorang warga Amerika Serikat, Juliette Gordon Low, mendirikan Girl Scouts of USA.

Tak memerlukan waktu sekian dekade, pada tahun 1920 Jambore Kepanduan Dunia ke-1 berlangsung di Olympia, Kensington Barat. Segera pula Baden-Powell diakui sebagai kepala Kepanduan Dunia. Dari sisi keanggotaan, anggota Kepanduan segera membludak. Pada tahun 1922 ada lebih dari satu juta Pramuka di 32 negara. Pada 1939 jumlahnya sudah lebih dari 3,3 juta. Seiring itu, jambore pun segera menjadi kebiasaan, meski belum merupakan acara tahunan. Pada 1929 saja Jambore Kepanduan Dunia sudah terselenggara untuk ketiga kalinya.

Seiring usia yang menua, pada Jambore Kepanduan Dunia ke-5, 1937, Baden-Powell mengucapkan selamat tinggal pada Kepanduan. Ia menyatakan pensiun dari kehidupan Kepanduan. Pada 1939, ia dan istrinya, Olave—yang usianya baru 23 tahun saat dinikahi Baden-Powell yang saat itu 55 tahun, tetirah ke Kenya. Dua tahun kemudian, di tenangnya Desa Nyeri, Baden-Powell meninggal dunia. Kuburannya kini diakui sebagai monument oleh pemerintah Kenya.  

Gerakan Kepanduan di Indonesia

Banyak sumber menyebutkan, organisasi kepanduan di Indonesia dimulai dengan berdirinya cabang ‘Nederlandsche Padvinders Organisatie’ (NPO) pada tahun 1912. Saat pecah Perang Dunia I, ia kemudian berganti nama menjadi ‘Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging’ (NIPV) pada 1916. NPO maupun NIPV datang atas prakarsa Belanda.

Sementara organisasi kepanduan yang diprakarsai bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie, yang berdiri atas prakarsa Sinuhun Pangeran Mangkunegara VII pada 1916. Senafasnya kepanduan dengan pergerakan nasional, dapat diperhatikan dari adanya ‘Padvinder Muhammadiyah’ yang pada 1920 berganti nama menjadi ‘Hizbul Wathan’ (HW); ‘Nationale Padvinderij’ yang didirikan Budi Utomo; Syarikat Islam yang mendirikan ‘Syarikat Islam Afdeling Padvinderij’, meski kemudian diganti menjadi ‘Syarikat Islam Afdeling Pandu’, dan lebih dikenal dengan SIAP; ‘Nationale Islamietische Padvinderij’ (NATIPIJ) didirikan Jong Islamieten Bond (JIB) dan ‘Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie’ (INPO) didirikan para pemuda Indonesia.

Hasrat bersatu bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI, yaitu “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia”, yang  merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada 23 Mei 1928. Sayang, federasi itu tidak dapat bertahan lama.

Karena semangat Bersatu yang kuat, pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis para tokoh Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij), serta PK-Pandu Kebangsaan). PAPI pun kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.

Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, BPPKI merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.

Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan sepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia. Mereka juga sepakat mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Kongres itu dilaksanakan pada 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan itu selaoin didukung banyak tokoh, juga diakui pemerintah RI sebagai satu-satunya organisasi kepanduan, melalui SK Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 1 Februari 1947.

Tahun-tahun sulit dihadapi Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948, waktu diadakan api unggun di halaman Gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto gugur sebagai martir gerakan kepanduan. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).

Pada September 1951, wakil-wakil organisasi kepanduan mengadakan konferensi di Jakarta. Pada saat itulah, yakni 16 September 1951, diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi. Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia.

Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada 10-20 Agustus 1955, Jakarta. Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan, PKPI—organisasi kepanduan puteri, menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri, di Desa Semanggi, Ciputat, Jakarta, pada 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling, Filipina.

Lahirnya Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961. Sebelumnya kita lihat bahwa jumlah perkumpulan wadah kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlahnya kadang tidak sepadan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.

Sesuai Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana, Presiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara.

Hari Kamis malam itu Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbarui, metode dan aktivitas pendidikannya harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961, tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka.

Masih di bulan April, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka, dengan anggota Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).

Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada 30 Juli 1961. Peristiwa itu kemudian disebut sebagai hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada 14 Agustus 1961. Bukan saja di Jakarta, tetapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10 ribu anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.

Itulah hari yang hingga kini diperingati sebagai hari lahir Pramuka—konon dari kata ‘Poromuko’, pasukan garda depan dalam militer Mataram. Bukan merujuk pada sejarah awal masuknya Pandu. Mungkin wajar, mengingat apa pun yang melibatkan massa di negeri ini selalu dikaitkan dengan politik.

Di dunia, Gerakan kepanduan Indonesia sangat diperhitungkan. Terutama dari jumlahnya. Data per 2011, Gerakan Pramuka Indonesia memiliki 17.103.793 anggota, menjadikannya gerakan kepanduan kepanduan terbesar di dunia. [ ]

Back to top button